27. Sorry

3.9K 398 39
                                    

Jimin memandang sendu sosok yang terbaring lemah di depannya. Dia mengelus pelan puncak kepala Jihyo dan mendaratkan kecupan pada dahi gadis itu.

"Maafkan aku yang tak menjagamu dengan baik Ji." Jimin menghela nafasnya perlahan. Sungguh dia merasa menjadi orang yang gagal menjaga adiknya. Gagal karena membuat Jihyo sampai pingsan ditempat umum. Dia tak habis pikir, bagaimana kalau itu terjadi saat dirinya tidak ada disana. Entah apa yang akan terjadi?

Jimin merogoh saku seragam Jihyo dan mengeluarkan sejenis suntikan kecil yang didalamnya sudah terisi cairan kuning kecoklatan. Jihyo memang selalu membawa obatnya kemanapun dia pergi.

Jimin memperhatikannya sekilas kemudian menyuntikkan obat itu ke pembuluh darah yang ada di lengan Jihyo.

"Jangan seperti ini. Cepat sadar Ji." Jimin duduk disamping Jihyo yang masih tak sadarkan diri. Tangannya menggenggam erat tangan Jihyo yang terasa amat dingin. Tanpa sadar air mata pemuda itu menetes. Dia sedih melihat keadaan Jihyo seperti ini.

Sekitar dua puluh menit berlalu, obat yang disuntikkan Jimin mulai bekerja. Telapak tangan Jihyo menghangat. Jimin tersentak saat merasakan pergerakan kecil dari genggaman tangannya. Secara perlahan kesadaran Jihyo pulih.

Jimin menarik nafas lega. Sungguh ini suatu keajaiban Jihyo bisa sadar lebih cepat. Biasanya gadis itu memerlukan sekurangnya dua jam agar reaksi obatnya terasa. Tapi kali ini Jihyo dapat pulih dengan cepat. Mudah-mudahan saja Jimin memberikan obat dalam dosis yang tepat.

"Kau sudah sadar?" Jimin tersenyum kearah Jihyo.

Jihyo mengangguk. Di bantu oleh Jimin,  Jihyo bangun dan memilih duduk. Kepalanya masih terasa berat, tapi tidak separah tadi. Dia memilih bersandar pada pundak Jimin.

"Apa Jungkook tahu?" Tanya Jihyo saat merasakan dirinya sudah lebih baik.

Jimin menggeleng. "Entah, aku tidak memberitahunya. Tapi kemungkinan saat ini dia sudah tahu. Mengingat kau tadi pingsan didepan banyak orang. Pasti sekarang satu sekolah membicarakanmu."

Jihyo mengangguk mengerti. "Jangan pernah beri tahu apapun tentang ini Chim. Aku tidak ingin membuatnya khawatir."

"Kenapa Ji? Bukankah lebih baik dia tahu lebih awal? Kenapa kau selalu menyembunyikan hal ini darinya?"

"Aku hanya tidak ingin dia tahu. Aku tidak ingin dia mengkhawatirkanku. Apalagi sampai mengasihaniku."

Jimin mendengus kesal mendengar isi pemikiran Jihyo. "Kau pikir bijaksana jika kau hanya menyimpan semua beban ini seorang diri? Kau tidak akan hanya membuat dirimu terluka. Tapi kau juga akan melihat orang lain terluka Jisoo. Sampai kapan kau bisa menyembunyikan hal ini dari Jungkook? Suatu hari nanti, cepat atau lambat dia pasti akan tahu Ji."

"Aku tahu Chim. Aku akan memberitahunya. Tapi tidak sekarang. Ku mohon mengertilah." Jihyo memandang Jimin dengan tatapan memohon. Berharap pemuda itu mengerti akan ketakutan yang Jihyo pikirkan.

Jimin mendesah lemah. Perlahan kepalanya mengangguk mengiyakan permintaan Jihyo. "Terserah kau saja Ji, apapun yang kau lakukan, aku akan selalu ada buatmu."

Jihyo tersenyum dan memeluk Jimin erat. Ia bersyukur Tuhan mengirimkan Jimin untuk menjaganya. Sepeninggal Chanyeol, hanya Jimin yang selalu ada kapanpun Jihyo memerlukan bantuan. Selalu ada saat Jihyo dalam kesulitan.

"Terimakasih Chim."

______

Jungkook berlari kencang dikoridor sekolah yang terlihat ramai. Dia tak peduli umpatan orang-orang yang sedari tadi tanpa disengaja tertabrak olehnya. Pikirannya hanya tertuju pada satu orang yang kini terbaring lemah diruang kesehatan.

REVENGE ( Jeon Jungkook ) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang