9

1.7K 112 4
                                    

Dengan cepat Nakula melaju dengan motor ninjanya. Namun ketika hendak berbelok menuju sekolah, tiba-tiba segerombolan pria berjaket hitam menghalanginya dengan motor ninja yang berwarna hitam. Semuanya serba hitam, bahkan sempat terlintas pemikiran bahwa celana dalam mereka juga hitam.

Diantara mereka ada yang solo dan ada juga yang membonceng temannya. Beberapa diantara mereka membawa tongkat bisbol. Entah untuk apa tapi Nakula yakin itu pertanda buruk.

"Woy minggir! Gue mau lewat!"

Salah satu pria itu membuka helmnya, menampilkan seringai menakutkan miliknya. Mahes, dia Maheswara. Dan Nakula tahu hal ini mengarah kemana. Tidak, ia tidak boleh berada disini. Ia harus segera keluar dari segerombolan tikus hitam menjijikan yang sedang mengerubunginya ini.

Ketika hendak menancap gas dan menerobos tikus-tikus hitam dihadapannya, tiba-tiba seseorang dari mereka memukul punggung Nakula dengan tongkat bisbol. Sangat keras hingga membuat Nakula hilang kendali lalu tersungkur ke tanah.

Para pengikut Maheswara pun memarkirkan motor mereka di pinggir jalan. Lalu menyeret tubuh Nakula yang setengah sadar itu ke gang sempit yang menjijikan.

Nakula masih sadar, namun rasa sakit membuatnya melemah sekarang. Dan itu membuat Maheswara dan para pengikutnya tertawa dengan bangganya.

Maheswara menghampiri Nakula, membuka helm Nakula yang masih menempel lalu menarik kuat kerah Nakula, menonjoknya dengan keras sampai membuat sudut bibirnya berdarah.

"Heh brengsek, lu harusnya bersyukur tinggal di London. Karena kalau lu balik ke sini, lu mirip tikus bego yang nyoba makan keju di jebakan tikus."

Nakula menyeringai sambil menjilat darah yang keluar dari sudut bibirnya. Lalu tersenyum menantang ke arah Mahes.

"Cuma orang cemen kayak lo yang pantes disebut tikus." Nakula berpaling membuang ludah, dan itu sukses membuat Maheswara mengeratkan tarikannya pada kerah Nakula. "Mainnya keroyokan."

Lagi-lagi Maheswara meninju Nakula. Sekarang di bagian perutnya, membuat Nakula terbatuk-batuk​ kesakitan. Meski begitu Nakula mencoba berdiri, ia mengepalkan tangannya di depan dada. Wajah dan perutnya mungkin masih terasa perih, namun tangan dan kakinya masih kuat untuk menahan serangan dari pengikut Maheswara. Nakula harus berdiri, ia petinju yang tidak mudah menyerah.

"Tikus ini berani ngelawan ya! Heh kalian, hajar dia!" perintah Maheswara yang langsung dipatuhi pengikut-pengikutnya. "Jangan lupa, patahin semua jari tangannya."

***

06.41

Hara bangun dengan kagetnya karena mendengar suara mesin motor yang cukup keras di bawah sana. Matanya belum terbuka sepenuhnya, ia masih beradaptasi dengan cahaya matahari yang menerobos melalui celah tirainya.

Hara mendesah pelan, jujur jika sedang datang bulan begini ia sangat malas untuk melakukan apa-apa. Rasanya, ia ingin tidur seharian di ranjang dan bermimpi dengan indahnya.

Tapi ia harus urungkan niat itu karena hari ini jadwal kelas favoritnya, kelas musik. Hara memang berjiwa seni terlebih lagi jika seni musik. Ia pandai dalam menyanyi, dan juga dapat memainkan biola dengan merdu.

Jadi, mau tidak mau ia harus bergegas sekolah, karena kelas musik hanya ada satu kali dalam seminggu. Dan begitu terkejutnya Hara ketika melihat jam di atas nakas yang menunjukan pukul 6.43. Ia langsung menyibak selimutnya dan mengambil handuk dengan cepat, lalu bergegas mandi agar tidak ketinggalan menyontek PR di sekolah.

Living TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang