CHAPTER 5; REALLY?

28 4 0
                                    

"Adakah yang lebih indah dari pelangi? Lebih sakit dari patah hati?"

-Reina

Malam ini hujan turun lagi dan membasahi genting genting setiap rumah. Kali ini Reindy lah yang menatap hujan itu dengan tatapan sendu. Ia sama sekali tak tega melihat penderitaan adiknya itu, bahkan ia sama sekali tak memikirkan orangtua sebenarnya.

Ia beranjak dari tempatnya dan pergi keluar kamar. Ia menuju ruang keluarga, disana sudah ada ibu dan ayahnya. Reindy segera duduk disamping ibunya dan bergelayut manja.

"Ehh Reindy udah besar masih aja manja ama Bunda, gak malu ama Reinhard?" Tanya Jaka ayahnya Reindy

"Biarin... yang penting Reindy sayang ama Bunda. Wlek" ejek Reindy pada Jaka. Tingkah mereka yang lucu dan unik itu selalu menghidupkan keadaan keluarga mereka

"Tapi kalo bundanya gak sayang sama kamu gimana?" Bergantian. Kini Sonia alias ibunya Reindt yang bertanya. Wajah Reindy berubah menjadi kesal dan cemberut

"Yaudah! Reindy sayang ayah aja" jawab Reindy dengan senyuman yang menggelikan menurut Jaka. Reindy mendekatkan diri ke Jaka namun Jaka udah menghindar beberapa kali kebelakang dan punggungnya tepat mengenai dinding dan mengunci dirinya. Kini Jaka bingung harus bagaimana, ia sangat tersiksa dengan pelukan anaknya yang menggelikan. Reindy melompat dan naik keatas tubuh ayahnya, dengan penuh kekuatan Reindy menggelitik tubuh Jaka.

"Uhh udahhh Reiii" teriak Jaka

"Reeiiinnddyy  beerhentii ghakk?"

"Kkahhlooh kamuhh ghakk berhentihh ayahh bakalan jodohinhhh kamuhhh samahh ankhhnyaa tante Egihh"

Dan seketika Reindy melepaskan gelitikannya dari sang ayah, ia mengingat bagaimana awal bertemunya ia dengan anaknya Egi yang sangat memalukan.

"Haha... kalo udah dengar nama Tante Egi kamu kok tegang gitu sih Ren?" Tanya ayahnya yang baru saja disiksa oleh Reindy

"Dia itu M.E.M.A.L.U.K.A.N.!" Tegas Reindy yang menekan kan kata 'memalukan'

"Haha... kamu lucu kalo lagi cemberut. Btw, kamu udah mau tamat dari SMA belum dapat pacar nih?" Tanya bundanya

"Belum bun. Belum ada yang pas" jawab Reindy

"Belum ada yang pas atau memang gak laku?" Ejek Jaka

"Ayah ngeselin. Titik!" Kesal Reindy dan segera beranjak menuju kamarnya kembali. Ia mendapatkan adiknya sedang belajar dengan musik yang berputar.

"Gak liat hujan?" Tanya Reindy yang membuat aktifitas Reinhard berhenti sejenak. "Nggak" jawab Reinhard singkat

Reindy menghela nafas dan naik ke kasur milik mereka berdua. Tiba tiba saja terlintas nama Reina didalam pikirannya. Wajahnya yang manis serta matanya yang bulat menambahkan kesan sempurna pada pemilik wajah itu. Dengan pandangan pertama, Reindy mengagumi sosok Reina.

"Eh Rei, kamu tau gak Reina anak kelas 10 itu. Sekelaskan ama mu?" Tanya Reindy pada Reinhard, sebagai jawabannya Reinhard hanya menganggukkan kepalanya yang berarti 'iya'
"Dia ternyata manis, aku baru nyadarin sekarang njir" sambung Reindy yang hanya dihiraukan oleh Reinhard

"Dingin amat, awas jadi beku!" Timpal Reindy dan segera memasuki dunia mimpinya

Reinhard menghela nafasnya, sedari tadi ia hanya berpura pura fokus pada bukunya namun pikirannya melayang pada perkataan abang kelasnya tadi saat bersekolah

Reinhard berjalan dilorong sekolah menuju ke kelasnya. Keadaan yang sepi ia manfaatkan untuk menyendiri, keadaan ini yang ia sukai. Ketenangan tanpa ada gangguan. Namun tiba tiba saja dari arah belakang ada yang menarik kera lehernya sehingga membuat dia harus berdiri menyamakan tingginya dengan lawan. David Calitson. Ialah yang selalu menganggu ketenangan Reinhard. David selalu merasa emosi jika sudah melihat Reinhard. Entah hal apa yang telah terjadi Reinhard sendiripun tidak tau.

"Gue tau semua tentang lo, orangtua lo, hidup lo, masa lalu lo dan juga....
Cinta pertama lo!" Ujar David dengan tegas "oh yah, jangan lupakan juga tentang keberadaan ibu lo yang udah mati itu, upss sorry gue gak maksud ngungkit cuman kan secara real nya kan ibu lo emang beneran udah mati" sambung David.

Reinhard yang merasa tidak terima akan lecehan David tentang ibunya itu segera melayangkan tinjuannya kearah wajah David. Nyaris saja wajah David babak belur jika saja Reinhard tidak segera menghentikkan pukulannya dan menarik kembali tangannya. Bukannya ia takut hanya saja ia tak ingin bermasalah!

"Kenapa? Lo takut? Ck, udah gue duga lo itu underdogs!" Remeh David dan melepaskan tangannya yang tadi menarik dan menahan kerah baju Reinhard. David pergi dari hadapan Reinhard.

REITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang