Number One

1.5K 195 13
                                    

"Ini sudah dua jam tapi mengapa belum mulai juga?" Tanya Honey kepada Ipeh yang ternyata sudah tertidur.

"Ipeh bangun!" Desis Honey pelan lalu menepuk pipi Ipeh berulang kali dan semakin lama semakin kuat, membuat gadis itu merintih kesakitan.

"Sakit tau." Protes Ipeh sambil menatap Honey tajam. Ipeh mengedarkan pandangannya dan ternyata acara itu masih belum dimulai.

"Belum dimulai juga?" Pekik Ipeh yang langsung membuat gadis berambut kusut itu menjadi pusat perhatian. Honey merutuki kebodohan, seharusnya ia membiarkan sahabat kurang belaiannya itu tidur terlelap.

"Ahk!"

Semua pasang mata di ballroom itu menatap kearah pria kemayu yang menjerit lalu terduduk lemas sambil menangis histeris.

Semua orang sangat mengenali pria kemayu itu, dia adalah manager dari penulis yang saat ini mereka nantikan.

Desas desus pertanyaan mulai terdengar, entah apa yang terjadi hingga pertanyaan mereka semua terjawab.

"Jecklin, maafkan aku! Aku mohon jangan tinggalkan aku!" Pekik pria kemayu yang tak lain adalah Jesika.

Dan suasana menjadi ricuh, Ipeh menatap Honey yang terdiam seolah masih terkejut dengan apa yang barusan mereka dengar.

Ipeh menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sedari awal ia memang tak ingin mengikuti acara membosankan seperti ini. Tetapi karena Honey memohon dan ia sangat mengidolakan penulis yang bernama Jecklin itu, mau tak mau ia menerima.

"Ti-dak..." ucap Honey pelan lalu menangis tersedu-sedu, Honey memeluk Ipeh dan tangisannya semakin kuat. Dan diikuti dengan penggemar lainnya yang menangis, membuat Ipeh menggeram kesal dan mengutuk dirinya untuk menghilang dari muka bumi disaat itu juga.

Tetapi tatapannya teralihkan kearah Seorang wanita yang berdiri di tengah panggung sambil terisak sedih menatap semua orang-orang disana.

"Aku ada disini! Aku belum mati! Aku disini..." Pekik wanita itu disela-sela isakkannya.

Ipeh menatap wanita itu iba, ia tau betul siapa wanita itu. Ipeh mendadak mengalihkan pandangannya saat tatapannya dan wanita itu bertemu.

Wanita itu menghilang lalu kembali muncul tepat dihadapan Ipeh. Ipeh tampak tak menyadari apapun dan mencoba untuk menenangkan Honey yang masih menangis.

"A-pa kau bisa me-lihatku?" Tanya wanita itu. Tak ada reaksi apapun Ipeh, Ipeh seolah tak mendengar apapun.

"Aku mohon bantu aku! Tadi malam aku ditabrak oleh truk dan aku seperti merasakan seseorang menolongku keluar!" Jelas wanita itu kuat. Dan lagi-lagi tak ada respon apapun dari Ipeh.

Arwah wanita itu adalah Jecklin, si penulis yang mereka tunggu-tunggu.

"Aku tau kau bisa melihatku, aku mo-" ucapan Jecklin terputus saat Jesika menjerit kuat.

"Jecklin... maafkan aku, jangan tinggalkan aku sendirian, adikku!" Pekik Jesika sambil terisak. Jecklin kembali terisak lalu mendekati Jesika yang sudah terduduk lemas.

"Jangan menangis bodoh, aku disini, aku ada dihadapanmu! Hentikan air matamu itu... hentikan!" Ucap Jecklin dengan air matanya yang tak berhenti mengalir.

Jecklin mengangkat tangan kanannya dan mencoba untuk menghapus air mata pria cerewet yang sudah ia anggap sebagai kakaknya. Tetapi hasilnya nol besar, jemari menembus wajah Jesika dan terduduk lemas menatap pedih Jesika yang masih terisak histeris.

Ipeh yang sedari tadi menonton hanya bisa terdiam. Ia sudah sering menyaksikan kejadian pedih seperti itu.

"Aku mohon bantu aku!" Jerit Jecklin yang tiba-tiba muncul dihadapan Ipeh dengan wajah yang penuh dengan darah.

Ipeh terlonjak kaget, sampai ia terjatuh tergeletak.

Jecklin tersenyum penuh syukur. Setidaknya ada seseorang yang dapat melihatnya.

Semua orang yang masih kalut dengan suasana haru pun tak memperdulikan tingkah aneh gadis acak-acakan itu.

Ipeh menatap kesal Jecklin lalu melangkah pergi, meninggalkan Honey yang menatap Ipeh sedih lalu kembali menangis.

-

"Apa yang kau inginkan?" Tanya Ipeh to the point. Saat ini mereka berada diluar gedung.

"Bantu aku, semua ini sangat mengerikan." Mohon Jecklin. Ipeh membuang nafasnya kasar lalu kembali berkata.

"Aku bukanlah orang yang memiliki rasa peduli yang luar biasa. Kau baru saja meninggal semalam, bukan? Pada awalnya semua hantu memanglah berkata seperti itu. Jadi mulailah beradaptasi dan jangan ganggu aku." Ipeh melangkah pergi tapi Jecklin kembali menghalangi jalannya.

"Menyingkirlah atau aku akan mengirimmu secara paksa ke neraka." Ucap Ipeh tajam. Jecklin menggeleng lalu menggigit bibirnya.

"Bantu aku untuk mengucapkan salam perpisahan kepada Jesika." Mohon Jesika lagi. Ipeh menatap Jecklin tajam lalu memutar balik. Ia melangkah masuj kedalam gedung itu. Jecklin tersenyum lega lalu menghilang.

-

Ipeh menatap sekeliling, dan tatapannya terhenti kepada dua orang pria yang membopong Jesika kedalam salah satu ruangan.

"Banci itu pingsan dan aku tidak bisa membantumu." Ucap Jecklin lalu menatap Jecklin yang sudah ada disampingnya.

Jecklin menunduk sedih, ia juga tak bisa memaksa, jika Ipeh masuk kesana pasti akan diusir oleh staff-staff itu.

Ipeh menatap Jecklin datar lalu mulai melangkah pergi. Langkahnya terhenti saat mendengarkan obrolan dua remaja yang tak jauh dari mereka.

"Mayat Jecklin tidak ditemukan, dan si penabrak menghilang begitu saja. Apa dia dibunuh?"

"Bisa jadi si penabrak itu sengaja mengambil mayat Jecklin untuk menghilangkan jejak."

"Ah, ini sangat menakutkan! Aku jadi takut untuk keluar malam."

Ipeh menatap Jecklin yang sudah mematung, dengan perlahan tatapan Jecklin dan Ipeh bertemu.

'Aku mohon bantu aku'

Bersambung...


Medan, 17 Februari 2018.

Specialis PuellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang