Goreng, 6

35 2 0
                                    

"Gerald, kamu mau aku masakin apa?"

"Terserah."

"Oreo goreng, mau?" tanyaku sembari membaca selembar kertas yang telah ku tulis beberapa rekomendasi makanan berbau gorengan.

"Hah? Makanan apaan, tuh."

Aku merengut sebal. "Dih. Dasar nggak berkelas."

"Yang lain, Le. Yang akrab di telinga kita sebagai bangsa Indonesia."

"Eum. Nasi goreng?" Ku tanya ragu-ragu. Sejujurnya aku selalu keasinan masak makanan ini. Semoga kamu nggak mau.

"No. Nggak ada karbohidrat." Yes! Hatiku bersorak. Untung kamu nolak.

"Kalau mie goreng?"

"Nggak mau makan yang bohongan. Katanya mie goreng, tapi dimasaknya pake air."

"Yaelah. Itu doang dijadiin masalah. Ayam goreng deh, mau?" Aku menggigit bibir. Semoga kamu mau. Ini rekomendasi terakhirku.

"Aku bukan Ipin, Ale."

"Astaga, Gerald!" Aku berseru gemas. "Memangnya semua yang makan ayam goreng itu Ipin?"

"Nggak." Kamu menjawab singkat dan lugas. "Yang lain coba."

"Banyak maunya, ya. Lama-lama kamu yang aku gorengin."

"Boleh."

"Apanya?"

"Gorengin aku, kan?"

"Ih. Nggaklah. Mana mungkin. Aku nggak tega juga."

Kamu menghela nafas. "Ya, udah. Kamu kesini aja dulu. Mama udah nanyain daritadi, kok Ale nggak dateng-dateng. Gitu katanya."

"Jadinya aku masakin apa dong?" Aku bertopang dagu. Bingung.

"Kamu bawa minyak goreng aja."

Dahiku berkerut. "Lah? Emangnya minyak bisa digoreng?"

"Minyak goreng, Ale. Ya ampun. Udah dateng aja bawa minyak goreng. Disini ada pisang. Dibawain sama calon kakak ipar kamu."

Aku terdiam beberapa saat. Jantungku berdebar-debar. Apa katanya? Kakak ipar? Ih. Aku nggak salah dengar, kan?

"Hei." Kamu memanggil. Astaga! Ngapain aku melamun? Tenang, tenang. Aku harus bertindak biasa aja.

"...oh, pisang goreng? Kamu suka?"

"Suka. Tapi aku lebih suka kamu."

Lidahku kelu. Tahan, Ale. Jangan sampai dia tahu kalau hatiku berbunga-bunga sekarang. Aku akan merespon dengan sok cuek. "Oh."

"He he he. Suka, nggak?"

"Iya suka."

"Suka apa?"

"Suka kamu," jawabku malu-malu. Uh! Pipiku merona. Untung kamu nggak bisa liat. Bisa kegeeran nanti.

Kamu tertawa renyah. Aku bisa mendengarnya dari sambungan telepon. Aku juga suka mendengar tawamu.

"Sampai ketemu, Ale. Aku tunggu ya."

"Siap, Pak Bos!"

Sebentar lagi, aku akan bertemu dengan Gerald. Sudah dua bulan. Ada perasaan membuncah di benakku. Kalau begitu, apa yang pertama kali harus ku lakukan sekarang?

Ah! Aku ingin ketemu kamu, Gerald.

Kamu juga, kan?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 24, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Gerald!Where stories live. Discover now