Entah sejak kapan kita semakin dekat hari demi hari. Saling menyapa dengan seulas senyuman penuh makna. Senyuman penuh malu-malu. Sarat makna akan sapaan, mulai selamat pagi hingga sampai jumpa besok. Atau bisa jadi bermakna "hai, aku senang bertemu denganmu. Kamu menawan"
Jujur saja, aku seperti terhipnotis olehmu. Entah mantra apa yang telah kamu rapalkan, aku benar-benar hanyut olehmu. Aku yang percaya bahwa setiap planet memiliki hak untuk berputar pada porosnya masing-masing, dan aku memilih kamu untuk menjadi porosku saat itu. Dan mungkin sekaligus memilih menjadi satelitmu, mengikuti setiap gerakmu dalam radius tertentu agar tak mengganggu rotasimu.
Kalau kamu ingat, aku pernah bicara padamu tentang pendapat temanku perihal kegilaanku padamu.
" kamu tau bagaimana aku begitu bahagia hanya dengan melihatnya"
"hmm.."
"dia berdiam diri tak melakukan apapun itu sudah membuatku luluh."
"kau gila." katanya "aku curiga apakah kamu di guna guna olehnya."Dan aku benar-benar terkejut dengan apa yang temanku katakan. Tapi ya, aku tak heran dengan pendapatnya setelah aku mengingat kembali. Mencoba menganalisa apa yang sudah berubah dariku semenjak aku bertemu denganmu. Dan memang aku berubah. SEUTUHNYA. Aku hanya tertawa riang, benar-benar gila. Hahahahahaha
Aku tau. Kamu juga tau. Bahwa aku sering diantar jemput kekasihku entah berangkat kerja ataupun pulang kerja. Begitu hebatnya kekasihku saat itu disaat sibuk dengan kerjaannya masih saja ingat denganku. Seakan dunianya adalah tentang kerja dan aku. Tak pernah ada dirinya sendiri. Dan seharusnya aku suka. Mungkin setelah ini aku akan menulis surat padanya. Sekedar minta maaf telah menyakitinya begitu dalam. Dan berharap dia bahagia.
Dan entah kali berapa kamu mengantarku ke gerbang pintu keluar. Menemani perjalananku menuju kekasihku yang biasanya hanya sendirian dan sibuk melihat sana sini. Kios-kios baju, sepatu, ataupun makanan yang membuatku tergiur. Lebih banyak diam. Seperti kamu msngikutiku dari belakang. Memastikan aku baik-baik saja, walau sesekali kamu mencoba membuka pembicaraan.
Entah setan apa yang merasukiku saat itu. Tapi jujur saja, aku merasa kasmaran. Seperti anak SMA jatuh cinta. Aku bahkan tak merasa begitu saat awal mengenal kekasihku. Aku tau kalian berbeda. Tapi ini terlalu parah. Terlalu berbeda dari segi manapun, pun aku. Aku menggandeng tanganmu di detik-detik keluar dari gedung. Seakan tak rela berpisah, walau tau besok kita bertemu. Aku terlalu nyaman dan terlalu berani.
Jelas sekali kekasihku pasti melihatnya dari kejauhan, di tempat dia menungguku. Dia cemburu, dan berhak untuk cemburu. Dan dia masih percaya alasan busukku tentang aku menggandengmu karena aku sedang bercerita padamu tentang temanku dan aku hanya memperagakannya. Omong Kosong. Dan entah apa yang ada di pikiran kekasihku saat itu, aku tak mau tau. Selama dia percaya, aku tak memperdulikannya. Aku bisa membuat alasan lain kalau dia mulai marah. Begitu jahatnya aku. Aku tau. Karenamu tapi bukan salahmu.
Di lain waktu, kamu mengajakku mengobrol usai jam pulang. Duduk berdua di selasar, menikmati es krim korea (begitu tulisannya), sesekali berbicara tentang kerjaan atau tentang cerita masing-masing. Menikmati waktu kebersamaan tanpa peduli siapapun memandang atau bahkan tanpa takut kekasihku tiba-tiba lewat dan menangkap basah kelakuan jahatku.
Aku nyaman denganmu. Entah bagaimana kamu. Tapi aku yakin kamu juga menikmatinya. Melihatmu tersenyum dan terkadang aku melihatmu berusaha menyembunyikan perasaan senangmu saat denganku. Berusaha menjaga sikap karna aku bukan, makdudku belum menjadi milikmu.
Dan di suatu malam yang dingin, kita berjalan menuju gerbang dengan perasaan tak jelas. Kamu yang bingung dan cemas tentangku yang diam seribu bahasa serta mempercepat langkahku yang berusaha menghindari pertanyaanmu tentang cemburuku yang tersembunyi. Adegan kamu yang berusaha menahan langkahku, dan aku menepis tanganmu yang berusaha menjangkau tanganku terlihat oleh kekasihku saat itu. Entah kesabaran jenis apa yang dia miliki sehingga membuatnya menahan rasa penasarannya serta kecurigaannya padaku. Karna dia baru menanyakannya beberapa hari setelah itu. Dia ingin hubungan kami baik-baik saja.
Entah karena adegan itu atau apa. Hari demi hari hubunganku dengan kekasihku memburuk. Aku bahkan tak mengerti kenapa aku merasa tak lagi nyaman berduaan dengannya. Aku tak lagi merindukannya Aku tak lagi ingin tau tentangnya sekecil apapun itu. Aku tau aku benar-benar jahat. Tapi aku tak bisa membohongi diri sendiri kepada siapa aku lebih bahagia. Aku bahkan marah hanya karena alasan yang tak masuk akal, dan yang sering ada di pikiranku saat itu adalah kapan dia memutuskanku. Kapan aku bisa bahagia dengan tenang bersamamu.
YOU ARE READING
Rinduku - Kamu Pertamaku
NonfiksiIni tentang rinduku pada dia pertamaku paling banyak.