No Words Needed

771 129 3
                                    

“Ji, aku nggak tahu kalau kamu masih senang menghabiskan waktumu disini”

Jihoon was was saat dia terus mendekat.

Sialnya dia duduk tepat dipojok ruangan dan punggungnya menghadap tepat di tembok.

Tidak.

Dia tidak ingin berurusan dengan siapapun lagi sekarang. sekolahnya akan berjalan dengan lancar tanpa halangan apapun. Tidak dari Kang Daniel.

“apa pedulimu!” bentaknya sekeras mungkin agar Tuan Jung yang berada entah dimana bisa mendengar dan membantunya, setidaknya membuatnya tidak harus berlama-lama sendirian dengan cowok ini.

“jangan berpura-pura kalau aku ini orang asing, Ji” katanya dengan nada lembut yang entah kenapa membuat Jihoon ingin mengguyurnya dengan kopi panas ditangannya seperti yang dia lakukan pada Jihyo.

“jangan pura-pura kalau kau kenal aku!”
Sesaat Jihoon berpikir bahwa dia telah berhasil membuat cowok ini menyerah karena Daniel tiba-tiba berhenti mencoba lebih dekat ke Jihoon dan menatap sepatunya tapi Jihoon juga tidak buta dan dia tahu kalau cowok itu tersenyum dibalik wajahnya yang tertutup poni.

“aku memang berpura-pura kenal kamu,” katanya “tapi aku nggak berpura-pura saat bilang kalau aku benar-benar merindukanmu”

Tepat saat Jihoon bangkit untuk bersiap siap menumpahkan setermos kopi hitam panas ke muka Daniel pintu ruang music menjeblak terbuka dan Seungcheol berdiri disana masih memakai jersey. Seluruh tubuhnya basah dan nafasnya tersengal-sengal dan Jihoon berharap itu karena Seungcheol berlarian kesini untuk menolongnya, bukan karena hasil latihan basketnya selama 2 jam.

Untuk sesaat mereka hanya diam memandangi mata satu sama lain sampai akhirnya Seungcheol memutuskan menatap mata Daniel dan seakan akan hanya dengan tatapannya dia ingin menelan cowok yang entah sejak kapan Jihoon baru sadar kalau dia punya rambut blonde yang sialnya sangat cocok dengannya.

Tapi sepertinya itu tidak terlalu penting sekarang. apalagi mengingat kalau dia begitu benci dengan cowok ini sampai ubun ubun.

Tapi yang lebih membuat Jihoon terkejut adalah kenyataan bahwa Seungcheol telah menariknya pergi tanpa mengatakan apapun bahkan untuk sekedar menoleh untuk  melihat ekspresi Daniel pun Jihoon tak sempat.

Dan genggaman Seungcheol dipergelangan tangannya seakan-akan ingin meremukan tulang kering Jihoon.

####

Memang awalnya pergi dari hadapan Daniel adalah kemauan Jihoon tapi setelah tahu kalau Seungcheol akan membawanya kesini membuat Jihoon ingin lari pulang saja.

Jihoon duduk di bangku yang tersedia di ruang ganti. Menatap deretan loker dihadapannya, dibalik punggungnya terdengar suara kucuran air dari shower.

Seungcheol sedang membersihkan badannya.

Dibelakangnya.

Iseng-iseng Jihoon menghitung jumlah loker sambil tetap setia menggenggam mug berisi kopi yang sekarang sudah tidak panas dengan kedua tangannya –yang tanpa sadar ikut terbawa semasa penarikan Jihoon oleh Seungcheol di ruang music tadi, apakah benar jumlahnya 180 seperti yang tertera disana atau mereka menomorinya secara asal?

Tapi pada hitungan ke 71 –mungkin, karena jihoon tidak bisa berhenti memikirkan suara air yang terus terdengar dibalik punggungnya- suara air itu berhenti membuat Jihoon bertanya-tanya apa yang sekarang Seungcheol mungkin lakukan, tapi tiba-tiba Jihoon sudah merasakan kalau  seseorang berada di sampingnya dan tanpa perlu menoleh dari loker ke-71nya dia tahu kalau itu Seungcheol.

Seungcheol membuang nafasnya dengan keras membuat Jihoon dengan spontan menoleh kearahnya. Menatap Seungcheol yang duduk berlawan arah dengannya.
Jerseynya tergantikan oleh seragam sekolah hari senin mereka tanpa blazer dan dasi. Dan Jihoon mulai berpikir betapa cocoknya setiap pakaian yang dipakai Seungcheol.

Mereka tidak mengatakan apapun lebih dari sekitar 5 menit dan hal itu membuat Jihoon resah. Sungguh dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menggigit bibir bawahnya sendiri.

Seungcheol marah, dia marah. Pasti dia marah. Pikirannya berkecamuk. Otaknya dipenuhi kata-kata absurd yang tidak bisa dia ucapkan bahkan dengan suara kecil di dalam kepalanya sendiri.

Dia tidak akan pernah menghabiskan minggu paginya denganku.

Tapi kenapa dia marah? Ini kan tidak seperti aku menyelingkuhinya.

Tentu saja Seungcheol tidak marah. Kenapa juga dia harus?

Oh mungkin bisa saja begitu. Seungcheol sudah berulang kali mengatakan kalau ‘Daniel itu Cuma keparat bangsat yang dianugrahi wajah tampan’ lebih dari frasa ‘Kau itu cowok termalas, Cheol’ yang jihoon pernah katakan.

Dan Jihoon si manusia dengan kepala paling keras menurut rekor seungcheol benar-benar mengabaikannya.

Mereka pulang bersama, menghabiskan waktu di ruang music bersama dan bahkan makan siang bersama seperti yang Seungcheol sering lakukan bersama Jihoon dan hal lainnya lebih dari Seungcheol pernah lakukan dengan Jihoon.

Tapi apa yang Daniel lakukan setelah Jihoon menganggapnya teman?

"Kenapa kau ini? Berhentilah mengikuti ku. Bukannya kau sudah selsai dengan urusan klub jurnalismu? Berhentilah, pacarku bisa berpikir buruk jika kau terus mendekatiku."

Kalau Jihoon tidak salah ingat, Daniel lah satu-satunya orang yang  mengulurkan tangan untuk mengajaknya pulang, makan siang dan menghabiskan waktu bersama.

Jihoon masih tidak habis pikir kenapa Seungcheol mau berkencan dengan Jihyo, yang notabene adalah mantan pacar Daniel.

Itu membuatnya mengepalkan tangan tanpa sadar.

The Way To Get You (JiCheol)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang