V a c i l l a t e- 6. Speciall (1)

18 3 1
                                    

Heey! apa kabar?

Seperti judulnya, part kali ini spesial.

Spesial apanya?

Baca aja ya. Bacanya pelan- pelan, jangan keburu. Banyak clue di part ini. Siap?

Part ini mengandung sedikit kekerasan, jadi harap bijak :) 

. . . . . .

"Tersenyum belum tentu bahagia."

-Someone

. . . . . .

Mata pisau ukuran 10 cm diapitnya diantara jari tengah dan jari telunjuk. Senyum sinis dan tatapan tajam diberikan secara ringan membuat lelaki yang tangan dan kakinya diikat sudah tak bisa melakukan apa- apa lagi. Tak lupa dengan sebotol beer ditangan kiri menandakan ada yang tak sadar seutuhnya.

Ruangan kecil di dekat penampungan sampah tempat hiburan malam ini memang menjadi saksi bisu atas tingkah menyeramkannya. Ada beberapa tetesan darah yang tercetak jelas di ubin ruangan ini. Jangan lupa dengan bau alkohol yang menyengat.

Lelaki dengan tangan dan kaki terikat itu terus meminta ampun. Ia seutuhnya sadar tak akan terjadi apa- apa dengan dirinya, mungkin hanya sayatan kecil di beberapa bagian tubuhnya. Tapi melihat pria dengan pisau dilengkapi tawa mengerikan seolah nyawanya terancam.

"Kau tau bagaimana rasanya beer ini?" langkah pria itu mendekat lalu menempelkan botol kaca berisi beer itu ke pipi lelaki yang tangannya terikat.

Lidahnya memutar menjilat bagian atas botol, tak ingin ada beer yang tersisa disana. Tangan kanannya memukul bagian batal botol dengan pisau hingga bunyi dentingan tercipta. Mendengar itu, senyumpun tercetak di wajahnya, "Mau nyicip nggak?"

Lelaki itu hanya menggeleng ngeri sambil berteriak minta ampun. Mendengar teriakan itu membuatnya sekali lagi menyenggol botol beer dengan pisau, sekali lagi bunyi dentingan keluar.

"DIAM!!" Teriak lelaki itu kencang, kini ia bersimpuh menjajarkan badannya agar setara dengan tubuh pria itu, "gue nggak bisa denger dentingannya!" dipukulnya lagi beer itu dengan pisau, setelah itu ia tersenyum puas.

Menyadari betapa panasnya ruangan ini, dirapikannya rambut ke belakang sembari meletakkan bir diantara paha lelaki yang diikat melebar.

"ini bukan pisau, ini pulpen!" Ucap pria itu sembari menggoreskan mata pisau di celana jeans nya, "tuh kan nggak berdarah," sambungnya dengan tawa sinis.

Matanya melirik ke arah lengan lelaki itu, didekatkan wajahnya mendekat lalu berkata,"pulpen ini nggak bisa kalo medianya kertas apalagi jeans, nggak ketara tulisannya," dengan ringannya ia menggores tangan lelaki itu hingga darah merembes keluar,"kalo kulit tintanya keluar merah."

Rintihan kesakitan terdengar memenuhi ruangan bersamaan dengan tawa yang terbahak puas. Beer itu kembali diminumnya,"sampe gue tau lu nyakitin dia lagi, pisau ini bukan cuma ngelukis di lengan lu. Bisa di kaki, leher, atau di selangkangan lu!"

"A-ammpun bos! Saya nggak akan nyakitin..."

Dipotong omongan itu, ia jengah mendengar nama yang akan disebut, "potong talinya, bawa dia pergi!" dibuangnya pisau itu sembarangan, "jangan sampe wajahnya muncul di hadapan gue," ditegaknya beer sekali lagi.

"Siap bos Gaffa!" jawab dua orang berbadan kekar yang menunggu di sudut ruangan.

Badannya sekarang dibawah pengaruh alkohol, pengar rasanya. Saat kembali ke dalam bar sudah banyak wanita dengan pakaian minim menantinya. Memanggil dengan nada menggoda, kadang ada yang nekad merabah badannya lembut. Gaffa tak tertarik dan pergi menuju pelayan yang berada di sudut ruang, "berikan aku satu kamar, tanpa wanita!"

VacillateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang