INDIGO |PART 7 ('LAGI...')

68 5 1
                                    

Jantung Daniel berdegup kencang, ia begitu gentar ketika melihat sosok yang seharusnya ada di belakangnya sudah tak ada. Hilang entah kemana, di gantikan cairan hitam kental berbau busuk.

Di sisi lain...

Ara yang melihat itu segera melangkah menuju Daniel. Ia tau 'dia' mulai bertindak, dan apa yang akan terjadi adalah hal yang Ara tidak ingin terjadi.

Dia memiliki penglihatan yang cukup baik dalam kegelapan.

Tadinya dia pikir meninggalkan Daniel sebentar untuk mengambil lilin tak menjadi masalah baginya. Tapi ia salah-ia kecolongan.

Ketika ia kembali, Ara tak melihat Daniel berada di tempatnya tadi.

Ketika Ara mencoba memanggil Daniel-Daniel memang menyahut, tapi apa yang di katakan Daniel itu membuat Ara sangat terkejut.

Ara segera berlari menuju Daniel tapi, seketika ia berhenti. Atau lebih tepatnya terhenti!

Tubuhnya kaku tak bisa di gerakan sama sekali. Bahkan untuk mengeluarkan suara saja ia tak bisa.

'Braaaaak!'

'Sreeeeeeeeet'

'Aaaaaaaaaa....!'

Ara panik seketika ketika mendengar itu, ia mendengar sesuatu yang terjatuh dan di seret. Suara yang paling akhir yang membuatnya semkin kalut.

Teriakan Daniel menggema di telinganya, benar-benar menggema.

"Tolong... Lepaskan dia. Jangan sakiti dia... Hiks...hiks...hiks..."

"Aku mohon, urusan kalian itu denganku! Jangan bawa orang lain lagi!"

Hatinya menjerit ketika mengetahui Daniel dalam bahaya. Ketika ia mengucapkan kata lagi lidahnya terasa kelu.

Ia takut, kalut, panik. Ia tak tau harus berbuat apa. Ya tuhan! Tolong!.

Hatinya menjerit ketakutan, ia tak mau ini terjadi lagi.

Kata lagi itu terus menggema berulang di telinganya.

Lagi...

Lagi...

Lagi...

Lagi...

Lagi...

"Berhenti! Stop! Aku mohon!"

Lagi...

Lagi...

"Tidak! Tidak lagi.... Hiks"

Lagi...

Lagi...

Lagi....

Di tengah kekacauannya dengan pikirannya, ia mendengar sesuatu.

Sesuatu yang di seret.

Bukan yang di seret.

Tidak, ketika ia melihat apa itu. Ia tau lebih tepatnya Menyeret.

Ia melihatnya, wanita dengan rambut panjang berwajah hancur dengan setengah badan yang menjijikan.

Mahluk itu menyeret dirinya menggunakan tangannya, mahluk itu menyeret dirinya ke arah tangga.

Ketika ia sampai di depan tangga rumah Ara, ia menengokkan wajahnya melihat ke arah Ara yang masih mematung tak bisa bergerak.

Mahluk itu seperti memandang mata Ara. Memandang itu bukan dalam artian yang sebenarnya, karena dimana seharusnya ada bola mata tapi di situ tak ada. Bahkan lubang untuk bola matanya tak ada. Polos, rata, seperti memang tak ada apapun di sana.

Bibir mahluk itu tersenyum, atau lebih tepatnya menyeringai. Mulutnya sobek sampai leher. Benar-benar menjijikan.

Mahluk itu memalingkan wajahnya lagi.

Ia kembali melihat ke atas, ke ujung anak tangga teratas. Ia kembali menyeringai, secepat kilat ia merangkak melewati tangga dengan tangannya. Dan menghilang dalam kegelapan.

Air mata Ara terus mengalir. Ia takut, ia tak bisa apa-apa.

Ia terlalu lemah. Hingga merek yang malah mengendalikan dirinya.

Dirinya ingin memberontak tapi tak bisa. Jiwanya telah terikat. Bebas dari keterikatan itu artinya kematian.

Ia ingin mati, tapi mereka selalu bisa menggagalkan dirinya untuk mati.

Dirinya sangat menderita. Kehilangan orang tersayang bukanlah hal yang selalu Ara inginkan.

Dirinya kesepian selama ini. Dulu ia bahagia bersama orang tuanya, tapi semenjak orang tuanya meninggal ia kesepian.

Walaupun ia diasuh oleh saudara ibunya, tapi ia tetap merasa kesepian.

Di saat dia telah kehilangan tugu dalam keluarga, penopangnya. Semuanya terasa hambar.

Yang walaupun saudara akan terasa seperti orang asing. Menyakitkan, kehidupan ini tak adil padanya.

Kenaoa ia tak bisa bebas seperti yang lainnya? Ia ingin seperti teman-temannya tapi selalu tak bisa. Mengapa?

Walaupun ia mati sekalipun, ia takkan bisa terlepas dari segala urusan dengan mereka. Malah ini akan menambah beban yang dia jalani.

Tubuhnya terus memberontak, melepaskan pengaruh yang mempengaruhi dirinya.

Ia seketika teringat sesuatu yang pernah di katakan ibunya.

'Amarah adalah musuh manusia. Emosi dan nafsu adalah kunci kehancuran manusia. Tenangkan dirimu, pusatkan otakmu. Temukan secercah cahaya di tengah kegelapan. Buang setitik hitam dari segudang kemurnian.'

Ia mulai menenangkan dirinya.

Memusatkan otaknya untuk melepaskan belenggu yang mengurung dirinya.

Energi dalamnya mulai terpusat, ia mulai merasakan aliran darahnya kembali normal.

'Byaaaaaaaar!'

Lepasnya belenggu itu juga di iringi pecahan kaca di rumahnya. Energi dalam yang di serap Ara sangat besar hingga membuat kaca-kaca jendela rumahnya pecah.

Tubuhnya terhuyung kedepan-ia bebas.

Ia bangkit, dan berlari menuju lantai dua.

Ketika ia sampai di lantai dua, ia melihat ke sekeliling. Kosong! Tak ada apapun. Tapi di sana suasana sangat mencekam.

Ia mulai mencari, satu persatu ruangan di lantai dua ia buka tapi ia tak menemukan Daniel di sana.

Hingga ia melihat tetesan darah.

Ketika ia mengikuti jejak darah itu, darahnya semakin banyak. Hingga ia tiba di depan pintu, satu-satunya ruangan yang belum ia periksa. Kamarnya!.

Ia melihat dari bawah celah pintu ada genangan darah yang mengalir keluar kamar.

Dengan segera ia membuka pintu kamarnya.

"DANIEL!"


























































============================================

Hai aku menuhin janji aku nih, double updet hari ini. Enjoy reading ya, thanks karena udah terus tunggu dan baca cerita aku.

Gak tau mau kapan lagi updet tapi aku usahain secepatnya ya...

See you next chapter!

Bye! Jangan lupa vote and commentnya!






Salam hangat

( TIFVANGRA BUNGA RESTA )

INDIGO - HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang