11 - Simple Simmering

18.8K 3.4K 94
                                    

Pertengkaran terhebat mereka terjadi ketika Arum akhirnya memutuskan untuk tidak menerima fasilitas antar jemput gratis dari Yusra. "Itu nggak professional," kata Arum pendekk.

"Yaelah Rum, apanya yang dibilang nggak professional. Kita mah kerja sama, apa susahnya menghemat sumber daya alam, mengurangi consumable bahan bakar dengan semobil berdua? Kita tetanggaan, gilak! Kaku amat jadi orang!" Yusra merepet tidak terima.

"Justru karena kita tetanggaan, aku nggak mau memanfaatkan posisi itu. Kamu atasanku, aku pekerjamu. Kamu nggak wajib nyamperin aku setiap kali berangkat kerja, atau menunggu untuk mengantarku pulang!" Arum ngeyel.

"Apanya yang dimanfaatin sih? Bukannya dari awal kita saling memanfaatkan? Kita tetanggaan, dan karena emak-emak kita yang reseh akhirnya aku harus menerima kamu sebagai karyawan. Eit! Jangan tersinggung dulu! Kita saling memanfaatkan kok. Kamu jelas-jelas memanfaatkan koneksi agar bisa kerja di sini, dan aku memanfaatkan kamu juga, mendapat servis akuntan kelas atas dengan separuh harga."

"Tapi itu kan kesepakannya udah deal?" potong Arum. "Kita saling menguntungkan. Apa salahnya?"

"Nggak salah emang. Makanya nggak salah juga kalau ada tambahan poin, kita saling nebeng kendaraan. Bener kan?" Yusra mendebat Arum tanpa ampun.

Akhirnya Arum menyerah, "Asal bukan paksaan dan bukan keharusan. Aku nggak mau ada yang merasa terbebani kalau misal aku nebeng-nebeng mulu. Kamu wajib menolak kalau emang ada perlu lain."

Yusra memandang Arum dengan curiga. "Jangan-jangan kamu mau cari cowok ya? Cowok Idaman Lain, CIL?"

Arum sampai mengedipkan mata, tidak percaya akan apa yang didengarnya. CIL? Bisa ya Yusra kepikiran kayak gitu? Dasar.... Eits! Daripada ribut debat kusir, diiyain aja 'napa? Nggak ada faedahnya juga diseriusin.

"Kan? Pasti ada CIL. Potong rambut, dan sekarang mau bebas, nggak mau diantar jemput," Yusra menggoyang-goyangkan telunjuknya di hadapan wajah Arum.

Arum geregetan, gemes antara pengen noyor muka Yusra atau nyamperin cowok itu dan nyipok bibirnya biar diam. Kalau diprovokasi, Arum bisa ganas kok. Tunggu aja buktinya!

"Emang kenapa kalau aku cari cowok?" Arum menolak memakai kata CIL. Kalo bilang CIL, artinya sama saja dengan mengakui kalau ada dua cowok terlibat. Dan Arum juga nggak mau Yusra kegeeran. Sudi amat! "Aku jomblo kan?"

Yusra bersedekap sambil mengangguk-angguk nyebelin. "O, gitu ya? Jadi udah dapet cowok baru, akhirnya Paman Yusra dilupain? Gitu?"

Arum semakin kesal dengan pria di hadapannya. Ingin dia menjerit langsung di telinganya, mengungkapkan rasa frustrasinya. Tapi kok ogah. Akhirnya dia membalas, "Bagus lah kalau 'Paman Yusra' sudah paham. Biasalah, namanya juga anak muda. Cari cowok itu penting. Harusnya 'Paman Yusra' juga cari cewek. Biar aku punya seseorang yang bisa dipanggil 'Bibi'. Ntar aku bisa teriak, 'Bi! Sapu kantorku! Bi! Minta minum dong!"

Arum buru-buru ngacir melihat tatapan Yusra yang semakin horror setiap kali Arum memberi penekanan pada kata 'Paman Yusra'. Ha!

Yusra memilih pembalasannya tidak seketika. Tetapi hampir setiap hari. Setiap Arum berkutat dengan pekerjaannya hingga lewat jam kerja resminya, Yusra dengan berisik akan mengingatkan Arum agar segera pulang dan 'berkencan' dengan intonasi mengolok yang pasti tidak terlewatkan begitu saja oleh Arum. Arum tahu tujuan Yusra hanya satu, yaitu membuat Arum jengkel.

Seperti Sabtu malam ini.

"Pulang, Rum! Jomblo sih jomblo. Tapi bukan berarti kamu boleh kerja dari pagi sampai malem," lagi-lagi Yusra mengejek keberadaan Arum yang masih berada di ruang kerjanya ketika giliran kerja shift kedua sudah separuh jalan. "Katanya mau punya cowok, kok masih pacaran sama kertas?" tambahnya semakin menjengkelkan.

"Kayak situ nggak jomblo aja," balas Arum sebal.

"Udah, pulang sana!" komentar Yusra dari ruang sebelah.

"Iya, bentar lagi. Sekalian beberes ini," bantah Arum.

"Kerjaan itu bisa dikerjakan besok, Rum."

"Besok Minggu. Aku libur, Mas."

"Ya udah, kerjain aja hari Senin."

"Senin saatnya aku mengerjakan pekerjaan hari Senin. Aku bisa stress kalau masih harus beresin sisa kerjaan minggu ini di minggu depan," omel Arum. "Bentar ah. Nggak sampai sejam lagi juga."

Arum semakin sebal ketika Yusra sudah masuk ke dalam ruangan. Masih mengenakan apron dengan jejak-jejak tepung di sana. "Aku cabut steker listriknya kalo nggak pulang!" ancam Yusra.

Arum menggeram frustasi. "Dasar kompeni! Penjajah! Otoriter!"

"Rum! Kamu harus pulang sekarang. Atau paling nggak, kamu harus keluar dari ruangan ini. Siap-siap dandan kek, kencan kek, gitu caranya cari pacar. Bukannya tiap hari ngeliatin angka-angka mulu," Yusra berdiri menjulang di depan meja Arum. "Aku nggak mau disalahkan kalau kamu jadi perawan tua!"

Ini orang emang kebangetan kalau nabuh gendering perang deh. "Mas Yusra juga nggak beda kan? Malam minggu tetep aja belepotan tepung. Bukannya dandan rapi dan wangi, nggandeng cewek ke restoran mahal," balas Arum. "Cewek cakep nggak doyan pria bau kompor, Mas!"

"Ngapain aku harus repot-repot ke restoran, kalau aku punya tempat kayak gini? Aku bisa aja bawa cewek manapun buat kencan di tempat ini." ledek Yusra.

"Sayangnya cewek manapun itu nggak ada wujudnya," Arum membalas penuh kemenangan.

Yusra memandang Arum dengan tatapan horror. Namun Arum sudah tidak mempan dengan intimidasi receh ala Yusra. Setelah dua tahun berpacaran dengan Fares, yang memiliki sisi dingin yang kejam, menghadapi Yusra hampir selucu menghadapi anjing spaniel yang unyu dan menggemaskan.

"Udah, nggak usah mendelik-mendelik kayak gitu. Nggak sangar sama sekali," ejek Arum.

Yusra mendengus keki. "Di sini aku bosnya," katanya mengingatkan.

"Iya, aku inget. Tuh, sampai aku tulis kan?" Arum menunjuk ke salah satu tulisan yang ada di dinding.

"Ya udah. Asal kamu nggak lupa aja. Jangan lupa tutup pintunya kalau kamu mau pulang. Aku harus mencoba resep baru," Yusra mati gaya.

"Dan aku punya hitungan yang harus aku selesaikan. Keluar!" usir Arum.

Yusra berderap pergi dan tidak lupa membanting pintu demi menciptakan kesan dramatis. Yang hanya ditanggapi dengan dengusan remeh. Mau merusak property? Ha! Dirimu yang punya tempat ini, atau paling tidak, yang membayar sewa tempat ini, Sir! batin Arum geli.

Update ditulis saat stress melanda hahahaha... Buat yang nanya, kapan Beyond The Edge di update, jawabnya cuma satu : sabaarrr... kenapa? Karena idenya mendadak buntu. Hiks...hiks... 

Trus yang nanya, kapan After ALl This Time dilanjutin? Jawabnya, nggak dilanjutin lagi di watty, karena sdg proses terbit. Dan kapan terbitnya? Itu menyangkut urusan teknis yang lumayan panjang prosesnya.

Maaf ya, ada hal-hal yang di luar kuasa penulis untuk mewujudkan. Terutama soal mood dan ide, yang bagi beberapa orang, termasuk aku, bukan hal yang mudah untuk didapat. Perlu proses panjang dan lama. Maafkan atas cerita-cerita yang belum terselesaikan. Aku hanya bisa berusaha.

Tapi di luar segala hal, terima kasih banget bagi yang udah setia baca-baca tulisan aku dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Komen-komen yang ada, memang jarang banget aku balas, karena aku hanya bisa baca lewat email di HP. Tapi percayalah, setiap vote dan komen itu begitu berarti.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, aku hanya bilang, selamat menikmati tulisan sederhana ini.

Patissier & Chocolatier (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang