V. Raeger

124 9 0
                                    

"Ku katakan sekali lagi jika kau tidak mendengarku tadi, caranya bukan seperti itu." Katanya, dan aku lagi-lagi hanya terdiam.

Pemuda itu, meskipun aku mengatakan tampilannya lebih baik. Tapi, ekspresi yang terpampang di wajahnya itu tidak ada bedanya dengan orang-orang yang aku liat di kios-kios itu.

Datar. Sangat datar.

Agak aneh sih.

Tapi walaupun begitu, entah mengapa aku menyukai tatapan mata nya. Karena biarpun tanpa ekspresi, tatapan matanya tidak kosong.

Tatapannya.... hidup.

"Sebenarnya, apa yang kau perhatikan dari tadi?" Pertanyaan itu membuatku tersentak. Jangan sampai ketahuan aku memerhatikan dia dari tadi!

Aku menggaruk belakang kepala ku yang tidak gatal. "Eng.. Bukan apa-apa,"

Semoga dia percaya, semoga dia percaya!

Dia mengangguk, "Jika kau menginginkan sesuatu cukup bayangkan saja apa yang kau inginkan dan ucapkan selirih mungkin,"

"Aku sudah mencobanya tadi, tapi tetap tidak bisa." Kataku.

Mungkin dia kira melakukan itu sama mudahnya dengan membalikkan telapak tangan. Padahal mah susah banget! Serius. Aku tidak bohong.

"Benarkah? Yang kulihat tadi kau hanya berbicara tidak jelas, kemudian menarik rambutmu sendiri,"

"Hei!" Tidak terima dengan perkataannya, refleks aku melotot dan membentaknya begitu saja.

Dia tidak mengerti apa, seberapa perjuangan aku berusaha tadi?! Yang pasti, dia malah mengatakan kalau aku tidak melakukan apa-apa. Harga diriku terinjak! Aku kan sudah berusaha!

Kayaknya.

"Apa? Aku hanya mengatakan apa yang aku lihat,"

"Dan sepertinya penglihatanmu itu bermasalah karena tidak bisa membedakan yang mana berusaha dan hanya melakukan sesuatu yang tidak jelas," Aku berkata sinis padanya, tidak terima jika usahaku dari tadi hanya dianggap melakukan hal yang tidak jelas.

Dia mengangkat bahunya, lalu berbalik seperti ingin pergi. "Ingat saja perkataanku tadi,"

Dan sebelum ia pergi, aku memberanikan diri menahan pergelangan tangannya.

"Sebenarnya, kau itu siapa?"

Dia membalikkan badan dan menatapku, "Raeger."

Aku mengernyitkan dahi, "Itu namamu? Kau punya nama?"

"Ya... Kukira tadi kau bertanya siapa namaku,"

"Tidak, tapi tak apa. Sebenarnya bukan itu maksutku,"

"Aku hanya kebetulan lewat, jadi tidak perlu kau pedulikan."

Dia melepaskan tanganku yang ada di pergelangannya dan berbalik lalu pergi. Lagi-lagi aku menatap kepergiannya sampai sosoknya itu tidak terlihat lagi dipandanganku.

"Raeger..." gumamku. Lalu aku membelalakan mata saat tersadar sesuatu.

"Eh tunggu! Aku lupa apa yang ia bicarakan tadi!" aku menjambak rambutku, frustasi dengan keadaan sendiri.

*****

Sial. Sangat sial.

Ku sandarkan punggungku pada batang pohon dibelakangku. Yaa, begini lah akhirnya. Aku tidak bisa memunculkan apa yang ku inginkan.

Setelah - berusaha mengingat - dan melakukan apa yang diajarkan pemuda tadi berkali-kali namun tetap juga tidak membuahkan hasil. Aku menyerah dan benar-benar lelah, sehingga aku tidak peduli lagi dengan apapun.

Oh, tentang pemuda tadi itu pengecualian. Aku tidak bisa tidak peduli dengannya, apalagi setelah mengetahui dia mempunyai nama.

Raeger..

Dia memang ingat namanya atau mengarang sendiri, ya? Mengingat diriku yang tidak bisa ingat apapun perihal identitas, aku penasaran dengannya yang bisa memiliki nama.

Sebenarnya, dia itu siapa?

*****

Aku membuka mata, dan merasakan pegal pada sekitar leher dan punggungku. Inilah akibatnya jika tidur duduk apalagi dengan sandaran yang keras.

Meregangkan badan dan aku mulai berfikir apa yang akan aku lakukan hari ini.

Hari ini masih sama dengan kemarin, penuh kabut dan aku masih belum mengingat apapun. Aku prihatin dengan keadaanku sendiri. Dan lagi, kenapa aku tidak juga panik? Aneh bukan, saat berada di tempat asing dan tidak mengingat apapun tentang diri sendiri, namun aku tetap tenang. Seolah kejadian seperti ini sudah biasa terjadi. Oke mari kita jabarkan apa saja yang masih tidak ku ketahui.

1. Kota ini,

2. Raeger,

3. Me, of course

Lalu, tiba-tiba aku merasa tidak nyaman dengan mulutku.

Haus. Aku haus. Mulutku kering. Mataku menjelajah sekelilingku, barangkali ada air atau tanda-tanda keberadaan air. Seperti suara sungai mungkin, mengingat aku yang sepertinya sedang ada ditengah hutan. Jadi bisa saja, kan?

Aku bangun dari posisi dudukku, lalu mengamati sekitar. Menajamkan pendengaranku berusaha menangkap suara deruan air

"Hm?" Gumamku. Melangkah lebih jauh lagi, sembari berdoa semoga aku dapat menemukan air. Karena serius, mulutku sangat kering dan itu sangat menyebalkan.

Tiba-tiba telingaku menangkap sebuah suara. Gemericik air. Aku mendesah lega lalu segera mengikuti arah suara itu. Dan ternyata ada sungai. Aku tersenyum kecil karena dugaanku tadi tepat, dengan sedikit berlari aku mendekati sungai itu lalu memuaskan dahagaku disana.

Setelah puas aku memutuskan untuk melanjutkan 'petualangan' aneh ku dengan menyusuri hutan lebih dalam. Aku melangkah dengan tenang, sembari melihat-lihat sekitar. Disini, benar-benar sunyi, ya? Namun lama kelamaan aku menyadari ada sesuatu yang janggal. Aku merasa ada yang memerhatikanku dari tadi.

Tapi, daripada merasa ketakutan aku lebih merasa tidak nyaman. Apa tujuannya? Seingatku aku tidak berbuat apa-apa, dan sejauh ini juga aku tidak melakukan kesalahan apapun - seperti percobaan mencuri kemarin contohnya - Aku tetap berjalan dengan tenang, sesekali bahkan sengaja berhenti atau menengok kebelakang dengan cepat. Ya ampun, bahkan sekarang ini mulai menyenangkan!

Aku mempercepat langkahku agar bisa cepat keluar dari hutan ini. Karena siapa tau aja aku dapat mengetahui 'siapa' yang mengikutiku itu, kan? Namun, langkah kakiku refleks berhenti saat mendengar suara ranting kayu yang patah karena terinjak sesuatu.

Crunch

Oh my god...

Aku menyeringai. Lagi-lagi dugaanku benar. Ada yang mengikutiku dari belakang!

Oh tuan penguntit, ternyata kamu tidak cukup berpengalaman menjadi penguntit. Dasar ceroboh! Engh.. Enaknya ku apakan, ya?

Aku langsung memikirkan hal-hal yang dapat kulakukan untuk membalas penguntit jadi-jadian itu. Dia... Sangat salah memilihku sebagai target nya.

Seharusnya sih, aku tidak perlu juga untuk membalas perbuatannya. Cukup hampiri dia dan bicara baik-baik apa alasannya mengikutiku dari tadi.

Tapi.. Dimana keseruannya kalau begitu?

Entah kenapa, aku tau kalau diriku bukan orang yang suka menyelesaikan masalah dengan kepala dingin.

Aku mengernyitkan dahi saat pemikiran itu tiba-tiba hinggap di kepalaku. Sudahlah, nanti saja dipikirkannya. Lebih baik sekarang memikirkan hal apa yang dapat kulakukan untuk membalas sang tuan penguntit?

***

Voment jangan lupaa^^

Salam, ToGe 🌱

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MIRIFICENTIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang