27

915 60 1
                                    

Gadis itu membuka matanya perlahan, berusaha beradaptasi dengan cahaya lampu yang begitu menyilaukan. Dengan setengah sadar, ia mendapati dirinya diikat di kursi di tengah ruangan kumuh yang menjijikan.

Seketika saja jantungnya berpacu lebih cepat, nafasnya menderu tak tertahan, ketakutan menyebar dalam dirinya. Dia meronta, mencoba meloloskan diri, tapi apa daya, gadis itu lemah karena sedari tadi belum menelan apapun hingga sekarang.

Seketika saja gadis itu menangis, tergugu. Ia tidak mengerti kenapa ia dibawa kesini, ia tidak tahu apa pun. Entah apa yang terjadi, satu-satunya yang ia inginkan adalah terlepas dari semua ini. Ia ingin pulang. Meski bukan ke rumahnya, bukan menemui bunda atau ayahnya, setidaknya ia bertemu Arjuna. Merasa aman di rumah besar itu. Belajar bersama atau melakukan hal lainnya.

Dengan sedikit kekuatan yang masih tersisa, gadis itu mencoba berteriak—meminta bantuan bagi siapa saja yang mendengar. Hingga sebuah langkah kaki terdengar mendekat, gadis itu sumringah, matanya berbinar beranggapan ada malaikat yang hendak menolongnya.

Namun sebenarnya gadis itu keliru. Itu bukan malaikat penolong. Itu adalah Iblis.

"Hai."

Seorang pria tinggi hadir di hadapannya, mengenakan pakaian serba hitam dengan tongkat bisbol yang digenggam tangan kirinya. Pria itu tersenyum—licik. Menarik kursi lain, mendudukinya, dan menatap gadis malang yang ada di hadapannya.

"Hara, kan?" Masih dengan wajah liciknya pria itu bertanya. "Cantik juga," sambungnya dengan anggukan kepala, mencoba membenarkan apa yang ada di pikirannya sendiri.

"Lo siapa? Kenapa gue dibawa kesini? Kenapa gue diiket? Apa mau lo sebenarnya?"

Maheswara terkekeh melihat tingkah Hara yang menghujani dirinya dengan banyak pertanyaan. Lucu. Namun disamping itu, Hara benar-benar muak dengan orang di hadapannya. Memang benar ia tidak mengetahui atau pun mengenal Maheswara, namun saat melihatnya, menatap mata pria itu untuk pertama kali, perasaan tak nyaman menaunginya.

Ada sesuatu yang salah.

"Kenapa lu dibawa kesini?" Maheswara mengulang pertanyaan Hara. "Ya karna... gua kesepian disini. Liat deh, nggak ada orang, sepi, nggak ada siapa-siapa. Gua sedih kalau sendirian di tempat ini," sambung Maheswara dengan nada melodramatis yang menjijikan.

Hara memutar bola matanya malas, ia tahu betul ia sedang dipermainkan. Lalu seketika saja ia tersadar, ada sesuatu yang hilang.

"HP gue mana? Tas gue? Kemana barang-barang gue? LO SEBENERNYA MAU APA SIH?"

Nafas Hara semakin menderu, jantungnya kembali berpacu cepat, ketakutan, amarah, kekesalan tercampur menjadi satu.

"Semua barang lu aman." Maheswara berdiri, melangkah mendekat, lalu menarik dagu Hara hingga membuat gadis itu meringis. "Tapi lu, nggak," sambungnya sambil menghentakkan dagu Hara.

Air mata kembali lolos dari kelopak matanya yang indah, tanpa isakan. Gadis itu menangis dalam diam.

"Lo sebenernya siapa sih? Lo mau apa? Apa salah gue?" Hara tertunduk lesu. Sia-sia ia melawan, tak akan membuahkan hasil apa pun.

"Gua temennya Nakula." Sontak hal itu membuat Hara mendongkak. Ia tak mengerti. Kalau orang yang dihadapannya adalah teman Nakula, sudah barang tentu ini ada hubungannya dengan Nakula juga. Tetapi apa? Apa Nakula bekerja sama dengan pria ini? Atau Nakula musuh dari pria ini? Hara tidak tahu.

"Tapi itu dulu." Maheswara menjeda sejenak, "Sebelum dia ngelakuin sesuatu yang bener-bener jahat sama gua." Tangan Hara bergetar. "Dan gua bakal bales perbuatannya."

Living TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang