Ibu Ringgo datang lebih cepat untuk menjemputnya. Kayla diminta untuk menemani ibu Ringgo untuk menemaninya di villa karena saudara Ringgo sekaligus dokter kejiwaan baru bisa datang malam hari.
“Kata dokter daerah pegunungan baik untuk pemulihan Ringgo, jadi untuk sementara kita tinggal di villa dulu,” ucap ibunya Ringgo sesampainya di villa. Sesampainya di villa Ringgo langsung berjalan ke taman dan duduk di kursi taman.
“Dulu ibu mengira calon Ringgo adalah kamu,” ucap ibunya Ringgo saat memperhatikan Ringgo. Kayla hanya tersenyum sambil melihat Ringgo yang termenung di taman.
“Dulu kalau dia pulang ke Malang, pasti yang diceritakan tentang kamu, sampai suatu saat dia bilang ingin menikah, ibu pikir itu kamu.”
“Saya dan Ringgo hanya bersahabat bu, tidak lebih,” jawab Kayla.
Ibu Ringgo hanya tersenyum mendengar jawaban dari Kayla,
“Ibu mau beli makanan sekalian menjemput saudaranya Ringgo, tolong jaga Ringgo sebentar, di dalam ada Bi Inah sedang beres-beres jadi kamu tidak berdua dengan Ringgo di villa ini,” ibu Ringgo nampak mengerti jika Kayla risih jika berdua dengan laki-laki.
“Oh, iya bu hati-hati,” jawab Kayla sedikit terkaget saat ibunya Ringgo memegang pundak Kayla karena dia sedang asik memperhatikan Ringgo.
“Assalamualaikum,”
“Walaikumsalam,” Kayla mengantar ibu Ringgo sampai mobil.
Setelah mobil menjauh, Kayla kembali memperhatikan Ringgo yang sekarang duduk di balkon lantai 2 villa. Mata Ringgo memandang lurus melihat keindahan sore kota Bandung. Kayla menghampiri dan duduk di samping Ringgo. Lama mereka terdiam, hanya menatap keindahan sore itu.
“Minggu depan aku akan menikah,” ucap Kayla sambil mengeluarkan kartu undangan dari tasnya.
"Ini undangannya,” Kayla menaruh undangannya di meja samping tempat duduk Ringgo. Ringgo hanya melirik dan kembali melihat lurus kedepan.
“Ada hal yang harus aku sampaikan sebelum aku menikah, walaupun aku tau ini tidak ada gunanya untukmu, tapi setidaknya hal ini akan membuat hatiku lebih tenang,” Kayla mengalihkan pandangannya kedepan, melihat keindahan sore kota Bandung.
“Aku mencintaimu Ringgo, sejak saat kamu dengan beraninya menolong anak kecil di jalanan waktu itu, oh bukan mungkin aku mulai mencintaimu saat kamu menjadi ketua acara di seminar waktu itu, atau saat kamu menghukumku waktu aku tidak disiplin datang rapat.Aku sendiri lupa sejak kapan aku mencintaimu, berkali-kali aku jatuh cinta padamu tapi tetap saja jawaban Allah sama. Kita tidak ditakdirkan untuk bersama.
Betul kata Nurul bahwa tidak ada yang namanya persahabatan diantara wanita dan laki-laki, pasti salah satunya ada yang suka.
Memendam perasaan ini terkadang membuatku lebih baik, tapi setelah aku kembali bertemu denganmu, perasaan ini mulai mengangguku lagi. Aku akan mempunyai janji kehidupan bersama orang lain. Dan aku tidak ingin perasaan ini menggangguku. Aku tidak menyesal dengan perasaan ini. Karena dengan mencintaimu aku belajar tentang cinta.”Perlahan, terdengar suara adzan Magrib. Kayla menarik nafas panjang-panjang untuk menahan air matanya yang mulai keluar.
“Fiuh… ini toh rasanya menyatakan cinta yang tak berbalas,” Kayla berdiri dari tempat kursinya.
“Sudah waktunya salat, aku masuk ke dalam dulu ya,” Kayla berjalan masuk, dan berhenti di depan pintu lalu berkata,
“Berjanjilah kamu akan hidup bahagia,” Ringgo hanya terdiam, masih menatap lurus kedepan. Melihat Ringgo yang diam saja, Kayla beranjak masuk.
Dan tepat saat Kayla masuk villa Ringgo meneteskan air matanya sambil tetap menatap ke depan.
Bersambung…