Hari ini hari Minggu.
seperti hari Minggu kebanyakan di hidup Jihoon dia akan bangun lebih siang dari biasanya lalu dengan malas menyeret kakinya ke kamar mandi, mengganti piama tidur keropinya dengan kaos oblong kebesaran milik kakaknya, membuka jendela selebar-lebarnya, menguap lalu turun untuk sarapan atau makan siang.
Tapi tidak pagi ini –atau siang ini, Jihoon tidak peduli- karena sebelum sesendok nasi sempat menyentuh bibirnya telfon rumah berdering.
tentu dia tidak mau repot-repot mengangkat pantatnya lagi hanya untuk mendengarkan siapa saja di ujung sana yang menelfon -sialnya rumahnya- dan tentu ibunya lah yang harus repot-repot menghentikan acara mencuci piringnya demi mengangkat telfon yang suara deringnya mampu membuat ikan koi kecil di toples kaca Jihoon senewen.
Dan sekali lagi, belum sempat sesuap nasi memenuhi hasrat cacing cacing di perutnya ibunya berteriak, “Jihoon-ah! Telfon dari Seungcheol”
Choi Seungcheol, sahabat sehidup tapi tidak sematinya –bisa kita sebut begitu- menelfon.
Tentu ini akan jadi semakin buruk. Setelah acara menyuap sesendok nasi di Minggu pagi -atau siangnya- tertunda sesaat, Jihoon yakin acara sarapan siangnya akan terlupakan untuk selamanya karena Seungcheol yang telfon. dan fakta dimana ini hari Minggu semakin membuatnya yakin kalau ini adalah awal dari hangusnya Acara Bernafas Seharian Di Atas Tempat Tidur milik Jihoon.
Jihoon menerima gagang telfon yang disodorkan ibunya dengan berat hati. Memutar matanya malas saat ibunya kembali ke dapur dengan cengiran lebar yang aneh, lalu membuang nafas sebelum akhirnya menempelkan gagang telfon lebih dekat ke kupingnya hanya untuk mendengar suara kepanikan yang dibuat buat milik Seungcheol, “halo! Halo! Ji? Jihoon?”
“halo selamat pagi menjelang siang, sepertinya anda menelfon orang yang salah. Selamat tinggal tuan tidak dikenal-“
“Ji, hentikan! Ini aku” Jihoon memutar mata.
Oh tentu saja ini kamu. Jihoon berbicara dalam hati. Siapa lagi yang akan menghancurkan Minggu pagiku Selain dirimu.“dengar.. bisa tidak kamu ke rumahku! Aku butuh bantuan. cepat ya! aku tunggu.” Tentu itu bukan pertanyaan karena sebelum Jihoon sempat membuka mulutnya, hanya untuk memaki maki betapa malasnya Seungcheol -yang ke 1029 kalinya- cowok itu sudah menutup telfonya terlebih dahulu.
Dan untuk kesekian kalinya dalam hidup Jihoon, dia membuang nafas. sebisa mungkin meletakan gagang telfon dengan sabar agar harinya tidak lebih buruk dengan mendengarkan omelan pagi hari ibunya.
dia berbalik, menggembungkan pipinya yang memerah karena marah lalu menyentak nyentakan kaki dan tangannya.
“Arrrggghhh ….. ugghh! menyebalkan…! menyebalkan….!”
Yoongi, kakak Jihoon satu-satunya yang baru saja ingin turun dengan rambut acak-acakan dan wajah ala belum mandinya hanya bisa menaikan alis melihat adiknya, sebelum akhirnya memutuskan menepuk nepuk punggung kecil adiknya yang sepertinya kelewat keras karena Jihoon terbatuk dengan sangat keras setelahnya.
“Kau ingin membunuhku ya?” kata Jihoon. Sebisa mungkin menahan kesabaran.
“oh..! Sorry bro” jawabnya sambil mencomot roti dengan selai kacang di atas meja makan.
mengunyahnya dengan khitmat sebelum dia menoleh demi mendapati wajah adiknya sudah merah seperti tomat segar hingga ke pangkal leher dan telinga, sampai Yoongi merasa pipi gembil adiknya yang sengaja digembungkan itu bisa pecah kapan saja.
“MAKANANKU!!”
Oops!
####
Tentu Jihoon bukannya bermaksud pelit sampai tidak mau berbagi sepotong roti selai kacang -yang sialnya sangat enak- dengan kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way To Get You (JiCheol)
FanfictionSeungcheol dengan cara apapun harus memikirkan cara bagaimana kamus 'Cara Jitu Membuat Lee Jihoon Menjadi Jihoonie yang Manis' berubah menjadi 'Cara Jitu Membuat Jihoonie Menjadi Milik Seungcheol' dalam otaknya.