Chapter 4

44 6 0
                                    

Entah mengapa, Zarra sangat sulit untuk fokus dengan materi yang diajarkan gurunya sedari tadi. Ucapan Bimo kemarin selalu terngiang di otak gadis itu. Sebenarnya tidak berat untuk memaafkan seseorang. Namun berada di dekat Rey membuatnya selalu mengenang apa yang pernah terjadi. Dan hal itu kembali membuat nya sakit hati. Ia tidak ingin menyakiti hatinya.

Ia juga sempat memikirkan apa yang terjadi baru-baru ini. Leon yang menghilang tiba-tiba, tanpa kabar bahkan batang hidungnya sudah jarang terlihat. Lalu Rey yang entah bagaimana bisa pindah ke kota ini dan sekolah di tempat yang sama dengannya. Tidak mungkin sebuah kebetulan sebanyak itu. Di kota yang sama, perumahan yang sama hanya beda blok, lalu sama sekolah dan sekelas, lalu tempat kursus bahkan band yang sama. Ia merasa hidupnya mulai menyedihkan.

"Zarra?" panggil gurunya tiba-tiba.

Mampus! Gue ketauan ga merhatiin pelajaran, batin gadis itu.

"Tolong hapus papannya trus kerjain nomor 6!" Zarra segera melihat buku paket milik Donna dan melihat nomor 6. Untung saja dia mengerti.

"Bisa, Zarra?" tanya guru nya itu. Ia pun mengangguk dan segera menuju ke depan kelas untuk mengerjakan soal itu di papan tulis.

***

"Lo gak chat si Leon?" tanya Donna. Dan gadis itu hanya menggeleng.

"Kenapa?". Gadis itu menghela nafas panjang. Efek dari unmood.

"Balesan gue dari kemaren aja belum dibaca."

"Nah! Kirim pesan lagi. Biar dibaca, bego!". Gadis itu mendelik kesal dan mulai menatap Donna.

"Gue nge chat duluan? Gengsi!" tukas gadis itu. Sedangkan temannya hanya menggeleng dan kembali fokus dengan handphonenya.

"Ra?" panggil seseorang yang tidak diharapkan kehadirannya oleh Zarra.

"Hmm?". Rey sudah tidak terkejut lagi dengan sikap dingin gadis itu.

"Aku mau ngomong. Bisa?". Gadis itu terdiam. Ragu untuk mendengarkan penjelasannya. Ragu apakah hatinya bisa menerima ucapan maaf dari mantan sahabat nya itu.

"Nanti aja deh," ujar gadis itu malas.

"Mumpung free class, Ra," ujar Rey memohon. Gadis itu menghela nafas panjang dan bangkit dari tempat duduknya. Rey pun senang karna akhirnya Zarra mau mendengarkan penjelasannya.

"Bim!" teriak Zarra. Bimo langsung menoleh.

"Panggil Alan! Trus lo berdua ke belakang!" titah gadis itu. Rey heran mengapa gadis itu malah memanggil temannya.

"Jangan jangan gue mo dikroyok lagi," batin Rey.

"Ih, lu aja!" elak Bimo.

"Ya udah kalo gak mau!". Gadis itu langsung menuju kebelakang kelas.

"Ngomong!" ujar gadis itu ketus. Rey menghela nafas panjang dan membuangnya pelan.

"Maaf karna aku gak percaya sama kam-"

"Jangan pake aku-kamu! Jijik dengernya!" potong Zarra. Hati Rey sedikit mencelos. Rey semakin sadar bahwa dia sudah terlalu menyakiti Zarra.

"Apa, Zar?" tanya Alan dibelakang Rey.

"Lo berdua duduk disini!" titah gadis itu sambil menolehkan kepala ke tempat yang kosong. Dan kedua temannya itu pun menurutinya.

"Lanjut!" ucap gadis itu. Terkadang jika dia sudah membenci seseorang, lagak nya memang sangat menyebalkan.

"Gue mau minta maaf sama lo karna gak percaya sama lo. Harusnya gue ngerasa aneh pada saat Regina nuduh lo yang gak gak. Ga mungkin seorang sahabat ngejelekin sahabatnya,"

The Grey GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang