Malam itu, di dalam kamarnya yang sepi, Arum terpekur sendirian dan membiarkan dirinya mengenang masa-masa pahit bersama Fares. Hal yang selama ini selalu berusaha dia hindari. Karena pengalaman itu terlalu pedih baginya. Menjalaninya saja sudah begitu berat, Jadi Arum tidak mau menambah penyakit untuk mengingatnya. Namun malam itu, Arum berjanji, untuk terakhir kali dia akan membiarkan dirinya mengingat lagi masa-masa kebersamaan bersama Fares, seberapapun sakitnya. Karena Arum ingin bisa memaafkan dirinya sendiri yang telah berbuat kesalahan sebesar itu. Dan Arum juga ingin menghargai dirinya karena telah berani melepaskan diri dari Fares.
Dulu, kehilangan pekerjaan adalah hal yang sangat menakutkan. Selain kehilangan fasilitas gaji, harga diri adalah taruhannya. Apalagi tempat kerjanya ini begitu bergengsi. Sehingga bayangan untuk bekerja di tempat yang jauh di bawah perusahaan lama, membuatnya ngeri. Okelah, Arum memang dulu berpandangan begitu. Kekhawatiran terbesar Arum bukan pada orang di sekelilingnya. Ayah ibunya tidak akan mempermasalahkan, dan Arum tahu sekali kalau kedua orangtuanya bakal menerimanya apa adanya. Tetapi Arum khawatir kalau justru dia yang tidak sanggup menerima dirinya sendiri. Arum tidak yakin bakal survive. Post power syndrome itu nyata, dan teman-temannya banyak mengalaminya. Arum yang sepanjang usia dewasanya membentuk dirinya menjadi pribadi workaholic, dan menjadikan karir sebagai identitas utama, tidak pernah membayangkan dirinya menjadi pengangguran, dan makan uang tabungan. Arum tidak suka merasa 'bukan apa-apa' dan 'bukan siapa-siapa'. Itulah alasan kenapa Arum memerlukan wakta sangat lama untuk memutuskan hubungan dengan Fares. Bahkan rela menghabiskan waktu dua tahun dalam kesia-siaan dan suasana horror yang membuatnya tak berdaya.
Sekarang sudah enam bulan berlalu sejak segalanya terjadi. Bertemu kembali dengan Fares justru membuatnya sadar bahwa keputusannya benar. Bahwa dunia pengangguran tidaklah semenakutkan itu. Dan bekerja di sebuah toko kecil dengan gaji yang sebenarnya tidak sesuai dengan grade-nya, bukanlah sesuatu yang berat. Untuk pertama kali Arum mengakui bahwa dia bahagia, bahwa dia nyaman dengan keadaannya saat ini. Waktu yang tepat untuk meninggalkan masa lalu, memaafkan diri sendiri, dan mulai menikmati hidup, apapun yang ditawarkan nasib kepadanya.
Pagi hari, Arum berangkat ke tempat kerja masih dengan mata sembab yang meskipun sudah dia tutup dengan kosmetik, namun tetap terlihat. Yusra sudah berangkat duluan, dan Arum sengaja berangkat satu jam lebih lambat. Peristiwa semalam sangat mendalam efeknya buat Arum. Dan Arum tak akan tahan bila Yusra memandangnya dengan sorot mata kasihan. Sepanjang perjalanan pulang yang mereka lalui dalam diam itu, Arum hampir bisa mendengar apa yang ada di kepala Yusra. Juga cara pria itu yang memerlakukannya over protektif, seperti membukakan pintu mobil untuknya, dan berkali-kali bertanya 'apakah kamu baik-baik saja' seolah Arum orang invalid, membuat Arum lama-lama menjadi sebal. Jadi membayangkan harus berada dalam satu mobil lagi pagi ini sungguh tak tertahankan. Arum butuh sedikit jarak dengan Yusra hari ini.
Namun ketika sampai di toko, kekhawatirannya Arum sama sekali tak beralasan. Karena alih-alih mengkhawatirkan dirinya, Yusra justru sedang kalang kabut ketika ada tiga pegawai yang tidak masuk karena sakit. Satu orang pegawai yang bertugas melayani tamu, satu orang asisten andalan Yusra, dan satu orang lagi pegawai yang bertugas mencuci piring. Ini benar-benar bencana yang tidak terbayangkan sebelumnya. Seolah Tuhan memang sedang menguji ketabahan mereka, hari ini toko begitu ramai pengunjung sejak dari jam buka. Menu sarapan sebenarnya adalah menu tambahan yang memang tidak dipertimbangkan untuk menjadi menu andalan karena jumlah pengunjung biasanya tidak terlalu banyak. Kini harus dipersiapkan dengan jumlah berlipat. Pagi ini, entah magnet apa yang menarik para pemburu roti untuk rela antre di depan konter, menunggu dilayani, karena semua kursi telah terisi.
"Mas Yusra baik-baik aja?" tanya Arum khawatir melihat Yusra yang hanya bertiga dengan asisten sibuk bekerja.
"Kalau soal memasak mah, hal kayak gini sudah biasa, Rum," kata Yusra berusaha tenang. "Tapi kasihan Arya, dia bagian cuci piring sendirian, karena Heru aku suruh bantu di depan mengantar hidangan sekaligus membersihkan meja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Patissier & Chocolatier (TAMAT)
Lãng mạnCerita tentang Arum dan Yusra. Pastry Chef yang sedang berjuang mewujudkan impiannya melalui toko roti sederhana yang didirikannya. Hingga seorang akuntan yang baru kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran, terpaksa membuang segala harga diri d...