Berat.

4.5K 149 0
                                        

Ramadhan tahun berikutnya pun datang, seperti janjiku aku tak pulang ke rumah. Sebagai gantinya pihak pondok memberi kebebasan kepadaku menggunakan laptop dan handphone agar dapat berkomunikasi dengan orang tua dan keluarga. Di bulan yang penuh berkah ini aku dapat menghafal tiga puluh juz, sungguh ini prestasi yang paling membanggakan bagiku.
Tiga hari sebelum libur ramadhan berakhir, ibu menelponku menceritakan sesuatu yang membuatku shock, ternyata ayah sudah menggugat cerai ibu alasannya karena ibu tak mau ikut agamanya ayah. Aku sangat sedih ramadhan baru saja pergi meninggalkan kita semua, ditambah lagi kabar berpisahnya ibu dan ayah. Aku rasa ini alasan konyol, mengapa setelah dua puluh lima tahun usia pernikahan mereka baru sekarang memasalahkan ini? Pikiranku kosong, aku tak dapat menerima kenyataan ini. Aku pun mendiskusikan dengan ayah tentang kabar ini.
“Nak, kau tau cerita dibalik surah Al-Kafiruun? Memang ibumu tak mempermasalahkan agama ayah tapi ayah ingin menjadi orang yang beriman, ayah ingin tinggal di surga-Nya. Mana mungkin ayah akan tinggal di surga sedangkan ayah beristrikan nasrani? Ayah tidak bisa mengajak istri ayah ke jalan-Nya, jadi ayah lebih memilih jalan ini nak. Ayah harap kau mengerti.” Air mataku mulai keluar secara perlahan. “Ayah sangat bahagia dan bangga kepada kau dan abangmu, nak. Kalian adalah jalan ayah untuk menuju surga-Nya, jangan lepas hijabmu nak, biarkan auratmu tertutup dan cari lah pendamping yang seiman denganmu yang dapat menuntunmu ke jalan yang benar.”
Aku pun sadar memang benar apa kata ayah, Allah pun sudah berfirman Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku. Aku pun teringat ceramah ustad di pesantren “Nabi SAW telah bersabda barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” Air mataku jatuh mengingat dahulu sering mengikuti ibu ke gereja, mengikuti perayaan hari besar mereka dan sering ikut beribadah dengan cara mereka. Tak kuasa ku menahan air mataku, aku menangis sejadinya hingga membuat ustadzah Oki menghampiriku yang saat itu sedang terduduk lemas di samping tempat tidur. Aku pun menceritakan masalahku ke ustadzah Oki karena aku rasa aku butuh penguatan, ditambah lagi ustadzah Oki menjadi ibu asuhku di pondok. Ustadzah Oki menasehatiku lalu meyuruhku untuk shalat dua rakaat, meminta kepada-Nya jalan yang terbaik untuk kedua orang tuaku. Selesai mencurahkan isi hatiku kepada-Nya, hati ini kembali tegar, aku terima semua apa yang akan terjadi. Demi agama ayah rela berpisah dengan ibu dan itu menjadi sesuatu yang menakjubkan walaupun berat untuk dilakukan.

Pilihan Ayah [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang