F I R E.

66 11 0
                                    

"Maybe we're perfect stranger."


Elangga berdecak ketika Retis kembali menuntut pertanyaan yang sama padanya. Sudah berulangkali pertanyaan itu terlontar, pun sudah jutaan kali Elangga memberi jawaban. Tapi Retis seakan tak pernah puas. Semakin Elangga bungkam maka semakin Retis merecokinya. Menuntut jawaban yang Elangga sendiri tak kunjung paham.

"Tis." Tegur Elangga dengan wajah kesal.

"What? Gue cuman ngasi tau. Ya buat jaga-jaga aja mana tau, takdir turn around dan bikin lo berdua saling naksir." Sahut Retis sembari mengedikkan bahunya.

"Ada milyaran wanita di dunia, gue berharap bukan dia orangnya." Sahut Elangga ketus.

Keributan kedua manusia itu membuat Genta menghentikan dribble bolanya. Ia melangkah ke sisi lapangan dan duduk dihadapan kedua kawannya.

"Kenapa? Bukannya lo suka Nara?" kata Genta.

"I was."

Genta mengernyit lantas beralih menatap Retis yang terkekeh pelan.

"Gencatan senjata, Ta. Lagian, kepala mereka sama batunya. Nggak heran kalo bentrok."

"Masih kesal masalah harga diri waktu itu?" Tanya Genta.

Elangga mendengus lantas berucap dengan berang, "Perempuan lo itu terlalu beringas, Tis. Dan gue nggak akan buang-buang waktu untuk main sama dia. Lagipula, lo nggak akan suka saingan sama gue, kan."

"Whoa, I wont let you play her, man. She is my one and only."

"Terserah."

"Kan, ngambekan. Sejak gue kenalin sama Nara lo jadi sensian. Kayak batang kurang orgasme."

"Itu lo!"

"Yah, gue mah dapet jatah rutin udah pasti. Elo ini yang gue khawatirkan. Udah berapa lama mampet, El?"

"Bangsat lo."

Retis tergelak hebat sementara Genta hanya terkekeh pelan. Sementara Elangga merenggut kesal ditempatnya.

"Tapi dia manis banget." Gumam Elangga.

"Apa, El?"

"Nggak ada." Sahut Elangga cepat kemudian beranjak dengan memanggul ranselnya. "Gue balik duluan, capek." Sambungnya kemudian melangkah cepat menuju pintu.

Meninggalkan Retis dan Genta yang bertukar senyum sembari menatap kepergiannya.

-NIS-

"Sumpah, sumpah itu keren banget. My God, asli itu kok bisa gitu sih? Anjirlah!"

Retis mengulum senyum sembari terus menatapi Nara yang menatap video di layar tablet miliknya. Laki-laki itu duduk bersidekap, bersandar pada kepala ranjang sementara Nara berbaring telungkup di sampingnya. laki-laki itu menanti detik dimana adiknya akan—

"Shit! Damn! Kenapa yang keluar manusia itu?! What the—"

—berteriak.

Melihat wajah takjub itu seketika berubah menjadi wajah kesal merupakan salah satu hiburan yang sangat Retis nantikan. Masih setia pada posisinya, laki-laki mengamati Nara yang buru-buru mematikan tablet lantas menelungkupkan wajah di atas bantal.

"Kenapa, Dek?" Tanya Retis.

"Kenapa dia yang keluar dari mobil itu." Gumaman Nara teredam bantal namun Retis masih mampu mendengarnya.

"El?"

Nara tak menjawab, perempuan itu masih dalam benaman bantal yang kini ia remas dengan kedua tangannya.

Nothing Is ImpossibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang