Chapter 1

915 85 4
                                    

Enno Kim Present

"Dear  Y"

No bash.. No flame.. No copy-paste.

Saya cinta damai.

.

.

Aku tak pernah terlalu memikirkan bagaimana sosok pendampingku nanti. Tapi setelah pertemuan itu, aku selalu memikirkannya. Lelaki bertubuh tegap dengan tatapan matanya yang tajam.

Pertemuan pertama kami, disebuah pesta. Disana kami dikenalkan oleh sang Tuan rumah, yang tak lain rekan bisnis keluarganya.

Namanya, Jung Yunho.

Dia adalah anak bungsu dari keluarga Jung. Salah satu keluarga terpandang di Gwangju yang memiliki berhektar-hektar tanah untuk perkebunan dan penginapan. Dan dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini, keluarga Jung sukses dengan perluasan bisnisnya di Seoul, di bidang perhotelan.

Sebagai perwakilan dari keluarga Jung, Yunho sibuk berkeliling untuk menyapa rekan bisnis keluarganya. Tubuhnya yang tegap dan matanya yang tajam, sangat pas dengan auranya yang mengintimidasi -aku mendengarnya dari beberapa orang yang sudah menyapanya.

...

...

"Kim Jae Joong-ssi," aku menoleh saat mendengar namaku di panggil.

Saat ini aku sudah berada di stasiun Gwangju, berada di ruang tunggu lebih tepatnya, berdiri mencari orang yang menjemputku. Akhirnya, setelah 2 tahun berlalu, aku kembali ke tempat ini.

Saat masih didalam kereta, aku mendapat telepon dari Seung Hyun -bagian HRD- bahwa akan ada seorang pria bernama Park Yoochun yang akan menjemputku setibanya di Gwangju. Park Yoochun adalah asisten manajer dimana aku akan bekerja, Jung Corp.

Satu bulan yang lalu, Seung Hyun mendapat telepon dari rekan kerja kami di Gwangju. Dia diminta mencari asisten desain interior pengganti selama asisten disana mengambil cuti melahirkan. Maka itulah mengapa aku berada di Gwangju saat ini.

Ah iya, perkenalkan, namaku Kim Jae Joong.

Aku bekerja di Seoul, sebagai asisten desain interior disalah satu perusahaan jasa yang cukup terkenal. Perusahaan kami beberapa kali bekerjasama dengan pemerintah dan idol.

Apakah yang memanggilku adalah Park Yoochun dari Jung Corp.? Aku melangkahkan kaki menuju seorang pria yang memakai kacamata hitam di depan sana. "Park Yoochun-ssi?," ujarku dan ia membungkukkan badan padaku.

"Park Yoochun imnida, Kim Jae Joong-ssi," ujarnya seraya mengulurkan tangan dan aku menerimanya dan berkata "Kim Jae Joong, panggil saja Jae Joong".

"Saya akan mengantar Anda ke penginapan Jung Corp, tempat Anda tinggal selama di Gwangju," ujarnya seraya menarik koper yang berada di sampingku.

"Kau tak berpikir untuk duduk di belakang dan membiarkanku duduk sendiri di balik kemudi kan, Jae hyung?," ujar Yoochun.

Sepertinya kami cocok jika bekerja bersama, pikirku. Oh dan lagi, ia membuatku terkesima dengan membukakan pintu penumpang di sebelah kemudi setelah meletakkan koper di jok belakang

Jae hyung ? Yuph, ternyata ia lebih muda 1 tahun dariku. Selama berjalan menuju parkiran, kami saling mengenalkan diri. Tak lupa ia memberitahuku segala sesuatu tentang kantor di Gwangju. Tentang bagaimana dan siapa kepala Divisi dimana aku akan jadi asistennya.

"Yunho hyung lebih tua 2 tahun darimu, Jae hyung. Karyawan lain menilai ia sebagai Direktur yang dingin dan arogan tapi tidak dengan penilaianku. Yunho hyung adalah pribadi yang hangat jika kalian sudah mengenalnya. Kau akan tinggal di gedung apartement dan lantai yang sama dengannya tapi kau berada di kamar nomor 9096 sedangkan Yunho hyung di 9095," Yoochun kembali bercerita tentang Direktur tempat aku bekerja lusa.

"Karena saat ini masih jam makan siang, bagaimana jika kita makan siang dahulu? Aku sangat lapar," lanjutnya ketika mobil berhenti karena traffic light.

Aku melihat jam Rolex yang melingkari pergelangan tangan kiriku. Pukul dua siang. "Jam segini masih jam makan siang? Bukankah seharusnya kau sudah makan, Yoochun-ah?," tanyaku penasaran.

"Seharusnya iya tapi ada beberapa dokumen yang tak bisa menunggu untuk kuperiksa sebelum menjemputmu. Ahh sudahlah, kka~ kita makan siang dulu, baru ke apartementmu," ujarnya dan kembali melajukan mobil keika lampu lalulintas berubah warna menjadi hijau.

.

.

.

"Ini pesanan Anda, selamat menikmati," ujar salah seorang pelayan setelah meletakkan dua gelas es lemon tea di meja kami.

Yoochun melepas kacamatanya dan kemudian memberi senyuman pada pelayan wanita itu. Saat ia tersenyum, aku menutup mulut dengan tangan kiriku.

"Ya! Kau mentertawakanku, huh?" tanyanya dengan melipat kedua lengan di atas meja dan menatapku intens. Ternyata sia-sia menutupi tawaku.

"Kau lucu, Yoochun-ah. Matamu tinggal segaris dan pipimu mengembung saat tersenyum tadi," jelasku pada akhirnya.

Yoochun menganggukan kepalanya, membuatku bingung.

"Yaa~ ada apa denganmu?," tanyaku.

"Ternyata benar apa kata Seung hyun hyung, kau orang yang mudah beradaptasi. Kau juga orang yang menyenangkan," jawabnya dan meletakkan kacamata yang masih dipegangnya di atas meja.

Aku yang mendengarnya hanya mengulas senyum. Untuk apa si Seung hyun memberitahu tentang pribadiku pada orang asing?, pikirku.

"Hyung sama kelaparannya denganku, eoh," ujarnya ketika aku memakan fettucini saus jamur dengan bola daging diatasnya.

"Anniya, ini menu favourite-ku di restoran Italia" jawabku.

"Hey~ jangan menangis adik manis. Hyung tak akan marah karena ini" ujar seseorang dibelakang tempat duduk Yoochun.

"Huks~" sebuah isakan lirih terdengar.

Kelemahanku!

Aku tak bisa melihat anak kecil yang menangis seperti itu. Rasanya aku ingin memeluk dan menenangkannya.

"Hey adik kecil. Jangan menangis, hyung tak akan marah padamu," ujar orang itu tapi tangisan anak itu tak berhenti.

Aku menatap Yoochun karena ia terkekeh. "Anak itu bukan takut dimarahi. Ia hanya sedih karena ice creamnya. Pria itu payah sekali, begitu saja tak tahu," ujarnya dan kembali menyantap makanannya.

Jadi anak itu menangis karena ice creamnya? Bukan takut dimarahi karena ia sudah mengotori celana pria itu?

Hey, aku juga berpikir jika anak itu menangis karena takut dimarahi.

"Ice cream, hyung~"

Wah, ternyata ucapan Yoochun benar. Anak itu ingin ice cream lagi.

"Ah, hyung mengerti. Ayo, kita beli ice cream lagi," ujar pria itu.

Saat pria dibelakang Yoochun berbalik dengan menggendong anak kecil itu, saat itu juga aku tercekat.

Tubuh tegapnya.

Tatapan matanya.

Pria itu masihlah sama. Membuat hatiku berdebar.

...

...

Review...?

Voted...?

Thank you~



Dear YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang