7

2.7K 101 8
                                    

SEKALI LAGI Aelyn memilih bungkam, membiarkan otaknya yang berisik membuat banyak pertanyaan dan pernyataan tentang dirinya, hingga dia tersiksa sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEKALI LAGI Aelyn memilih bungkam, membiarkan otaknya yang berisik membuat banyak pertanyaan dan pernyataan tentang dirinya, hingga dia tersiksa sendiri. Bahkan menangis pun sudah tidak bisa.

Suara ketukan pintu tidak Aelyn hiraukan. Dia hanya menatap keluar jendela kamarnya melihat ke arah balkon seberang. Kenangan masa lalu kembali mengintainya, membiarkannya sekali lagi tersiksa. Tubuhnya kembali bergetar merasakan sesak pada dadanya. Seseorang menyentuh pundaknya lembut, membuat Aelyn menoleh sebentar dan kembali menatap jendela.
"Aelyn..., ayo turun. Kamu sudah di tunggu," mau tidak mau di bangkit dari tempatnya mengambil cardigan panjang berwarna putih dan hijab langsungan berwarna hitam. Aelyn turun bersama Chessy menuju ruang tamu. Sudah dua hari berlalu sejak kejadian bahkan tamu pun baru bisa datang hari ini.

Wajah pucat Aelyn nampak sangat miris, membuat orang yang tengah duduk di sofa merasa sangat bersalah. "Baik, kami mulai perbincangan. Putri saya Elora Aelyn, saya melihatnya melakukan hal tidak senonoh bersama putra anda di mobil dua hari yang lalu. Dan dengan itu saya dan mamanya memutuskan untuk segera menikahkan anak saya dengan putra anda, sebelum aib ini tersebar" mata Kenan membulat mendengar ucapan Abraham.

Aelyn yang tertunduk pun tidak bisa lagi menahan air matanya. "Apa benar itu Kenan? Kenapa kamu ceroboh sekali? Bukankah didalam agama kita itu sama dengan zina Kenan?" suara tegas Adams membuat siapa pun akan ketakutan.

"T-tapi, Kenan sama sekali tidak melakukan hal tersebut. Dan saya tidak mungkin melakukan hal tidak senonoh apalagi perempuan itu Aelyn saya—,"

Suara bentakan Aelyn membuat Kenan terdiam. "Cukup Kenan! Percuma!" tangis Aelyn pecah dia berdiri namun baru beberapa langkah tubuhnya tumbang begitu saja kelantai. Perempuan itu tidak sadarkan diri, semua yang ada di ruang tamu panik.

Kenan mengangkat tubuh Aelyn ke atas sofa. Kenan beberapa kali menepuk pipi Aelyn untuk membangunkannya. Kenan mengerutkan alisnya, lalu menyentuh dahinya untuk merasakan suhu tubuhnya.

"Apa ada pengecek suhu tubuh??" tanya Kenan tiba-tiba, mamanya mengangguk lalu berjalan ke arah bufet di ruang tamu, dia membuka laci mengambil alat pengukur suhu. Memberikan pada Kenan, segera lelaki itu menaruh pengukur suhu itu di ketiak Aleya, sambil menunggu beberapa saat. Suara alarm penanda berbunyi dibarengi layar tempat suhu terlihat itu menjadi merah menandakan dia tidak baik-baik saja.

"40. Dia sedang demam." mama Aelyn menatap bingung.

"Sebaiknya kita bawa kerumah sakit. Kalau tidak segera ditangani bisa jadi dia akan mengalami kejang. Biar saya yang mengantar," melihat sikap Kenan dan ekspresi cemasnya itu membuat orang-orang disana tertegun sejenak.

"Aku ikut," Gio menggendong Aelyn sedangkan Kenan mengambil kunci mobil. Papanya Aelyn mengetuk kaca jendela belakang, Gio menurunkan kacanya. "Nanti kami menyusul," yang langsung di beri anggukan dari Gio.

Mobil melaju keluar area perumahan. Winter yang sedang duduk di kursi rodanya hanya memperhatikan melihat tetangganya panik, ada perasaan aneh di hatinya. Abraham menoleh mengulas senyum pada Winter. Lelaki itu juga tersenyum dan kembali memperhatikan mobil yang kian menjauh.

SerenityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang