Jeno memegang tangan Mark yang terinfus dengan tatapan sedih. Sudah seminggu semenjak terakhir kali Mark menampakkan dirinya, seminggu pula Jeno berdoa dari hatinya yang paling dalam agar Mark dapat selama dan segera sadar.
Karena bagi Jeno, Mark adalah seorang kakak. Mark menjaganya di saat kedua orang tuanya sudah tak lagi berada di sisinya, apalagi Jeno adalah seorang anak tunggal, membuatnya begitu kesepian jika tak ada Mark yang akan tertawa hanya karena lelucon garingnya.
Keduanya saling mengenal sedari kecil. Sejak Mark pertama kali datang dari Kanada dan belum bisa menyesuaikan diri, ketika itu Jeno membantunya membuat mereka dekat satu sama lain. Meskipun umur Mark yang lebih tua setahun, Jeno lebih suka memanggil Mark tanpa embel-embel 'kakak' karena baginya menyenangkan.
"Hyung."
Namun kini, lelaki itu memanggil Mark dengan sebutan yang sangat jarang di ucapkannya.
"Kenapa kau selalu menatapku dengan tatapan tak bisa kua artikan setiap kali aku menanyakan tentang dirimu yang kembali koma?"
Jeno menghela napasnya pelan. "Dan sekarang dimana kau? Kau takkan meninggalkan aku kan? Aku belum tumbuh dengan baik, aku masih membutuhkanmu sebagai seseorang yang bisa ku jadikan pegangan dalam menghadapi apa pun. Jadi kau tahu betapa berharganya kau dalam hidupku?"
Jeno menoleh begitu mendengar pintu yang terbuka menampilkan sosok lelaki dengan mantel berwarna putih.
"Jihoon hyung, kau datang?"sapa Jeno membuat lelaki yang di panggil Jihoon itu tersenyum.
"Bagaimana keadaan Mark?" tanyanya sembari mendekat. "Tetap sama."
Keduanya lalu tenggelam dalam pikiran masing-masing. Entah apa yang mereka pikirkan. Namun suasana seketika menjadi menggelap.
"Hei, apa mungkin kau berbicara dengan Mark?"
Jeno mengangkat sebelah alisnya. "Maksudmu?"
"Lucas bilang di melihatmu berbicara sendiri sembari sesekali menyebut nama Mark saat dia akan datang menjenguk." Jihoon tersenyum. "Apa mungkin kau punya sebuah kelebihan dalam melihat hal-hal yang tak bisa dilihat?"
"Tidak, sama sekali tidak" jawab Jeno sembari menatap kedua mata Jihoon, tak ada keraguan di matanya.
Jihoon tersenyum. Senyum yang bagi Jeno lebih terlihat seperti sebuah senyum lega.
"Memangnya ada apa?" Jihoon menatap wajah pucat Mark. "Aku pernah berjanji pada Mark jika aku akan menjagamu kalau suatu saat nanti dia tak bisa menjagamu."
"Tidak usah,"ucap Jeno membuat Jihoon menatapnya. "Aku bisa menjaga diriku sendiri, aku bukan anak kecil lagi."
Jihoon tersenyum menatap Jeno yang kini tengah menatap Mark dengan tatapan tak terbaca.
"Manusia tak bisa hidup sendirian, kau tahu itu."
"Memang benar, tapi aku punya Mark hyung dan Sungkyung, dua orang itu saja cukup untuk melengkapi hidupku saat ini. Jadi aku tak butuh hyung untuk menjagaku," ucap Jeno pelan.
"Kenapa kau yakin sekali? Kau pikir Mark dan Sungkyung akan tetap di sampingmu?"
"Keyakinan itu perlu dalam setiap hubungan yang kita jalani, kepercayaan juga. Dua hal itu adalah sifat dasar bagiku dalam setiap menjalani hubungan dengan orang lain. Aku yakin Sungkyung dan Mark hyung takkan meninggalkanku karena aku percaya mereka. Dan aku sudah mengenal mereka sedari lama, mereka bukan tipe yang akan meninggalkan seseorang begitu saja," jelas Jeno.
"Aku tak mengerti pikiranmu. Apa kau tak tahu jika akan sangat besar kemungkinan jika Sungkyung selingkuh mengingat hubungan jarak jauh kalian?"
Jeno menatap Jihoon datar. "Sungkyung adalah gadis yang baik. Dia tahu menjaga dirinya sendiri bahkan ketika aku tak berada di sampingnya. Kenapa? Hyung ingin menjadi perusak hubungaku dengannya?"
Jihoon terkekeh. "Aku tak tertarik pada bocah. Ah, sudah jam segini. Aku harus pergi ke tempat les. Sampai jumpa, Jeno-ya."
Jeno menatap ppunggung Jihoon yang menghilang di balik pintu sebelum kembali menatap Mark.
"Jihoon hyung itu agak aneh bukan?" Jeno menghela napasnya dan tersenyum tipis. "Mari kita lihat sebenarnya siapa yang bocah disini."
***
Eunho berjalan bersama Sungkyung-pacar Jeno sembari mengobrol. Membiarkan lelaki bermarga Lee di belakang sana sibuk dengan ponselnya.
"Bagaimana cara Jeno memintamu menjadi pacarnya? Apa dia punya sesuatu yang khusus? Semacam bunga? Atau makan malam romantis?"
Sungkyung terkekeh. "Tidak ada bunga, tidak ada pula makan malam romantis. Dia mengatakan perasaannya secara spontan."
"Oh, kupikir Jeno tipe yang romantis," ucap Eunho membuat Sungkyung kembali terkekeh. "Jeno romantis kok, pada saatnya."
Keduanya berhenti di depan ruang rawat Mark, membuat Jeno yang berada di belakang mereka bingung.
"Ada apa?" tanya Jeno membuat Sungkyung menoleh. "Ada Sanha."
"Lalu? Masuk saja," ucap Jeno yang berjalan duluan memasuki ruang rawat Mark.
"Kenapa kau tak duduk, Sanha-ya?" tanya Jeno membuat lelaki tinggi itu melirik Jeno dari ujung matanya.
"Apa keadaan Mark hyung masih sama?" tanya Sanha tanpa bergerak dari tempatnya berdiri. Lelaki itu berdiri satu meter dari depan ranjang Mark dan menatap lelaki yang terbaring lemah itu dengan mata gemetar.
"Ya, belakangan ini kondisinya memburuk," jawab Jeno sembari menghempaskan pantatnya pada kursi di samping tanjang.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Jeno membuat Sanha menoleh. "Menurutmu?"
"Kau terlihat takut, apa yang terjadi?" tanya Jeno membuat Sanha diam.
Eunho menatap Sungkyung bingung. "Dia siapa?"
"Yoon Sanha, salah satu teman Jeno," jawab Sungkyung berbisik.
"Jeno, sebenarnya.... "
Ucapan Sanha membuat Eunho dan Sungkyung menghentikan bisikan mereka.
"Ada apa?"
"Sebenarnya... Aku.... "
Sanha tak dapat berkata-kata, seolah ada sesuatu yang menahan suaranya.
"Kau aneh, Yoon Sanha. Apa kau membuat sebuah kesalahan?"
Sanha tersentak. Mata lelaki imut itu berlari ke sana-kemari dan berhenti di jam tangan hitamnya. "Su-sudah waktunya aku les piano. Sampai Jumpa."
Sungkyung dan Eunho menoleh bersamaan begitu Sanha melewati mereka.
"Apa hubungannya dan Jeno tidak baik?" tanya Eunho.
"Tidak juga, tapi dia sedikit aneh belakangan ini," jawab Sungkyung.
"Aneh bagaimana?" tanya Eunho lagi membuat Jeno menoleh dan menjawab, "Sanha bukan tipe orang yang akan ketakutan seperti tadi, aku yakin dia menyembunyikan sesuatu."
***
01 Maret 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe Again | 𝘔𝘢𝘳𝘬 𝘓𝘦𝘦 ✔
Fanfiction"Mark, sedang apa?" Mark mengangkat kepalanya dan tersenyum. "Membuat seribu bangau kertas." "Untuk?" "Pasien kamar VIP di ujung sana bilang kalau membuat seribu bangau kertas, harapan kita akan terkabul." "Memangnya harapanmu apa?" Mark tersenyum s...