Part 2

61 4 0
                                    

"Chik, liat tuh." Farah menyikut gue.

"Apaan?" gue pun mengarahkan pandangan gue ke arah yang dimaksud Farah. Wajah gue langsung memerah. Gue malu ketika melihat Chio menatap gue.

Chio, dia itu cowok yang paling gue suka dari dulu. Gue udah suka dari pandangan pertama. Dia itu cowok yang paling sempurna buat gue. Dia ganteng, cool, captain basket sekolah, ketua osis pula.

Oh my god. Buat gue, dia itu kayak pangeran yang paling sempurna buat gue. Yang gak mungkin ada di dunia nyata. Tapi Chio itu nyata, dia bener-bener ada. Dan sekarang dia lagi melihat ke arah gue.

Gue tersenyum malu ke arah dia. Dia membalah senyuman gue.

"Udah ah Far. Gue malu nih diliatin mulu. Pergi yuk." gue menarik tangan Farah.

"Haha, lo gak asyik deh Chik. Lo selalu nguntitin dia. Tapi sekarang pas dia ngeliatin lo, lo malah malu dan pengen cabut. Gimana sih?" gue tetap menarik tangan Farah.

Kami berjalan menuju taman. Gue langsung menjatuhkan bokong gue ke bangku taman dibawah pohon pinus.

"Lo kok malah kabur sih Chik? Tadi kan kesempatan emas. Kapan lagi coba lo dilirik sama Chio." Farah tertawa, gue mendorong Farah pelan.

"Apaan sih lo. Gue malu tau. Masa iya gue harus teriak-teriak histeris sambil nangis-nangis didepan Chio. Hello, gengsi kali Far. Lagian gue harus jaga image gue lah Far."

"Ya nggak gitu juga kali. Seenggaknya lo agak tebar pesona gitu. Biar dia tambah klepek-klepek sama lo."

"Apaan sih. Masa gue harus tebar pesona di depan dia. Kelihatan banget kalau gue cari perhatiannya. Tambah klepek-klepek? Dia suka sama gue atau nggak nya aja gue gak tau. Gimana mau klepek-klepek."

"Lo kok pesimis banget sih Chik? Nih, gue kasih tau ya sama lo. Lo itu harus mulai usaha Chik. Emangnya lo mau nunggu terus? Chika, gak semua cowok ngerti sama kode-kodean. Gak semua cowok bisa nembak cewek dengan sesuka hati mereka tanpa tau hati si cewek buat siapa."

"Jadi lo nyuruh gue buat nembak Chio, Far?" gue mencoba mengerti maksud dari perkataan Farah. Farah memutar bola matanya.

"Ya nggak gitu juga kali Chika. Lo ni ya, percuma doang juara umum tapi ngerti maksud perkataan gue aja gak bisa."

"Hehe, ya sorry. Abisnya lo sih. Ngomongnya pake bahasa yang gak gue ngerti. Bahasa lo ketinggian Far."

"Yaampun Chik, gue ini masih menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Masa lo gak ngerti sih? "

"Yaudah, terserah lo deh. Malah bahas-bahas bahasa lagi. Sekarang, coba lo jelasin maksud lo tadi."

"Oke Chika, dengerin gue baik-baik ya. Gue gak nyuruh lo buat nembak Chio kok. Tapi seenggaknya, lo harus kasih respon ke Chio. Gue udah mulai ngerasa kalau Chio itu udah mulai ngelirik-ngelirik lo. Kalau pun nanti lo kasih respon ke dia dan dia ngerti arti respon lo, gue rasa akan semakin mudah buat lo ngedeketin Chio. Dan gak menutup kemungkinan Chio bakal nembak lo."

Wajah gue memerah. Chio nembak gue? Oh my god. Gue sekedar tatapan sama Chio aja udah bikin gue seneng banget. Apalagi gue di tembak sana Chio. Gak pernah terbayangkan oleh gue kalau Chio bakal nembak gue.

"Kok lo blushing sih?" Farah membuyarkan lamunan gue. Gue langsung menutup wajah gue menggunakan kedua telapak tangan.

"Tuh, lo bisa liat sendiri kan. Bahkan cuma ngebayangin doang, lo udah seseneng itu. Gimana kalau udah jadi kenyataan coba. Coba lo pikir-pikir lagi deh. Apa lo yakin gak mau ditembak Chio?" gue langsung memegang tangan Farah.

"Iya Far, iya. Gue mau." Farah tersenyum.

"Gitu dong. Itu baru namanya temen gue. Lo harus usaha buat mewujudkan apa yang lo mau Chik. Gue akan berusaha selalu disamping lo buat bantuin lo Chik."

Gue memeluk Farah. "Makasih ya Far. lo emang sahabat terbaik gue. Gue seneng banget bisa punya sahabat kayak lo. Gue bersyukur banget Far. Gue sayang sama lo."

"Gue juga seneng banget punya sahabat kayak lo Chik. Gue juga sayang sama lo."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
#MaafkanTypoYangBertebaran

Just Wanna Be YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang