Taeyong menyukai jalanan kota ini saat pagi hari, begitu lengang, dan damai. Tidak ada orang-orang yang bertatap muka saling melempar senyum, tapi melempar cemoohan dibalik punggung.
Terlalu banyak sandiwara yang dimainkan para manusia di kehidupan ini. Oh, betapa sial Taeyong bahwa dia juga manusia yang penuh tabir penghalang.
Penuh sandiwara sejak ia mengerti cara kerja mulut nya, mengatakan tidak peduli akan keberadaan orang tua yang membuangnya, tapi jauh dalam hatinya dia ingin memaki, dan meraung didepan mereka yang telah membuat Taeyong hadir di dunia ini.
Dan bahkan lebih ingin mati saja saat tau bahwa jantungnya juga tidak mau membuatnya hidup lebih lama dan bahagia. Seakan akan memperkokoh bukti bahwa kehidupan ini menolak Taeyong sepenuhnya.
Tapi semua hal yang dia lakukan hingga detik ini, hanya semata-mata ingin terus melihat pelindung-nya.
Seseorang yang selalu menemaninya, melindunginya, dan bahkan mengawasinya dari ujung tempat tidurnya saat dia terlelap.Taeyong sangat ingin percaya, bahwa orang yang selalu menemaninya sejak ia berulang tahun untuk pertama kali, hingga saat ini di usianya yang hampir seperempat abad adalah orang sama dengan dia yang menjadi kekasihnya beberapa tahun terakhir ini.
Jaehyun.
Jung Jaehyun.
Jung Jaehyun-nya.
Taeyong berfikir Jaehyun adalah satu-satunya yang mengharapkan dia hadir di kehidupan ini. Terus berfikir demikian selama bertahun-tahun. Membiarkan rasa aman, nyaman, dan cinta tumbuh liar didalam dirinya bersama dengan sentuhan, dan tatapan Jaehyun yang semakin memabukkan.
Melarutkan rasa takut dalam hatinya saat tau siapa dan apa kekasihnya sebenarnya. Berpegang teguh pada tatapan memuja Jaehyun pada dirinya, dan keyakinan bahwa Jaehyun benar-benar menginginkannya.
Tapi mungkin itu hanya terjadi di kepala Taeyong saja, bahwa Jaehyun benar-benar memujanya, mungkin itu hanya khayalan. Hanya angan angan seseorang yang sangat mendamba rasanya kasih sayang dan mendapatkan perlindungan.
Taeyong menghela nafas lelah, dia takut akan banyak hal. Takut Jaehyun meninggalkannya, takut jika nanti saat jantungnya berhenti dan dia mati, tubuhnya akan membusuk didalam kamar apartemen nya yang dingin tanpa ada yang menyadari bahwa dia sudah mati.
Dan yang paling membuatnya bergidik adalah, pemikiran bahwa Jaehyun hanya membutuhkan sedikit waktu untuk melupakan dan mencari pengganti dirinya.
"Lee Taeyong!"
Pekikan pemuda yang berdiri didekat pintu masuk tempat kerjanya membuat Taeyong dipaksa kembali pada kenyataan. Wah, kakinya sangat mandiri, melangkah dengan selamat ke tempat tujuan dengan sendirinya.
"Kupikir kau tidak akan bekerja hari ini," kata pemuda tadi, "kau terdengar sangat sakit kemarin, apakah kau merasa lebih baik? kedinginan? lapar? gemetar?"
Taeyong suka pemuda ini, begitu ceria dan ramah. Namanya Ten, dia ada di bagian HR tempat kerjanya, profesi yang membuat Ten mau tidak mau mengenal seluruh karyawan di tempat kerja nya. Entahlah, Taeyong tidak tau itu adalah semacam keberuntungan atau kesialan.
"Aku baik baik saja, Ten" senyum Taeyong, "ada beberapa pekerjaan penting yang harus aku selesaikan hari ini."
"Para Editor itu, mereka jadi seperti kerbau pemalas saat divisi kami mengijinkan mereka punya asisten pribadi."
"Kau tidak sedang mengeluh tentang pekerjaan-ku, kan?"
Ten tersenyum geli,
"Tidak, Sayang. Tentu saja tidak, aku senang punya kesempatan mengenal teman kecil yang manis sepertimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose
FanfictionBiarkan kepekatan itu menjadi diriku sepenuhnya, biarkan aku masuk, dan menjadi bagian dalam kehidupan mu yang panjang...