Pukul lima pagi, Lexi memacu motornya dengan cepat di jalan. Menyalip banyak mobil dan motor, bahkan hampir menabrak penyebrang jalan. Namun, kecepatan motornya tidak ia turunkan. Jarak antara rumahnya dan bandara cukup jauh dan ia tahu waktunya hanya sedikit. Tidak ia pedulikan klakson kencang dan sumpah serapah yang ditujukan padanya dari jalan ke jalan. Matanya tetap fokus ke depan.
Terlambat ke bandara, maka kesempatan itu akan hilang begitu saja. Ia harus datang tepat pada waktunya.
.
.
30 menit kemudian
Olla berjalan penuh semangat menuju ruangan boarding. Di belakangnya ada orang tuanya, terutama Papa yang terlihat masih belum rela sepenuhnya anaknya pergi jauh. "DW190190. DW190190," ia mengeja nomor penerbangannya berkali-kali agar tidak salah naik pesawat.
"Olla, kamu masih berangkat sejam lagi. Kok buru-buru, sih? Tempat duduknya nggak akan diambil orang kok," ucap Papa yang mulai kelelahan menyeimbangi langkah anaknya.
"Olla nggak sabar sampai ke Busan, Pa!" pekik Olla penuh semangat.
Olla kemudian tiba di pemeriksaan terakhir sebelum masuk ke ruangan boarding. Mereka yang mengantar hanya bisa sampai di sini. Ia pun berdiri di depan Papa. "Olla, berangkat ya, Pa."
"Olla, makan yang banyak ya. Beli makanan yang enak-enak. Papa udah nyiapin uang banyak buat kamu."
Olla nyengir kuda. Tentu saja ia akan banyak makan di sana. Ia tidak boleh melewatkan makanan khas Busan begitu saja. "Beres, Pa." Kemudian ia beranjak untuk menghadap ibunya.
"Kalau cape, jangan dipaksain. Langsung balik ke hotel, oke? Besok jangan jauh-jauh dari rombongan." Larisa mengeluarkan wajah khawatirnya sambil mengusap lembut wajah Olla.
"Iya, Ma," Olla mengangguk-angguk sambil memeluk keduanya dengan erat.
.
.
Lexi berlari menuju ke gedung Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta setelah memarkir motornya. Di pikirannya cuma satu, bisa masuk ke dalam tepat waktu. Ia melirik ke jam tangan. Kepanikan melanda hatinya karena cuma punya waktu 30 menit lagi! Ini adalah perjuangan hidup dan matinya. Ini adalah wujud cintanya yang tidak pernah tersampaikan. Maka dari itu ia berlari hanya memperhatikan bagian depan.
Ia pun jadi senang karena pintu masuk bandara sudah ada di hadapannya. Sedikit lagi! "Gue bisa selamat sampai tujuan—"
BRAK!
Ia melayang di udara... tertabrak mobil yang melaju kencang. Tubuhnya terpelanting ke aspal dengan sangat kuat. "Ugh," erangan keluar dari mulutnya. Badannya terasa remuk semua. "K-kenapa? Padahal bentar lagi...."
"Tolong ada yang ketabrak!"
Ia langsung dikerumuni banyak orang. Sesaat kemudian ia merasakan kepalanya pening luar biasa. Pandangannya mengabur.
Si pengendara yang menabraknya tadi keluar dari mobil dengan raut panik.
Salah satu pengunjung mengomeli supir. "Gimana sih, Pak? Banyak calon penumpang yang lewat di sini. Kenapa Bapak malah ngebut?!"
"Saya antar ke rumah sakit! Saya akan bertanggung jawab!" Pengendara itu jadi ketakutan karena tidak menyangka akan menabrak orang.
Sementara itu, Lexi berusaha untuk bangkit. Ia tersentak melihat celana jeans-nya robek dan darah keluar di baliknya, walaupun tak terlalu banyak. Ia kumpulkan seluruh tenaga yang tersisa untuk menuntaskan misinya. "Gue nggak apa-apa. Gue harus ngejar pesawat."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNOYING LETTERS
Teen FictionCover dibuat sama sahabatku Andini Fitri Lubis BEBERAPA PART DIPRIVATE, SILAKAN FOLLOW DULU SINOPSIS: Empat murid SMK dari kelas animasi bertekad memenangkan lomba membuat video animasi pendek yang pemenangnya akan showcase ke festival animasi inter...