unum

14.1K 1.1K 24
                                    


Seoul, 2011

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seoul, 2011


Anak kecil itu terseok – seok diantara trotoar gedung – gedung besar di gelap malam, dia hanya mengenakan pakaian tipis diudara dingin musim gugur. Mengendap – endap ditembok gelap, menghindari siapapun. Dia tidak tahu akan kemana, kaki kecilnya melangkah tertatih, karena lelah, karena sakit bekas pukulan.

Wajahnya juga terluka, bekas air mata mengotori pipi mungil tersebut. Sepasang mata hitamnya masih berkaca – kaca, di antara kulit putih seperti porselin ada jejak – jejak memar yang tak akan mampu ditutupi.

Giginya gemeletuk akibat angin yang menerpa tubuh, dia harus menemukan tempat aman untuk beristirahat malam ini. Mungkin taman yang memiliki perosotan, dia bisa tidur dibawahnya. Dia sudah kelelahan, dan mengantuk, pelariannya berhasil. Tanpa rasa takut yang menjadi kekuatannya tadi dia tidak akan sanggup berlari sejauh ini.

Rambut lembutnya berderai karena angin yang terus – terusan berhembus, instingnya mengatakan ia harus menghindari orang – orang. Menempelkan badan kecilnya di tembok gelap serapat mungkin, berbelok memasuki selah kecil diantara gedung kalau ada orang yang akan bersilangan jalan dengannya.

Dari pengalamannya, orang dewasa adalah mahluk mengerikan. Dia hanya memiliki dirinya sendiri, dari umur sekecil itu dia harus waspada, dia dipaksa waspada.

"Eomma....hiks.....eomma.....aku rindu....hiks......", tanpa bisa ditahan air matanya jatuh lagi, dia menginginkan pelukan hangat ibunya. Dan yang membuatnya tersedu adalah dia tidak akan lagi bisa dipeluk eomma nya.

Sambil memeluk dirinya sendiri, bocah itu terus berjalan mencari taman atau celah diantara belantara gedung yang dirasa aman. Tapi sayang, dia belum menemukannya, maka dia terus melangkahkan kaki.

"Apa aku sebaiknya menyusuri trotoar diseberang? Mungkin disana aku bisa menemukan tempat", si bocah berbicara dengan dirinya sendiri, menimbang – nimbang yang terbaik.

Dilihatnya jalan raya yang lenggang, dari tadi mobil sangat jarang lewat, apalagi orang yang berjalan di trotoar sepertinya. Dia hanya sekali berpapasan dengan sepasang ahjussi mabuk yang bernyanyi sumbang.

Tentu saja jalanan nyaris kosong, bocah itu berjalan di kegelapan malam pada pukul 3 dini hari.

Tangan dinginnya dia kepalkan, menghapus sisa air mata dan ingus yang menghias wajah. Si bocah kemudian secepat kilat berlari menyeberang jalan raya yang luas itu, berusaha mencapai sisi seberang selekasnya.

CKIIITTTTTTT!!!!!!......................

Seberkas sinar terang tiba- tiba melompat kearahnya, suara nyaring menderum memekakkan telinga mengagetkan si bocah. Dia tersandung kakinya sendiri dan terjerembab di aspal yang keras, menggores lutut dan telapak tangannya. Menambahkan luka di badan mungil tersebut.

Sejurus kemudian suara pintu mobil dihempas kuat, dan derap langkah tergesa.

"Astaga.....aku memunuh anak kecil! Astaga.....astaga...........bagaimana ini?"

Bocah tersebut masih berbaring tertelungkup, menutup matanya erat – erat dan menahan sakit. Semoga ahjussi ini segera berlalu, dia memohon didalam hati. Dia tidak tertabrak, dia hanya takut dengan orang asing, orang dewasa yang asing.

"Bagaimana bisa anak kecil ini sendirian tengah malam begini? Ah....Jimin, kau memang bodoh tidak berhati – hati!", suara ahjussi itu penuh kepanikan dan takut, tidak ada jejak marah disana. Dan itu tidak luput dari pengamatan si bocah, kenapa orang ini tidak marah? karena dia mungkin saja menggores mobilnya dan menghambat perjalanannya.

Kemudian si bocah merasakan tangan besar yang hangat menyentuh badannya hati – hati, mengangkat tubuh mungilnya tanpa kesusahan kemudian menggendongnya kedalam mobil. Ah, aku akan dibawa kemana? Bocah tersebut masih tidak berani membuka mata, menutup kuat – kuat sepasang kelopaknya. Dia takut, masih sangat takut.

Dia dibaringkan dikursi penumpang yang sudah diturunkan sandarannya, tiba – tiba tubuhnya diselimuti kain hangat, mungkin jaket ahjussi itu.

"Maafkan aku, kita akan kerumah sakit bocah. Kumohon bertahanlah!", suara laki – laki itu penuh kekhawatiran, kenapa dia khawatir? Bocah tersebut heran, kenapa ahjussi ini tidak marah? Kenapa, kalau benar yang dia ucapkan, dia akan dibawa ke rumah sakit? Kenapa dia khawatir? Kenapa tubuhnya yang bekas bersentuhan karena di bopong tadi masih terasa hangat? 

.

.

.

.

.

Si bocah membuka matanya perlahan, bulu mata hitamnya yang lentik berderap, membingkai sepasang mata memikat itu. Dia kemudian mengerutkan hidung, aroma khas rumah sakit membanjiri paru – paru kecilnya.

Dilihatnya langit – langit putih, dinding putih, dan selimut putih yang menutup separuh badan. Semua yang diruangan ini putih dan berwarna pastel. Ada jarum yang tertempel di tangannya, tersambung dengan selang panjang yang mengalirkan cairan bening.

Lukanya sudah diobati dan beberapa bagian tubuhnya di perban. Dan dia berbaring di ranjang empuk yang bersih, setelah sekian lama.

"Kau sudah sadar bocah? Haus? Mau makan sesuatu?", ahjussi bersuara rendah tadi!, bocah itu kaget melihatnya masih ada.

Dan lebih kaget lagi karena ahjussi itu memikat.

"Minumlah pelan – pelan, kau mau buah setelah ini? Atau bubur, aku akan carikan sesuatu yang enak kalau kau tidak suka bubur", tangan besarnya membantu bocah tersebut duduk bersandar di bantal yang dia tumpuk. Mendekatkan gelas berisi air ke depannya, yang dia minum dengan syukur.

"Terimaksih", si bocah akhirnya mengucapkan kata pertamanya, suaranya pelan, hampir tak terdengar.

"Sama – sama bocah...em....namamu siapa?", laki – laki dengan senyuman indah tersebut menanyainya lembut. Dia ditatap mata paling teduh yang pernah bocah itu lihat, tidak ada aura mengancam maupun bau mengerikan dari ahjussi ini.

Bocah itu menggelengkan kepalanya, ada ketakutan yang pelan merayapi wajah si bocah.

"Aku cuma ingin tahu namamu, aku tidak mungkinkan memanggilmu bocah setiap saat kan?", ahjussi itu dengan ramah menanyainya.

"Hiks....maafkan aku.....hiks......ngh.....", sekarang bocah itu menangis, air mata besar – besar bergulir dipipinya, kepalanya menggeleng lebih kuat kali ini.

"Hey........tidak, aku tidak bermaksud menyakitimu, tidak akan kubiarkan ada orang yang menyakitimu. Maafkan ahjussi karena membuatmu kaget malam tadi, untung saja aku tidak menabrakmu", tangan besar yang hangat tiba – tiba menepuk pelan kepala kecil si bocah, mengirimkan rasa menenangkan.

"Namaku Park Jimin, kau siapa?", suara itu masih lembut, tangan itu masih hangat, dan bocah itu bimbang. Kalau dia tidak menjawab dia merasa tidak sopan pada ahjussi ini, tapi mungkinkah ahjussi ini perlu namanya agar....agar.....ah........

"Min Yoongi", si bocah menunduk, takut dia akan dikembalikan setelah memberikan namanya. Dia tidak ingin pulang, dia tidak ingin diantar kembali pada ayahnya, pada hari – hari mengerikan itu.








------------------------------------------------

It will be another long way.........

Stay with me, will you?




In Your Arms [BTS] [JIMINxYOONGI] [MxB] [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang