9. Mimpi buruk

58.6K 2.4K 98
                                    


Sudah tak diragukan lagi. Di pikiran Budi, otak Ani memang sudah geser. Selain otak mesum, fakta yang baru diketahui Budi adalah ternyata Ani juga menyukai hal-hal berbau horror.

Karena rencana untuk membuat Ani ilfeel padanya telah gagal, maka Budi pun membuat rencana baru. Yaitu membawa Ani ke rumah mak Ijah, orang tua angkatnya.

Rumahnya berada di daerah terpelosok minim listrik, kamar mandi yang berada terpisah dari rumah, lalu masih jarang juga rumah yang memiliki WC. Pasti Ani tak akan bisa betah jika diajaknya menginap seminggu di tempat macam itu. Budi pun hanya bisa berdoa semoga rencananya kali ini berjalan lancar, mengingat rencana pertamanya yang sudah gagal total.

Kini mereka bedua sedang menumpang mobil pick up yang akan melewati kampung rumah mak Ijah. Ani dan Budi duduk dibagian belakang mobil. Budi memejamkan matanya sambil menikmati sepoi-sepoi angin sore, sedangkan Ani tidak bisa diam terlalu exited dengan pemandangan sawah-sawah dan sungai yang mereka lewati.

"Paklek Buleeekkk..... Pakde Budeee.....Yuhuuu Ani pulang kampung....." Teriak Ani sambil melambaikan tangan kepada setiap orang-orang yang berjalan pulang dari sawah.

Sinting, batin Budi.

Setelah sampai di gapura, mereka berdua turun dari mobil yang memberi mereka tumpangan.

"Terimakasih pakde, bude. Besok kalo kita mau balik pulang ke kota kasih tumpangan lagi ya." Ucapan Ani malah mendapat hadiah sentilan dari Budi tepat di keningnya.

"Aduh apaan sih Di, sakit tau." protes Ani sambil mengusapi keningnya.

"Abisnya kamu ngaco aja, kamu pikir bapak sama ibu itu tadi tukang travel apa, yang mau antar jemput kita. Dasar." Budi lalu berjalan meninggalkan Ani.

"Budi...... Tungguin." Ani berlari dan menyamakan langkahnya dengan Budi.

Ternyata tak butuh waktu lama untuk berjalan. Mereka akhirnya sampai dirumah mak Ijah.

"Assalammu'alaikum." Tak lama pintu rumah sederhana itu terbuka, menampilkan sosok mak Ijah yang sudah lanjut usia.

"Wa'alaikumsalam. Loh, ini den Bagus Budi, Budi anak ku. Ya ampun Leh sudah lama kamu gak mengunjungi emak mu ini. Kamu makin besar dan makin ganteng." ucap mak Ijah seraya memeluk lalu menepuk-nepuk pundak Budi.

Ternyata walau sudah terlihat lansia, penglihatan serta ingatan mak Ijah masih awas dan tajam, pikir Ani.

Ani terharu melihat interaksi mak Ijah dan Budi, seketika ia jadi ingat mami nya di Jakarta. Ani rindu.

"An.. Ani.." Ani yang malah melamun baru tersadar setelah tepukan ringan Budi mendarat di bahunya.

"Eh, iya ?"

"Malah ngelamun, ini mak Ijah ibu angkat aku."

Dengan segera Ani menyalami tangan mak Ijah dengan penuh perasaan, tangannya hangat, persis seperti tangan mami nya.

"Duh cah ayu, siapa namamu nduk ?"

"Anisa bu, panggil Ani aja biar lebih serasi sama mas Budi." Budi yang sudah sering mendengarnya hanya balas mencebik.

"Jangan panggil bu, panggil emak aja biar sama kayak yang lainnya. Ayo masuk kalian pasti capek, istirahat dulu di dalam."

Ani dan Budi masuk ke dalam rumah mak Ijah dan beristirahat.

*

Malamnya Budi kira Ani akan ngotot untuk tidur sekamar dengannya, tapi ternyata Ani lebih memilih untuk tidur bersama dengan mak Ijah.

Dalam kamar yang hanya diterangi oleh lentera. Budi membolak balikkan tubuhnya mencari posisi nyaman. Bukan karena kasur atau bantalnya yang tidak nyaman tapi entah kenapa Budi merasa seperti ada yang kurang.

Mendadak Jodoh (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang