Langit malam hari ini sangat cerah. Bintang bertaburan dimana-mana, mempercantik langit yang gelap. Sayang jika melewatkan pemandangan indah yang diciptakan oleh sang kuasa. Tentu saja Jungkook tak mau melewatkannya, walaupun satu detik.
Ia sekarang tengah bersantai di balkon apartemennya dengan secangkir teh dan beberapa camilan yang ia letakan di sampingnya. Jungkook masih memakai kopiah yang diberikan Aisyah tadi siang. Bibirnya melengkung saat mengingat perjalanannya bersama Aisyah.
Kepala menoleh ke belakang saat ia mendengar suara bel yang berbunyi. Ia melihat jam tangan yang selalu menempel pada lengannya.
20:54
Siapa yang berkunjung jam segini. Bahkan seharusnya orang lain sudah menjelajahi mimpinya di atas ranjang, mengingat esok hari dimana semua orang sibuk.
Jungkook menghela nafas lalu bengkit dari duduknya. Ia berjalan menuju pintu apartemennya dengan malas. Tanpa melihat siapa yang berkunjung, Jungkook memutar knop pintu lalu menariknya.
Matanya membulat, tak percaya seseorang tengah berdiri di hadapannya. Jantungnya berdetak tak karuan. Bukan. Ia senang, tapi entah kenapa ada rasa yang membuatnya takut dan khawatir.
"Ibu?"
Wanita paruh baya itu tersenyum dengan sambutan anak satu-satunya yang terlihat aneh. Ia tahu.
"Untuk apa Ibu ke sini?" Mereka masih berada di ambang pintu.
"Tidak boleh Ibu mengunjungimu?"
Jungkook mengusap tenguknya. Sungguh, bukan itu maksudnya. Hanya saja, ia heran dengan Ibunya yang sudah lama sekali tidak berkunjung padanya. Ini yang pertama kalinya setelah 5 tahun mereka meninggalkannya di kota yang sangat besar ini.
"Lebih baik Ibu masuk dahulu." Jungkook menggeser tubuhnya untuk dilewati oleh Ibunya.
Setelah Ibunya masuk dan duduk di sofa, Jungkook menutup pintu lalu menyusulnya--duduk dihadapannya.
"Jadi, ada apa Ibu kemari?" Jungkook membuka percakapan diantara mereka.
"Jungkook-ah, kau adalah anak satu-satunya Ibu, kau bisa lihat sendiri bukan bahwa Ibu sudah semakin tua dan akan terus seperti itu hingga ajal menjemput, begitu pun Ayahmu," Jungkook dapat melihat keriput yang mulai mengerayangi Ibunya itu. Ia pun tahu bahwa Ibu dan Ayahnya akan semakin tua.
"Ibu ingin aku apa?" Ibunya tersenyum mengetahui anaknya sudah dewasa.
"Ibu ingin kau menikah dan dapat meneruskan perusahaan Ayahmu."
Tidak. Jungkook belum siap untuk menikah, apa lagi harus menanggung beban perusahaan Ayahnya. Melihat kertas saja ia sudah pusing. Namun, ia belum menyela perkataan Ibunya.
"Jika kau belum mendapatkan pasangan hingga bulan Juni, maka Ibu akan menjodohkanmu dengan anak teman Ibu." Sambung wanita paruh baya tersebut lalu menatap Jungkook yang terkejut.
"Tapi Bu, aku belum siap."
Ibunya menggeleng. "Ini untuk kebaikanmu, Jungkook." Setelahnya Ibu Jungkook berdiri.
"Hanya itu yang ingin Ibu sampaikan. Ibu mohon untuk menurutinya. Ibu tunggu hingga bulan Juni tanggal 20." Ibu Jungkook berbalik meninggalkan Jungkook yang masih mencerna semua yang terjadi.
Kesadarannya kembali saat ia mendengar suara debaman dari pintu yang tertutup. Ia menghela nafas panjang. Bingung dengan jalan pikiran Ibunya. Bukan, bukan hanya ibunya, tapi keluarganya.
Jungkook berbaring di atas ranjangnya yang empuk. Kepalanya ia tenggelamkan pada bantal.
20 Juni. Itu berarti ia memiliki waktu 4 bulan untuk memenuhi permintaan Ibunya. Atau ia akan berakhir dengan gadis yang akan dijodohkan dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamuaikum
FanfictionAisyah Choi, gadis muslimah yatim piatu. Ceria, baik, dan cantik dapat mendjadi deskripsi tentang dirinya. Selalu dijauhi oleh teman sekolahnya. Namun, ia memiliki teman. Jeon Jungkook, murid baru dari busan. Jungkook membuatnya tahu arti sebuah pe...