Part 4

56 4 0
                                    

"Lo takut? Sama gue? Sama paku karatan ini lo takut? Lo gak usah kebanyakan gaya deh. Gue udah tau titik kelemahan lo Nan. Lo gak usah sok kecantikan disini. Semua orang disini tau, siapa yang paling cantik disekolah ini. Lo gak inget apa? Yang jadi Ratu pesta dansa siapa? Gue Nan. Bukan lo. Jadi lo bisa tau siapa yang paling cantik disini. Dan soal cheers, lo bilang gerakan lo lebih Bagus dari gue? Kalau emang gerakan lo lebih Bagus dari gue, kenapa kalau lagi dalam formasi, lo selalu di belakang? Sedangkan barisan gue, lo tau kan dimana barisan gue? Selalu disebelah captain cheers. Jadi lo jangan sok populer atau sok kecantikan atau apa lah. Karena buat gue, lo itu ZERO. Nol besar."

Nanda terlihat mulai termakan sama omongan gue.

"Eh, paku karat, lo ngungkit-ngungkit masalah Ratu pesta dansa ha? Lo waktu itu jadi Ratu karena orang-orang kasihan liat lo. Karena lo itu cuma anak ingusan yang gak terkenal yang gak famous sama sekali. Jadi mereka mengangkat lo jadi Ratu karena kasihan. Lo gak usah besar kepala. Dan maslaag formasi cheers, gue dibelakang, karena kak Via itu takut. Dia takut kalau gue disebelahnya, para cowok gak akan ngelirik dia. Para cowok pasti cuma ngelirik gue. Karena lo tau siapa yang paling cantik disini. Gue sok populer? Gue gak sok populer ya. Yang sok populer itu lo. Bukan gue." Nanda berbicara dengan berapi-api.

Gue tersenyum miring.

"Kasihan? Mereka memahkotai gue karena kasihan? Gue pikir lo itu cuma sedikit mengenaskan. Ternyata selain mengenaskan, lo juga bego ya Nan. Mana ada coba, orang memahkotai seorang Ratu karena kasihan. Pake dong otak lo. Ups, sorry. Itu pun kalau lo punya otak ya. Dan tadi lo bilang apa? Lo gak berada disebelah kak Via karena kak Via takut kecantikannya terkalahkan oleh lo? Hello gitu loh. Ternyata seorang Nanda itu tingkat ke-PD-annya udah overdosis ya. Mana ada coba tim cheers yang kayak gitu. Semua tim cheers selalu mengedepankan bakat dan penampilan. Kalau lo berbakat, ataupun penampilan lo menarik, lo pasti didepan. Oh, gue tau kenapa barisan lo dibelakang, mungkin kak Via tau kalau penampilan lo itu gak menarik banget. Atau mungkin karena gerakan lo hmm, gue males ngomong kalau gerakan lo itu kaku dan jelek. Ups, gue keceplosan lagi."

"Lo jangan cari masalah sama gue ya paku karat." Nanda maju selangkah mendekatkan tubuhnya ke gue.

"Gue cari masalah sama lo? Yang ada lo yang cari masalah sama gue."

"Liat aja nanti. Kita buktiin yabg bakalan jadi captain cheers siap. Gue, the famous girl. Atau lo, si paku karatan."

"Lo nantangin gue? Oke, kita liat aja nanti lo si cewek sok cantik atau gue-- si paku karatan yang bisa nusuk kaki si cewek sok cantik sampe tetanus-- yang bakalan jadi captain cheers."

Nanda menatap gue kesal.

"Kok lo diem? Kehabisan kata-kata ya Ratu kodok?"

Nanda menghentakkan kakinya karena kesal.

"Cabut yu. Bete gue liat paku karatan disini." mereka berjalan menjauh dari kami.

"Iya, pergi aja. Lo udah kalah. Bawa babu lo sekalian." mereka menghentikan langkah mereka.

"What? Lo bilang apa? Babu? Maksud lo gue itu babunya Nanda? Jaga ya omongan lo." Melly berbalik dan langsung menunjuk-nunjuk gue. Gue tersenyum miring.

"Emang iya kan lo babunya si Nanda. Kemana aja si cewek sok cantik itu pergi, lo ikutin dia mulu. Lo itu cuma jadi babunya doang. Gue tanya sama lo deh, selama temenan sama Nanda, lo ada untungnya gak? Lo mau jadi famous juga? Sama kayak Nanda? Sedangkan dia aja gak famous. Gimana lo mau famous coba. Setiap hari, lo antar jemput Nanda, Nanda pernah gak antar jemput lo? Gak kan. Kalau lo makan sama Nanda, yang bayar siapa? Lo kan. Bukan Nanda. Jadi, gue simpulkan lo itu babunya Nanda. Gue salah? Coba lo pikir lagi deh omongan gue barusan." Melly menoleh ke arah Nanda seperti meminta jawaban.

"Mel, lo kan sahabat gue, masa iya sih lo mudah di pengaruhi sama paku paku karatan kayak mereka? Lo percaya sama gue kan? Nanda merangkul Melly.

"Lo itu emang licik ya Nan. Temen lo sendiri aja lo perlakuin kaya gitu. Apalagi musuh lo coba."

"Udah deh Mel, gak usah dengerin mereka. Mendingan sekarang kita cabut. Gue muak liat muka mereka." Nanda membawa Melly pergi.

"Dasar babu bego." Farah akhirnya bersuara setelah sekian lama menahan karena gue gak mau Farah ikut campur.

"Pagi-pagi udah harus ngeladenin yang begituan. Bikin emosi aja." Farah terus saja mengumpat tanpa henti.

"Haha, udah Far. Ini namanya ujian. Siapa tau aja kalau kita sabar, kita bisa dapat pahala." gue berusaha menenangkan Farah yabg kelihatannya sangat kesal. Walaupun gue sebenernya juga kesal. Tapi gue harus sabar.

"Haha, iya Chik. Untung aja lo nahan gue tadi. Kalau gak, tu cewek pasti udah gue jambak." gue tertawa melihat ekspresi Farah.

"Udah yuk. Mendingan kita latihan buat seleksi nanti sore."

"Latihan? Sekarang?" Farah kelihatan terkejut. Gue mengangguk.

"Chika, lo demam apa?" Farah meletakkan punggung tangannya ke dahi gue.

"Gak. Gue baik-baik aja kok. Emangnya kenapa? Kok lo nanya gitu?"

Farah menggeleng.

"Chika, sekarang itu masih pagi. Masih jam pelajaran sekolah. Lo mau latihan dimana? Lagian kalau kita ketahuan bolos, bisa-bisa dipanggil sama guru BP." gue tersenyum ke arah Farah.

"Tenang aja. Pagi ini kan kita belajar sama pak Narto. Gue dapet kabar kalau pak Narto pergi keluar kota. Sekarang jam kosong. Kita bisa latihan kok."

"Serius lo Chik?"gue mengangguk.

"Tapi kita latihan dimana Chik?"

"Dimana lagi kalau bukan diruangan cheers Farah."

"Ruang cheers? Gimana cara kira masuk coba? Ruangan cheers kan dikunci. Satu-satunya siswa yang megang kunci ruangan cheers cuma kak Via, Chik. Lo mau minjem kunci je kak Via? Pastu kak Via lagi belajar sekarang. Mana bisa diganggu."

"Shh." gue meletakkan jari telunjuk gue didepan bibir Farah.

"Lo nyerocos mulu ya dari tadi. Nih." gue memperlihatkan sebuah kunci ke Farah. Yap, kalian bener. Itu kunci ruangan cheers.

"Lo dapet dari mana Chik? Jangan bilang lo nyolong."

"Yee, enak aja lo bilang gue nyolong. Ini itu kak Via yang ngasih ke gue. Kak Via bilang, mungkin dia agak telat nanti soalnya dia ada rapat sama anak kelasnya tentang pakaian perpisahan. Jadi dia nyuruh gue gue buat buka ruangan cheers. Jadi kalo anak-anak udah kumpul, mereka bisa nunggu di ruangan cheers. Makanya gue dikasih kunci." Farah tersenyum penuh arti.

"Hebat lo Chik."

"Siapa dulu dong. Chika. Yaudah, kura langsung latihan yuk."

"Let's go." gue dan Farah langsung menuju ruangan cheers. Setelah masuk, kami mengunci ruangan cheers dari dalam.

Gue langsung mengambil speaker hang biasa kami pakai buat latihan cheers. Kemudian gue mengeluarkan laptop gue dari dalam tas. Kami mulai latihan dengan agak santai.

Sampai tiba-tiba ada seseorang yang mematikan speaker kami. Gue dan Farah langsung saling pandang. Kami takut bahwa yang mematikan musik tersebut adalah guru.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
#MaafkanTypoYangBertebaran

Just Wanna Be YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang