"Kei! Lo lulus seleksi lomba!!"
DEG! Mati !!
Alessa masih berseru riang sambil menunjuk pengumuman. Mengabaikan Keisya yang ternganga dengan wajah pucat pasi. Pupus sudah khayalan bermesraan dengan kasur dan para anime.
"Kei! Woi!"
"He? Apa?" jawab Keisya dengan wajah polos.Alessa berdecak malas lalu menunjuk papan pengumuman lagi.
"Lo lulus! Mana ekspresimu!!"
"Ah salah ketik kaliii" semoga!! Mata Keisya melirik keadaan sekitar. Mencari celah kabur di antara orang yang bergerombol di depan papan pengumuman. Setidaknya Keisya harus menjauh sekarang sebelum Alessa memeras isi kantongnya.
"Yeee! Di bilangin lo lulus kok!! Pokok traktiran ini!!" ujar Allesa riang bersamaan dengan bel masuk yang berbunyi. Keisya tersenyum polos, diam diam bersyukur dalam hati. Keisya mengambil ancang ancang untuk berlari.
"Gue duluan Al! Byeee!!" teriak Keisya sambil berlari sepanjang koridor lantai dua. Mengabaikan panggilan Alessa. Kenapa juga bisa lulus? Padahal bagian melukis sudah dibuat asal. Tanpa sengaja menabrak bahu laki-laki yang tiba-tiba muncul dari tangga. Membuat Keisya terhuyung ke belakang.
"Woi! Jalan pake mata!" umpat lelaki itu. Keisya berdecak pelan lalu mendongak untuk melihat orang yang ditabraknya. Keisya terkekeh.
"Bego!! Jalan ya pake kaki! Anak TK aja tau!" lelaki itu menyeringai mendengar jawaban Keisya. Bukannya takut Keisya malah ikut menyeringai melihat wajah orang yang selalu berkata pedas di depannya ini.
"Apes mulu kalau ketemu lo!"
"Well, kita sekelas lagi Azka otomatis gue bakal sering ketemu lo..." ucap Keisya mengingatkan.
"Hi too ex-girl friend of my best friend" bisik Azka sambil tersenyum remeh.
"Cowok jadi jadian!" umpat Keisya. Azka mengangguk acuh mendengar jawaban Keisya.
"Heh cabe! Jangan nyerah ngelupain sohib gue ya! Byee." jawab Azka tenang dan beranjak pergi.
"Damn you!" Keisya meneruskan jalannya ke kelas.
Keisya tau, hidupnya tak bisa tenang. Selain karena lomba itu, Azka adalah alasan utamanya. Azka... Si pendiam dan bermulut pedas yang entah mengapa selalu berada di sekolah dan kelas yang sama dengan Keisya sejak TK, Keisya berani bersumpah jika mereka akan terus mengganggu satu sama lain. Azka si mulut pedas dan Keisya yang usil.
Saling mengancam atau malah sebaliknya? Saling melindungi? Siapa yang tau??
-_-_-_-_-_-_-_-
Arya mengerang frustasi, sejak kejadian makan siang dengan Silvia. Arya hampir tidak bisa berhenti memfikirkannya. Silvia yang berstatus sebagai pacar? Atau Keisya yang hanya masalalu? Ah ralat! Sekarang sahabat.
Jika Arya memilih Keisya maka Silvia akan tersakiti dan kemungkinan besar Silvia akan tau Keisya, belum lagi Keisya yang tidak ingin berpacaran dengan siapapun hingga lulus SMA. Namun jika Arya memilih Silvia, sama saja dia membohongi perasaannya sendiri, lalu bagaimana jika Keisya tidak perduli lagi dengannya? Atau malah dekat dengan yang lain?
Dan kemungkinan lain yang tiba-tiba muncul saat Arya akan memilih salah satunya. Itu yang membuat Arya pusing tujuh keliling, bagaimana tidak pusing? Disuruh mencari keliling lingkaran yang sudut, jari jari, dan diameternya tidak diketahui. Pakai rumus apa coba?
"Ar! Kenapa lo?" Arya tidak perlu menoleh untuk melihat siapa yang berbicara. Dari cara berbicaranya yang sedikit melambai, Arya sudah bisa memastikannya.
Astagfirullah biang onar datang
Arya masih diam walaupun Arief sudah duduk manis disampingnya.
"Ar! Lo ngapain?"
"Duduk." jawab Arya sambil menutup matanya. Arief memutar kedua bola matanya malas.
"Anak TK juga tau lo lagi duduk! Maksud gue, lo tuh lagi ngapain? Mikirin apa?"
"Lagi duduk sambil mikir."
"Mikir apa?"
"Masalah."
"Masalah apa?" Arya menatap wajah Arief dengan tatapan malas. Cover boleh cowok tapi mulut sama kelakuan kayak cewek. Heran! Dulu orang tuanya doa nggak sih waktu bikin Arief? Apa jangan-jangan lupa doa? Habis naena langsung Alhamdulillah terus waktu Arief keluar pada nyebut Astagfirullah?
Haha. Mungkin gitu...
"Go." ucap Arya tanpa suara, entah kenapa mood berbicara hilang sejak kemarin. Ingin rasanya lari ke Keisya dan cerita semuanya. Namun... Ah...
"Heh! Beruk! Gue tau lo ada masalah... Sini dah cerita sama gue, gue emang gak sebijak Alwi. Tapi gue berusaha bantu kok." ucap Arief, Arya diam memandang Arief dengan pandangan datar. Arya masih belum bisa mempercayai Arief meskipun mata dan ekspresinya menunjukan ketulusan.
Arief terlalu memihak Silvia. Dan itu akan mempengaruhi keputusan yang di buat. Mereka terdiam, sama-sama berfikir. Arya memejamkan matanya lebih lama. Jika tidak bercerita pasti akan menjadi beban. Arya tidak bisa bercerita ke Keisya sekarang, karena salah satu permintaan Silvia adalah menjauhi Keisya. Arya berdoa dalam hati semoga keputusannya tepat.
"Listen, gue cerita, dan gak boleh nyela!"
"Setuju!!"
"Silvia minta gue buat buka hati dan ngejauhin Keisya buat sementara. Menurut lo? Gue terima nggak??" ucapan Arya disambut dengan mata Arief langsung berbinar-binar. Kok firasat gue buruk ya?
"Jelas terimalah!!" ucap Arief dengan antusias. Bener kan? Bela Silvia lagi?
"Alasan?"
"Gini ya Arya, secara Silvia itu pacar lo dan Keisya? Bandingin deh! Lebih masuk akal mana??"
Arya mengacak rambutnya. Perkataan Arief benar, sangat benar. Yang salah adalah perasaannya, kenapa harus keberatan untuk sedikit menjauh untuk sejenak.
"Gue coba." ucap Arya pelan sambil memejamkan matanya. Berusaha menyakinkan dirinya sendiri. Arief mengangguk mantap.
"Good! Kantin?"
"No, bilangin Silvia sekalian. Gue nggak ke kantin."
Arief mengangguk lalu beranjak pergi. Arya memijat pangkal hidungnya. Keisya selalu membuat masalah, dengan ataupun tanpa sengaja. Butuh orang untuk menjaganya. Keisya tidak bisa sendiri. Tidak... Tidak...
Come on Arya! Berpikir!!
Butuh satu orang yang dapat dipercaya namun cukup dekat untuk mengawasi setiap tingkah Keisya yang kelewat normal. Setidaknya ada satu sekolah atau satu kelas dengan Keisya. Tunggu! Satu kelas? Ah... Arya tau siapa orang yang akan ia beri tugas gila ini.
Satu orang yang bisa ia percaya sekarang, Azka teman satu kelas Keisya dan sahabat Arya.
Arya
Yo! BroAzka
Yo! Apaan?Arya
I need your helpAzka
Anything my best
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart String
HumorEntah mengapa takdir sangat suka bermain dengan perasaan mereka. Saat akan bersama, seolah ada benang yang mengikat dan membuat mereka tak bisa lari kemana-mana. Namun saat salah satu dari mereka terluka, lainnya akan merasakannya. Benang itu melili...