Putri tersenyum di depan cermin. Sejak kencan singkat dirinya dengan Yuda, hari-hari yang ia lalui terasa begitu mudah. Segala sesuatunya terlihat menyenangkan di matanya. Mungkin ini yang dikatakan orang-orang tentang kekuatan yang muncul saat kau jatuh cinta; Saat kau jatuh cinta, kau akan merasa orang yang terbahagia sedunia. Tiba-tiba saja dunia yang kejam ini terasa begitu hangat dan menyenangkan. Rasanya seperti kau siap diberikan pekerjaan sebanyak apapun juga, kau akan tetap sanggup mengerjakannya. Bahkan dengan senyuman yang terlukiskan.
Malam sepulangnya Putri dari perjalanan singkatnya dengan Yuda, dia berpikir sepanjang malam. Bahwa dia akan pasrah dengan perasaan ini. Mencoba untuk tetap mencintai Yuda dengan hati yang keras kepala. Bukankah setiap rasa berhak untuk diperjuangkan?
__
Yuda menghampiri Putri yang tengah sibuk dengan pekerjaannya. Dia meletakkan susu pisang kesukaan perempuan itu di mejanya. Membuat perempuan itu menoleh. Seketika itu juga Putri terkejut sejenak. Kemudian mereka saling melempar senyum. Virus merah jambu telah berkembang dalam tubuh mereka berdua. Nyatanya, mereka tak ingin menghilangkan virus merah jambu itu. Mereka memilih untuk terjangkit virus itu berdua, menikmati bahagia yang tercipta bersama.
Dibalik kebahagiaan yang tercipta, akan selalu ada kesedihan yang menyertai setelahnya. Seperti saat ini, Yuda lagi-lagi dilanda kegalauan yang luar biasa. Kali ini bukan sesuatu hal yang sepele. Ini hal serius.
"Apa maksudnya?" Yuda setengah berteriak.
"Kau harus ke Bali, jika masih ingin bersamaku. Aku tak bisa berbuat banyak. Aku sudah mencoba semampuku. Sekarang, giliranmu. Itu juga kalau kau masih ingin mempertahankan aku. Mempertahankan hubungan kita."
Kemudian panggilan terputus.
Yuda menjambak rambutnya kuat-kuat. Kenapa harus sekarang? Dari banyaknya waktu kenapa harus sekarang? Di saat Putri sudah mulai membuka hati. Di saat Putri juga merasa bahwa dirinya begitu berarti. Kalau begini siapa yang harus ia perjuangkan dengan sepenuh hati?
"Aku boleh duduk di sini, Kak?"
"Eh, Nit. Boleh, silakan."
Anita tak sengaja lewat. Tadinya hanya ingin memesan es kopi dan membawanya ke kantor. Tapi tanpa sengaja mendengar teriakkan Yuda yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Aku boleh beri sedikit masukkan?"
"Eh?"
"Ikuti kata hati, Kak. Hati tak pernah salah. Singkirkan sejenak ego. Cinta bukan hanya perihal kenyamanan. Cinta juga perihal perjuangan. Pikirkan perjuangan yang sudah dilewati dengan pacar Kakak."
"Tapi aku mencintai Putri, Nit," sanggah Yuda.
"Kau yakin itu cinta? Bukan hanya obsesi semata?"
"Kenapa kau bisa bicara begitu?!" nadanya mulai meninggi.
Anita meminum es kopinya. "Kalau kau cinta Kak Putri, kenapa masih mempertahankan perempuan lain?"
Yuda terdiam cukup lama. Seketika memori bersama kekasihnya berputar kembali di dalam benaknya. Berputar seperti rentetan film. Kenangan ketika awal mereka bertemu, hingga kenangan perihal perjuangan yang sudah mereka lalui bersama selama ini. Perempuan itulah yang selalu menemani pada masa-masa tersulitnya. Bukan Putri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANALOGY #1 : Merayakan Kehilangan [EXTENDED]
RomanceSemua kisah terjadi dan bermula dari cafe itu. Tentang cinta yang tak mungkin terbalaskan. Tentang rindu yang memuncak. Dan tentang pertemuan-pertemuan yang terjadi secara acak. Buku ANALOGY #1 Merayakan Kehilangan sudah dapat dipesan melalui DM Ins...