Happy Reading! ^^
"JIMIN!" Jungkook bangkit dari tidurnya dengan napas memburu. Ia menyentuh wajahnya yang basah. Entah itu karena keringat atau air mata. Ia menoleh kerah sekeliling kamarnya yang terasa sepi, tidak ada tanda kehadiran seseorang. Ia berlari ke arah pintu dan membukanya cepat.
Sepi.
Ruang keluarganya kosong, dan dapurnya tidak jauh berbeda keadaannya. Kemana Jimin?
Ia menoleh ke dalam kamarnya lagi. Ke arah nakas yang tidak terdapat pigura apapun. Jungkook mengusak rambutnya dengan kasar. Kenapa keadaannya jadi menyedihkan begini? Sudah dua bulan sejak kejadian itu, Jungkook selalu memimpikan Jimin dan paginya ia akan seperti ini. Selalu terulang setiap harinya.
Ia melangkah lalu duduk di atas kasurnya lagi. Keadaan Jungkook begitu kacau, bahkan dua kali lipat lebih kacau dari biasanya, terlebih dua bulan terakhir. Bohong jika Jungkook tidak bahagia mendapat mimpi seperti itu, bahkan ia sangat berharap bahwa mimpinya itu menjadi kenyataan. Atau kalau perlu Jungkook ingin ia tidak pernah terbangun agar masa-masa indah itu tidak pernah berakhir. Tapi apa itu? Dalam mimpinya semalam, Jimin seperti sedang berpamitan dengannya. Mau kemanakah istrinya itu?
Sungguh, Jungkook sangat merindukan Jimin. Memang selama ini ia mengacuhkan kehadirannya selama lima tahun terakhir, tapi ia terbiasa mendapati Jimin di sisinya. Lalu dua bulan ini ia harus hidup hanya berdua dengan anaknya.
Ah, bicara tentang Taehyung, Jungkook tersenyum miris. Hubungannya dengan sang anak sangat jauh akhir-akhir ini. Tidak, mereka tidak berkelahi. Lebih tepatnya mereka tidak memiliki waktu untuk bertukar kabar. Pagi-pagi sekali Taehyung akan pergi ke sekolah, sepulangnya langsung ke rumah sakit dan akan pulang ke rumah jika sudah malam. Dan saat Jungkook pulang, anaknya itu sudah tidur.
Apakah kalian bertanya kenapa ia bisa tahu? Ia adalah seorang ayah, ia tidak bisa dengan mudahnya menunjukkan rasa sayangnya. Jadi ia hanya akan membuntuti Taehyung selama ini.
Jungkook menoleh ke arah tong sampah. Pecahan pigura masih ada di dalamnya dan juga surat yang ia terima dua bulan lalu. Ia mengambil foto Jimin yang ia buang, menatap lekat-lekat wajah istrinya yang tersenyum manis sambil memeluk Taehyung yang saat itu baru berumur dua bulan. Tangannya menyusuri wajah Jimin di foto itu. "Aku merindukanmu, Jimin,"
Tangan Jungkook mengambil sebuah amplop surat yang ia remuk saat itu sampai tidak berbentuk dari dalam tempat sampah. Lalu ia membukanya. Tulisan sang istri yang begitu rapi menyapa indra penglihatannya.
Untuk suamiku tercinta, Jeon Jungkook.
Ah, apakah kau membuka surat dariku? Aku harap iya, karena itu artinya kau sudah siap untuk bertemu denganku.
Kookkie, maafkan aku jika aku mengecewakanmu. Tapi aku sungguh tidak berkhianat, aku hanya mencintaimu.
Aku tahu Namjoon hyung sudah menyentuhku, tapi dia sahabatku, dia juga sudah meminta maaf. Lalu kenapa aku tidak memaafkannya? Sekalipun selama ini aku masih menemuinya, itu hanya karena ia sahabatku. Tidak ada niatan sedikitpun untuk aku mengkhianati pernikahan kita.
Apakah kau masih tidak percaya padaku? Aku harap kau sudah mempercayaiku.
Jungkookkie, aku sakit. Dan mungkin saat kau membaca surat ini, aku sudah tidak ada. Dokter memvonisku mengidap kanker darah di saat yang bersamaan dengan ia mengatakan kalau aku hamil lagi. Apakah kau tahu apa yang aku rasakan saat itu? Jika kau mengira aku sedih, kau salah. Dan jika mengira aku senang pun kau salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KookMin Story Collection - Hurt & Angst
FanficStory 1: Believe Me (Part 1-8 End) Hope you like it guys! ^^