Bagian 3

77 13 4
                                    

      "Nggak." Elen menjawab dengan ketus. Ia sudah muak dengan perlakuan Alan padanya, dan sekarang Alan menawarkan untuk pulang bersama.

      "Ini sebagai permintaan maaf." Alan bersikeras.

      "Kalo nggak ya nggak." Kali ini Elen menatap Alan dengan tatapan nanar. Matanya masih bengkak, tetapi tidak ada air mata.

     "Yaudah." Alan sudah gemas dengan penolakan Elen. "Tapi kalo lo di jambret, jangan panggil nama gue." Alan menambahkan dengan nada menggoda.

     "Jijay, ngapain harus manggil lo?" Elen pun menghentikan taksi yang lewat dan berlalu pergi meninggalkan Alan. Sendirian.

***

     Hari ini sabtu. Cuaca cukup mendung, mungkin sekitar 1 jam kedepan hujan akan turun. Waktu masih menunjukan pukul 10.15 pagi. Semua murid SMA Garuda sedang beristirahat untuk makan siang. Elen, Dinan, dan Leha berjalan menuju kantin.

     Sesampainya dikantin Elen dan Leha langsung duduk di meja paling pojok, untuk empat orang. Sedangkan Dinan memesan untuk mereka bertiga. Menu makanan favorit mereka sama. Mie ayam dan jus jeruk. Hanya saja Elen dengan sebungkus coklat. Setelah memesan, Dinan segera kembali ke meja untuk mereka bertiga, dengan membawa pesanan masing-masing. Mereka pun makan dengan hikmat. Dalam waktu 15 menit, mangkuk isi mie ayam mereka sudah tandas. Tinggal jus jeruk saja yang masih sisa. Elen pun mengambil coklatnya. Karena melihat coklat ia ingat kejadian kemarin.

     "Kemarin gue nangis." Elen mulai bercerita.

     "Gue tau, pasti karena coklat lo kan?" Dinan menambahkan.

     "Karna? Coba kemarin gue nggak pulang cepat karna sakit perut." Leha ikut kepo.

     "Bukan hal yang pantas untuk di certain kok." Elen tidak lagi mood untuk bercerita, setelah mengingat wajah Alan.

     "His.." Leha dan Dinan menyahut berbarengan.

     "Lo pada tau Alan nggak?" Elen kembali berbicara.

     "Dia satu kelas kan ama lo." Dinan menjawab dengan wajah datar.

     "Si Alan? Dia kan satu kelas ama kita Len, ngapain ditanyain?" Leha bertanya sambil menyeruput es jeruknya.

     "Gue tau kok, dia terkenal banget." Elen menghembuskan nafas panjang.

     "Iya, dia nakal juga Len, jangan lupa. Dia aja naruh kecoa didalam tasnya si Tiara." Leha bergidik.

     "Emang kurang ajar." Elen menggumam pelan. Ia melirik Dinan yang sibuk dengan hanphonenya.

     "Tumben lo Tanya, kenapa?" Leha melirik Elen dengan tatapan kepo.

     "Nggak." Elen menampilkan wajah jutek.

     "Ciee.. lo suka dia?" Leha sok tau. Dinan langsung melirik Elen.

     "Beneran lo suka dia?" Dinan masuk dalam percakapan.

     "Jijay, enggak lah." Elen bergidik.

Tiba –tiba dari belakang Elen ada yang mencubit kedua pipinya.

     "Cie, lo ngomongin gue nih?" Alan menampilkan senyum yang penuh sirat jengkel. Elen segera melepaskan kedua tangan Alan, lalu berdiri.

     "Alan banyak." Elen menjawab ketus.

     "Di sekolah ini Alan cuman gue." Alan memasukkan kedua tanganya disaku celananya.

Dinan dan Leha hanya diam sambil menatap Alan dan Elen bertengkar, untung kantin tidak seramai tadi.

     "Ada, Alan kelas 12." Elen mulai gugup.

     "Itu Alwan. Apa perlu gue ngeja buat lo?" Alan tersenyum penuh kemenangan.

     "Ih tau ah. Bye." Elen segera bergegas kembali ke kelasnya. Ia meninggalkan Dinan dan Leha yang terpaku tidak bergeming sedikit pun. Alan hanya melihat Elen yang berjalan cepat, lalu kembali menatap Dinan dan Leha.

     "Gue yang buat dia nangis kemarin." Alan pun berlalu pergi.

Waktu Tuk Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang