CHAPTER 10; MIND?

24 3 0
                                    

"Kamu bisa bohongi orang lain melalui mulutmu namun kau takkan bisa membohongi perasaanmu dari lubuk hatimu"

-Reinhard

Mobil hitam itu akhirnya berhenti didepan rumah megah. Reina dan ayahnya baru saja sampai dengan barang barang yang lengkap dari asalnya. Rumah itu lebih besar dari rumah lama mereka.

"Ayah, kita hanya tinggal berdua saja disini?" Tanya Reina dengan gugup

"Ya"

Reina menelan ludahnya dengan susah. "Bagaimana nanti jika ada hantu dirumah itu? Atau maling? Pembunuh bahkan bisa saja masuk kapanpun kerumah ini" batin Reina

"Eiii.... jangan berpikiran yang aneh aneh. Dirumah ini terdapat banyak CCTV serta pengawas gerbang dan pembersih rumah" jawab Eko yang seakan tau dengan pikiran anaknya itu

Reina hanya mengangguk sebagai jawabannya. Bagaimanapun ia  harus mulai terbiasa dengan rumah megah ini. Mereka memasuki rumah itu saat beberapa penjaga membukakan gerbang itu dengan lebar serta membawakan barang mereka bagaikan raja dan putrinya di istana

"Ayah, kamar Ririn dimana?" Tanya Reina begitu mereka telah masuk kedalam rumah yang oenuh dengan kaca itu

"Diatas, bagian depan yah sayang. Ada namanya kok dipintu itu" ucap ayahnya kemudian pergi menuju kamarnya. Reina segera menaiki tangga itu dan mencari kamar tersebut.

Ia menemukannya dan langsung masuk. Ia mendapatkan bentuk dekorasi kamarnya yang begitu feminim. Cat bewarna pink dan biru berpadu seakan ingin menyatu dan menyambut kedatangan sang ratu. Ini sangat spesial.

Ia membaringkan tubuhnya dikasur yang telah disiapkan dikamarnya itu. Dengan segera ia berlari menuju jendela kamarnya. Menatap dua lelaki remaja yang sedang bermain basket dengan penuh semangat. Reina menyipitkan kedua matanya. Sepertinya ia mengenal salah satu dari lelaki itu. Tapi dimana? Reina berfikir sambil terus menatap lelaki itu. Waiitttt..... Reina seakan teringat dengan lelaki menyebalkan dikelasnya. Bertingkah sok beku padahal kayak dugong. Yah siapa lagi jika bukan Reinhard. But, who him friend? Reina tak pernah melihatnya dikelas.

Reina terus menatap keduanya tanpa ia sadari kedua lelaki tersebut membalas tatapannya. Reinhard sesikit terkejut dengan kehadiran Reina dirumah kosong itu. Apakah rumah tersebut telah laku dijual oleh pemiliknya? Pikir Reinhard.

"Eh Rei. Itu tuh yang gue bilang tetangga baru. Cantikkan? Gue dengar dengar ceritanya dia udah gak punya ibu lagi. Kasihan banget" ucap Beni dramatis. Bukannya menjawab, Reinhard malah mendekat ke pagar rumahnya dan menatap lekat Reina. Reina pun tersadar kembali dan merasa jika ia telah memandang Reinhard terlalu lama apalagi ia telah tertangkap basah. Tatapan Reinhard yang begitu mendalaminya membuat rona di kedua pipi Reina muncul. Reina memalingkan wajahnha kesamping dan segera pergi dari tempat itu. Ia malu. Ia merutuki kebodohannya yang menatap Reinhard seperto terkagum kagum. "Ihh begooo... Nana begoo... mampus deh besok gue, malah dia balas tatapan gue lagi. Ancur gue masss" batin Reina sesekali memukul pelan kepalanya

Reinhard tersenyum melihat Reina salah tingkah saat Reinhard menatapnya. Tanpa ia sadari Beni melongo menyaksikan sahabatnya itu tersenyum dengan alasan bukan karena Beni ataupun Gilang bahkan keluarganya saja sangat jarang bisa melihat senyum Reinhard.

"Eh Rei! Lo kesambet apaan senyum senyum liatin dia? Naksir yah lo?" Oceh Beni sambil merangkul pundak Reinhard.

"Gila yah lo. Baru jumpa sekali juga. Gue gak sealay cinta pada pandangan pertama kayak lo sama si Nenek lampir itu yah" sindir Reinhard

"Itu bukan permintaan gue yah kuda!! Gue juga gak mau dijodohin ama si nenek lampir itu. Kalo bisa gue mau dijodohin ama tetangga baru kita aja. Gimana cocok gak?" Tanya Beni sesekali menggoda Reinhard

REITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang