Aspettare - END

859 89 25
                                    

"Yakin dia akan sendirian didalam lift?"

"Tidak, sih."

"Bagaimana kalau ada orang lain?"

"Menurutmu apa gunanya taring-mu itu!"

"Iiihhh, menjijikkan!"

~
~
~

Taeyong tidak pernah merasa perlu untuk panik akan hal apapun, tidak peduli, tidak juga berfikir terlalu dalam dalam situasi apapun. Dia tidak pernah memikirkan bahkan tentang beberapa jam kedepan, tidak mau memikirkan hal memusingkan tentang masa depan. Yang terpenting adalah detik dimana dia masih bernafas untuk saat ini, itu lebih dari cukup.

Tapi hari itu, saat sepasang mata rupawan balas menatapnya dari balik bayang bayang buram jendela kamarnya, Taeyong bersumpah bahwa mata itu adalah satu-satunya alasan Taeyong masih bernafas hingga detik itu juga.

~
~
~

"Jaehyun Hyung datang tidak, ya?"

"Kalau Jaehyun tidak datang, ya berarti Mark akan jadi duda selamanya."

"Ya! Kalau aku mati, kan kau juga harus ikut mati. Ini kan rencanamu juga!"

"Tidak bisa, Jeno akan melakukan apa saja untuk membuatku terus hidup."

"Mark Hyung juga akan begitu padaku."

"Tidak mungkin, Mark itu pengecut."

"Mark Hyung tidak begitu, enak saja."

"Iya, dia begitu."

"Aku membencimu, Jaemin!"

"Aku juga menyayangimu, Haechan."

~
~
~

Taeyong benar menganggap dirinya kerasukan saat ini, berjalan mundur memasuki kamar sewanya dan membiarkan laki laki dengan mata rupawan itu mempersempit jarak antara mereka. Dia tesesat dalam keindahan paras itu, seluruh atensi duniawinya berpusat menjadi satu digenggaman pria itu.

Rasa dingin yang menusuk tulang tulangnya bahkan terasa sangat menyenangkan, seolah olah hawa itu adalah selimut tak kasat mata yang sudah membungkus setiap jengkal tubuhnya. Dan saat suara yang menyerupai denting lonceng surgawi itu menerobos masuk dalam pendengarannya, Taeyong sudah sepenuhnya melupakan akal sehatnya.

"Menungguku?"

Tangannya tidak ragu untuk meraih lengan pria itu yang disodorkan padanya, keras, dingin, dan kokoh. Taeyong tidak peduli bahwa tubuhnya sudah berada dalam dekapan pria tidak dikenal ini, otaknya terus memberi perintah untuk tangan rapuhnya terus membelai seluruh inch tubuh pria itu. Lengan, bahu, leher, dan wajah porselen itu. Dia merangsek masuk semakin dalam pada pelukan itu, lengan beku pria itu menuntun satu tangannya untuk melingkar pada tubuh atletisnya, semakin mempersempit jarak mereka.

Saat dia meletakkan kepalanya didalam pelukan pria itu, tangannya yang satu lagi dia letakkan pada dada kiri laki laki itu. Berusaha mencari detak jantung pria itu, tapi nihil. Tak ada tanda tanda bahwa tubuh pria ini normal, tubuh itu sama bekunya seperti air danau dalam musim dingin, tanpa detak jantung, tanpa desir aliran darah, bahkan tanpa satu tarikan nafas sekalipun.

~
~
~

"Sialan! Dia benar-benar bisa mati disini."

RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang