Suamiku

856 6 0
                                    


"Mas!" Nino masih menepuk-nepuk punggung pria berbadan kokoh ini yang masih nyaman memeluk guling. Syamsir hanya bergumam pelan lalu merubah posisi tidurnya, membelakangi Nino.

"Aku udah bikin sarapan. Ayo makan" Nino masih mencoba membangunkan Syamsir, tapi apa daya pria itu hanya bergeming sedikit lalu kembali ke alam mimpi. Nino sebenarnya kasihan, mengetahui pria disampingnya ini baru pulang jam 5 subuh tadi. Pekerjaannya sungguh menyita waktu dan energinya saja!

Nino melangkah keluar dari kamar, lalu merapihkan kembali piring bekasnya makan. Ia juga sudah menyiapkan satu piring berisikan nasi dan beberapa lauk untuk sarapan. Tahu, tempe, dan telor ceplok. Jangan lupakan kecap! Ya, Syamsir sangat menyukai kecap. Baginya, kecap adalah belahan jiwanya. Lalu apakah Nino ini dalam hidupnya ? Tentu belahan jiwa lainnya, itu jawaban andalan Syamsir yang selalu membuat Nino tersipu.

Nino memperhatikan refleksi tubuhnya pada kaca di ruang tamu. Tangannya memperbaiki pakaian yang kurang rapih atau rambutnya yang berantakan. Tanpa menunggu lama, Nino berjalan melangkah keluar dari kontrakan mereka. Setelah keluar dari pintu, ia mengunci pintu kost-kostan nya lalu melangkah pergi. Mengetahui segitu lelahnya Syamsir, ia takut sampai siang suaminya masih tertidur pulas. Bagaimana apabila ada maling yang masuk lalu berbuat macam-macam ? Lagi pula masih ada kunci cadangan di dalam.

Nino menyusuri Lorong kost-kostan nya, hingga ia bertemu Bu Wanda. Bu Wanda ini sangat galak, tapi hanya untuk mereka yang telat bayar sewa kost. Nino dan Syamsir selalu ingin hidup tenang, maka dari itu setiap mendapat gaji mereka pasti menyisihkan untuk bayar kost, walaupun Bu Wanda tidak terlalu mempermasalahkan bayaran dari mereka. Mereka sendiri juga heran mengapa Bu Wanda sangat baik kepada Nino dan Syamsir. Namun sebenarnya bukan karena alasan itu saja ia begitu baik pada keduanya. Bu Wanda tahu permasalahan yang terjadi pada hidup Nino, sehingga ia sungguh sedih membayangkan beban yang ditanggungnya sedari ia berumur 17 tahun.

"Eh Nino udah mau berangkat ?" Nino mengangguk lalu menyalami tangan Bu Wanda. Bu Wanda mengelus rambut Nino dengan sayang. "Mak, pengen beli sabun nih. Minta duit dong" Ucap Jaka, anak sulung Bu Wanda. Bu Wanda meraih tangannya lalu menjitak anaknya dengan sayang. Baca, super keras dan kencang.

"Aduduh Mak! Nino aja dielus, masa aku dijitak sih ?"

"Biarin aja. Siapa suruh kamu bangun siang begini ? Nino aja sudah siap tuh" Nino hanya terkekeh, lalu kembali diam ketika Jaka memelototinya. Dan tak lama kemudian, mata Jaka kembali di jinakan oleh kedua mata sang induk.

"Yaudah lah Mak, aku pergi beli sabun dulu"

"Loh ini uangnya"

"Ngga usah Mak, aku udah ambil tadi di dompet Emak" Jaka meninggalkan Bu Wanda dan Nino sambil menggaruk bokongnya. Bu Wanda hanya melongo. Anaknya sungguh jorok dan tidak tahu malu. Juga, untuk apa tadi bocah tengil itu meminta uang ? Nino dan Bu Wanda geleng-geleng menatap perjaka tengil itu. Bu Wanda beralih ke Nino. "Nino, kamu sebentar lagi mau sidang ya ?"

"Iya bu"

"Apa ngga lebih baik kamu berhenti dulu dari pekerjaan mu ? Nanti fokus mu susah lagi untuk menyelesaikan kuliah"

Nino hanya menggeleng pelan. Bagaimana nanti hidupnya kalau ia tidak bekerja ? Walau memang hanya sedikit gajinya, tapi bisa untuk makan beberapa minggu. "Nanti kebutuhan sehari-hari saya bagaimana ?"

"Ah kamu, kan Ibu sudah bilang kamu dan Syamsir makan aja dirumah Ibu. Masalah uang kos mah gampang, gratis juga ngga apa-apa" Nino bukan orang yang gampang melayang hanya karena tawaran yang terdengar indah. Ia bahkan merasa sangat tidak enak kalau harus hidup menjadi beban seseorang. Baginya, Bu Wanda yang sangat baik dan hangat kepadanya sudah sangat cukup.

Both of Us (Nino x Syamsir)Where stories live. Discover now