-2-

38 6 1
                                    

Telepon berdering dari lantai bawah. sepertinya dari ibu, tak biasanya ibu menelpon, ada apa ya? Axel yang mendengar itu pun langsung bergegas keluar dari kamarnya. namun, saat hendak melangkah ia di kagetkan dengan seorang gadis yang menunggu nya di depan pintu. Axel membuang muka nya ke arah kiri, dan melangkah jauh dengan cepat dari Bulan.

Saat bertatap mata dengan Axel walaupun hanya sebentar ia sangat merasa senang. Bulan yang tadi melihat warna iris Axel hanya tersenyum. lagi. Bulan pun melayang mengikuti Axel ke lantai satu. sebenarnya ia bisa saja menembus dengan cepat dan tiba di sana lebih awal, tetapi ia mengurungkan niat nya dan memilih untuk tetap berada di belakang Axel, yah bagus juga jika ia memutuskan untuk hal itu. ia dapat lebih detail memandangi sekitar nya dengan seksama.

Telepon itu terus berdering, diambil lah gagang telepom itu oleh tangan kekar milik si tuan rumah. ia mendengarkan suara dari ujung telfon itu.

"...."

"Axel! ini ibu. hari ini ibu akan pulang lebih cepat dari biasanya, jadi nanti kita akan makan malam bersama."

"Ya" singkatnya, memang tidak tahu hormat kau Axel.

"Apa kakak mu itu sudah ada kabar? kapan dia akan pulang?" tanya ibu, seperti seorang yang tergesa gesa.

Sepertinya di sana banyak sekali orang yang mondar mandir dari arah yang bertabrakan. ia tak bisa mendengar dengan baik jika banyak suara dimana mana.

Axel tak menjawab. pilihan yang tepat untuknya.

"Axel? Apa kau masih disana? baiklah, nanti jika sampai rumah ceritakan pada ibu ya!"

Tut..tut..

Sebelum Ibu nya menutup pembicaraan, ia sudah terlebih dahulu menaruhnya di tempat asal telfon itu tinggal. dasar, masih beruntung kau Axel disana Ibumu yang tadinya akan memarahi mu tidak jadi karena pekerjaannya.

Axel pun membalikkan tubuh nya, bergerak untuk pergi ke kamar mandi. saat hendak memutar melangkah ia di kejutkan kembali oleh kehadiran Bulan.

"Whhuuaaa!!.." teriaknya, segera ia bungkam dengan tangannya. punggung nya menabrak meja telepon dan hampir terjatuh.

Lagi lagi jantungnya naik dan turun. bisakah Bulan tidak berada di belakangnya? jika terus menerus seperti ini bisa saja Axel terkena serangan jantung mendadak.

"Bisakah kau tidak mengikuti ku! jangan mengagetkan dari belakang seperti itu!.." omelnya.

"Kau kaget? bagaimana bisa?" seperti anak di bawah umur yang polos. padahal dia sendiri yang melakukannya tapi tidak tau kesalahannya, Axel mendengus sebal.

"Setidaknya jangan berada di belakang ku, jangan terlalu dekat juga. itu tidak baik, jika penasaran kau bisa di sampingku." jelasnya, memalingkan muka tidak ingin menatap muka Bulan.

"Ah, maafkan aku, habisnya kalau kau tak memberitahu lebih awal aku tidak akan melakukannya sampai seperti itu" ucapnya, tersenyum kecil.

Axel menghela nafas berat. oke, sepertinya sudah tidak apa apa, lagipula seperti yang dirinya katakan gadis itu akan berada di sampingnya saat ini. apa yang sudah dilakukan, harus bisa menerima resikonya seberat apapun itulah prinsip dirinya.

Pemuda itu berjalan santai membawa handuk biru dongker untuk membersihkan badan. Bulan yang tidak tahu apa apa hanya melihat sekeliling. astaga sepertinya Axel diam diam seperti merawat anak di bawah umur entah anak siapa ini, tapi hanya saja tidak terlihat.

Luas sekali rumah Axel. ya memang walaupun terlihat sederhana namun sangat nyaman. Bulan bisa merasakan hal itu, seperti sedang telepati pikiran ya.

WORLD in COMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang