"Assalamualaikum." Aisyah membuka sandalnya dan masuk ke dalam. Jangan lupakan anak kecil yang selalu ia gandeng.
Seketika suasana sunyi. Tak ada yang berbicara ataupun sekedar menggerakan tubuhnya. Semua mata kini tertuju padanya, atau lebih tepatnya pada anak kecil yang di samping Aisyah.
"Aisyah, itu siapa?" Bibi Kim yang pertama bertanya. Ia juga heran dengan kehadiran Aisyah yang menggandeng anak kecil.
Aisyah menyuruh anak tadi untuk ikut bermain dengan anak panti lain. Awalnya ia tak mau, tapi setelah meyakinkannya anak tadi mengangguk. Aisyah dan Bibi Kim pergi berdua menuju dapur.
"Tadi saat aku ingin membeli peralatan Jihyo dan kebutuhan, aku melihat anak ini di depan toko roti," Ia mulai bercerita. "Dia tak memiliki tempat tinggal dan orangtuanya sudah meninggal." Aisyah menghirup nafas panjang. "Maka dari itu, aku membawa anak itu untuk tinggal di sini."
Bibi Kim menghela nafas. "Kasian dia. Tapi, jika dia tinggal di sini, maka kemungkinan kebutuhan akan bertambah. Sedangkan donasi dari orang lain tak seberapa." Sebenarnya Aisyah pun tahu berapa donasi yang selalu diberikan oleh orang lain.
"Lalu? Bibi tega melihat anak sekecil itu tinggal di jalan? Jika masalah biaya, aku bisa kerja paruh waktu."
"Tap,-"
"Tak apa, Bi. Aku bisa." Bukan. Bukan masalah bisa atau tidak, tapi Bibi Kim menghkawatirkan bahwa Aisyah akan semakin dikucilkan di masyarakat. "Bibi percaya saja denganku." Dengan senyum tipis, Bibi Kim mengangguk.
Setelah menyelesaikan masalah, mereka kembali menuju ruang keluarga dimana anak panti sedang bersantai dan menonton televisi. Senyum Aisyah mengembang saat dilihat Jaenam tengah bercanda dengan Junghyun.
"Jaenam-ya, kemarilah. Kita akan mengganti pakaianmu." Aisyah melambaikan tangannya pada Jaenam.
"Hyung, aku pergi dulu." Junghyun mengangguk, membiarkan anak yang beda 8 tahun darinya ini pergi. "Junghyun-ah, kau punya baju yang pas dengannya?" Junghyung bangkit dari duduknya lalu mengangguk.
Mereka bertiga berjalan masuk menuju kamar Junghyun. Ia membuka lemarinya dan mulai sibuk mencari baju lama yang tak muat di tubuhnya lagi.
"Mungkin ini akan sedikit besar untuknya." Junghyun menyerahkan satu potong baju dan celana pada Aisyah.
"Terima kasih, Junghyun-ah." Setelah mengangguk, Junghyun keluar meninggalkan Aisyah dan Jaenam.
"Jaenam-ya, kau bisa pakai sendiri atau mau Noona pakaikan?"
"Aniyo Noona, aku bisa pakai sendiri." Aisyah menyerahkan pakaian Junghyun pada Jaenam. Berjalan meninggalkannya sendiri.
Setelah menutup pintu, Aisyah berlalu menuju Bibi Kim. Ia ingin meminta izin untuk membeli alat tulis Jihyo dan keperluan yang tadi ia lupakan.
"Bi, aku mau pergi membeli alat tulis Jihyo dan keperluan kita."
Bibi Kim menghentikan kegiatannya mencuci piring. "Tak perlu, kau pasti lelah. Besok saja belinya."
"Ya sudah. Aku mau bergabung dengan anak lain. Kasian Jaenam sendiri." Aisyah pergi menuju ruang keluarga, bergabung dengan anak panti lain.
"Kau sudah selesai, Jaenam-ya?" Aisyah melihat Jaenam yang tengah bersama Junghyun dan Nara.
Jaenam mengangguk dengan senyum yang sangat manis. Bahkan, jika Jaenam seumuran dengannya, ia mungkin akan tersipu. Tidak. Aisyah menggeleng pada pikirannya yang tadi. Astagfirullah.
Tak mau tenggelam dengan khayalannya yang menjadi, Aisyah ikut duduk di samping Nara yang tengah menonton televisi. Gadis 15 tahun itu sangat serius dalam melihat berita yang ditayangkan. Aisyah tahu Nara bercita-cita menjadi pembawa berita. Sering kali ia menangkap basah Nara yang tengah berlatih membawakan berita di dalam kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamuaikum
FanficAisyah Choi, gadis muslimah yatim piatu. Ceria, baik, dan cantik dapat mendjadi deskripsi tentang dirinya. Selalu dijauhi oleh teman sekolahnya. Namun, ia memiliki teman. Jeon Jungkook, murid baru dari busan. Jungkook membuatnya tahu arti sebuah pe...