Cinta dan Aku

170 13 47
                                    

"Ada getaran lucu yang tiba-tiba menelusuk ke dalam hatiku, saat pertama kali aku melihatmu."

- Cantik Senja -

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Ada satu hal yang paling kubenci di dunia ini, yaitu dikagetkan secara tiba-tiba oleh makhluk tak kasatmata yang tiba-tiba muncul tepat di depan wajahku. Apalagi kemunculannya sambil melotot dengan darah yang keluar dari kelopak matanya. Aku hampir saja berteriak di tengah keramaian para pejalan kaki.

Aku balik melotot kepada makhluk berhawa dingin yang masih tak mau menyingkir dari jalanku. Dia bersikukuh menghalangiku yang sedang buru-buru pergi menuju sebuah tempat.

"Gak ada! Udah sana pergi. Ganggu aja!" Aku mengucapkannya tanpa bersuara. Tidak lucu jika aku ketahuan berbicara sendiri di tengah keramaian.

Si hantu laki-laki di hadapanku malah semakin mendekat dengan mata yang masih melotot. Duh, kalau aku bisa menyentuhnya, sudah kucongkel dari tadi mata si hantu ini.

Sebenarnya aku tahu apa yang diinginkan si hantu sialan ini, tetapi saat ini aku sedang malas meladeninya. Ada pekerjaan penting yang menungguku di kota yang baru saja kusinggahi ini. Lagi pula, kurang kerjaan sekali hantu sialan ini mengikutiku hingga sampai di sini. Tahu saja aku sedang mencoba kabur dari kota kelahiranku dan hantu-hantu yang tinggal di sana.

"Ih dibilangin gak ada. Udah abis semua uangnya aku jajanin bakso," kesalku ketika si hantu masih protes meminta bagian komisinya. "Udah ah sana minggir!"

Tanpa basa-basi aku berjalan melewati si hantu tak tahu diri ini. Kesal rasanya karena pagi-pagi sudah diganggu dengan hantu yang meminta bagiannya dari hasil uang bayaran atas pekerjaanku.

Bicara tentang uang bayaran, sebenarnya hantu itu tidak terlalu salah juga. Toh aku yang menjanjikannya.

Aku punya pekerjaan sampingan sebagai 'pengusir hantu'. Itu yang orang katakan tentang pekerjaan sambilanku. Kalau aku menyebutnya sebagai 'keisengan semata karunia Tuhan untuk menambah uang jajan jika akhir bulan tiba'. Ya, tarifku memang tidak main-main meski sekedar untuk mengusir makhluk tembus pandang itu.

Hei, jangan protes. Itu wajar. Mengusir hantu bukanlah pekerjaan mudah. Kalau mbah dukun menggunakan mantra-mantra panjang lebar, aku justru memakai kepintaranku untuk bernegosiasi. Aku cukup bilang uang komisinya dibagi dua dengan hantu itu dan masalahnya selesai. Si hantu pergi dan uang bayarannya utuh untukku semua.

Jelas saja, hantu mana bisa menggunakan uang itu. Daripada terbuang sia-sia, lebih baik kalau aku pakai untuk jajan bakso di depan kampus. Meski saat sedang makan bakso aku selalu sampai tersedak dan kadang mendadak bakso-bakso itu menyangkut di tenggorokan hingga aku sulit bernapas, karena ulah si hantu yang protes uangnya aku pakai semua.

Mengabaikan si hantu yang masih protes, aku mempercepat langkahku begitu bangunan tua yang kutuju sudah terlihat dari kejauhan. Sebuah bangunan tua bergaya khas Belanda yang sudah lama tidak ditinggali. Konon katanya sering ada penampakan di sana. Dari jaman nenek moyangnya Sashi, hantu itu telah ada di sana bergentayangan tidak jelas. Warga sekitar sampai tidak berani hanya untuk sekedar melewati rumah angker itu.

Bicara tentang Sashi, dia adalah perempuan yang jauh-jauh datang menemuiku minggu lalu untuk meminta bantuan.

"Cantik," katanya.

Aku langsung mengembangkan senyum termanisku sambil menyesap kopi yang tadi dipesankan Sashi untukku. "Aku emang cantik, tapi gak perlu sampai muji gitu. 'Kan aku jadi ge-er."

Sashi menghela napas. "Aku gak muji kamu. Barusan aku manggil kamu. Kamu Cantik 'kan? Cantik Senja yang pengusir hantu itu?"

Aku tersenyum kecut, kupikir dia benar-benar memujiku. Punya nama 'Cantik' membuatku sulit membedakan yang mana pujian dan yang mana panggilan. Jadi wajar saja jika aku terlalu percaya diri.

"Iya ... Mbak Sashi yah?"

Perempuan itu mengangguk. "Langsung ke intinya aja yah."

Aku mengangguk setuju mengingat jadwalku juga sangat padat. Maklum diantara komunitas para pengusir hantu, aku cukup populer dan jam terbangku tinggi. Jangan salahkan jika aku super sibuk. Sibuk mengusir hantu-hantu maksudnya.

Karena permintaan Sashi akhirnya aku berdiri di depan gerbang rumah tua yang angker ini. Tanpa basa-basi aku mulai membuka pagar besi yang telah berkarat dan langsung berjalan menuju pintu rumah yang bercat warna putih usang.

Uh! Sangat disayangkan. Bangunan sebesar ini dibiarkan begitu saja tanpa penghuni. Padahal lebih bagus dirobohkan saja dan dibangun kembali. Toh bukan situs sejarah juga. Untuk apa dipertahankan? Jadi tidak akan dihuni makhluk bernama hantu yang sekarang membuat warga gempar.

Aku membuka pintu perlahan. Kesan pertama yang kudapati adalah hawa mistis yang begitu kuat dari ruangan gelap yang begitu luas. Aku mengedarkan pandangan sebelum menginjakkan kaki ke dalam. Ruangan itu kosong, belum terlihat sosok tembus pandang yang menyambutku.

"AAARRRGGGHHH!!!"

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Diterbitkan tanggal :
10 Februari 2018

(723 kata)

Salam, Fe 😄😄

Ssst...! Ada Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang