Olla tiba di ruang praktik. Benar dugaannya. Ketiga cowok itu masih ada untuk latihan sebelum masuk ke arena perang bernama perlombaan. Lexi membuat storyboard di atas mesin cintiq, Wendi sedang mengonsep karakter dua dimensi di cintiq yang lain, sedangkan Sandi tengah berkutat dengan AutoDesk Maya di komputernya, menggerakkan bola 3D-nya yang memantul-mantul.
"Woi!" Olla ngacir ke dalam. "Gue ada ide, nih! Dengerin dong!"
Ketiga cowok memperhatikan Olla yang penampilannya kusut-masai. Cewek itu bahkan membiarkan kancing seragamnya lepas, memperlihatkan kaos Doraemon yang ia kenakan. "Gimana kalau kita kirim surat ke masa lalu?"
"Hah?" Wendi dan Sandi otomatis terhenyak.
Sementara Lexi kembali ke mesin cintiq dengan sumpah-serapah di ujung bibirnya, tidak dikeluarkan.
"Kukira kau mau serahin sinopsisnya, Dek," Wendi wajar kecewa.
Sandi keheranan. "Emangnya bisa?"
"Ya, kagak bisa!" Olla mengeluarkan salah satu jilid komik itu. "Tapi di komik ini tokohnya bisa kirim surat ke masa lalu! Caranya gampang banget lagi! Tinggal masukin suratnya ke loker aja! Siapa tahu jadi bisa!"
"Grrhh...," Lexi menggeram di tempat.
Wendi menggaruk kepalanya sendiri. Ia sedang mencari cara agar Olla tidak menularkan kesintingannya pada mereka. "Begini, Dek. Kau dan kami itu lagi sibuk. Aku aja nggak sempat main surat-suratan sama cewek yang aku suka."
"Kita jadi bisa mengubah takdir yang nggak kita inginkan!"
"Nggak ada yang kayak gitu di dunia ini," Sandi tumben realistis.
"Kalau nggak dicoba mana kita tahu!"
Lexi pun kembali menghadap Olla. Mata hijaunya tampak berkilat-kilat saking emosinya. "Kenapa kita harus ikut kirim surat? Kenapa nggak lo aja?"
Wajah Olla jadi serius. "Kalian pasti punya hal yang kalian sesali di masa lalu dan pengin mengubahnya. Jadi ini adalah saat yang tepat!"
Wendi seketika menatap Sandi berang. "Kau sih ngasih dia komik itu! Jadi tambah sinting dia!"
"Eh! Mana gue tahu kalau akhirnya bakal begini!" Sandi tidak mau disalahkan.
Olla pun mengancam. "Kalau kalian nggak nurut... gue nggak bakal ngasih cerita ke kalian tepat waktu!"
"Apa-apaan! Lo pikir lombanya main-main?!" urat di dahi Lexi muncul satu.
Namun, Wendi segera menenangkannya. "Sabar, Lex. Orang sabar umurnya panjang." Ia kemudian menatap Olla setengah pasrah. "Ya udah, kita turutin kau. Tapi kau jangan PHP-in kita lagi. Buruan bikin sinopsisnya. Tukang PHP itu bisa jadi jomlo seumur hidup. Ngerti, kau?"
"Yeay! Gitu dong, Bang!" Olla berjingkrak kesenangan.
Dan begitulah, tiga cowok itu terpaksa menuruti kesintingan Olla. Ancamannya pun jitu pula dan membuat cewek itu jadi pemenang.
.
.
Suasana kelas 12-3 saat itu sudah sepi. Hanya tinggal empat orang yang saat ini tengah berdiri di depan lokernya masing-masing.
"Udah siap?" tanya Olla
Lexi menggerutu, sedangkan Wendi dan Sandi mengangguk pasrah.
Olla kemudian membuka lokernya di nomor 17, diikuti Wendi di nomor 7, Sandi di nomor 2, dan Lexi di nomor 25. Mereka memasukkan suratnya bersamaan.
"Nggak sabar ada balesan," sahut Olla antusias.
"Ngayal," tukas Lexi.
"Eits. Kalau ada, mau taruhan apa?!" tantang Olla pada cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNOYING LETTERS
Teen FictionCover dibuat sama sahabatku Andini Fitri Lubis BEBERAPA PART DIPRIVATE, SILAKAN FOLLOW DULU SINOPSIS: Empat murid SMK dari kelas animasi bertekad memenangkan lomba membuat video animasi pendek yang pemenangnya akan showcase ke festival animasi inter...