"Akh."
Mata seorang pria yang tengah terbaring di atas ranjang putih terbuka. Tangannya memegangi kepalanya yang terbalut perban. Pusing.
Hal yang dapat Jungkook rasakan pertama kali adalah aroma obat yang sangat menyengat. Ruangan dengan warna cat putih dan beberapa alat medis.
Rumah sakit.
"Sakit sekali."
Kepalanya bergerak saat pintu terbuka. Di sana terlihat gadis tudung yang tengah memegang minuman di tangannya. Aisyah melebarkan matanya saat melihat Jungkook sudah membuka mata.
"Jungkook? Kau sudah sadar?" Aisyah berjalan mendekati ranjang Jungkook dan duduk pada kursi.
Belum menjawab, Jungkook tersenyum. "Kau tak apa?" Tanyanya
"Aish... Kau yang terluka, kenapa aku yang ditanya?" Kesalnya. "Tapi bagaimanapun, aku baik-baik saja."
"Baguslah jika begitu."
Jungkook mencoba bangkit untuk duduk. "Sini, biar aku bantu." Aisyah membantu Jungkook duduk dan bersandar pada ranjang.
"Terima kasih."
"Aku yang seharusnya berkata seperti itu. Terima kasih telah menyelamatkanku."
Aisyah menundukan kepalanya dalam. Malu dengan dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia melibatkan seseorang ke dalam masalahnya, hingga Jungkook terluka seperti ini. Seharusnya ia tak pulang selarut kemarin.
"Hey, kenapa kau menunduk? Angkatlah wajahmu agar aku dapat melihatnya." Ujarnya seraya tersenyum.
Tak ada yang dapat ia lakukan. Menggerakan tangannya saja rasanya sakit. Di samping itu, jika ia menyentuh Aisyah, sudah dipastikan gadis itu akan sangat marah. Jungkook kesal dengan keadaannya sekarang.
Aisyah mengangkat kepalanya. Maniknya menangkap wajah Jungkook yang manis. Mendadak ia menjadi gugup. "K-kenapa kau menatapku seperti itu?" Wajahnya memerah, semerah tomat masak. Seketika ia memalingkan wajahnya.
Tawa Jungkook tak dapat ditahan lagi. Suaranya memenuhi ruang rawatnya. "Cheonsa-ya, wajahmu memerah. Kau lucu sekali." Walaupun sesekali tawanya diselingi oleh rintihan sakit, ia tetap tertawa lepas.
"Berhenti tertawa. Jika kau tak berhenti, aku akan pergi." Aisyah sudah bersiap bangkit dari duduknya.
"Jangan! Temani aku di sini." Dengan sigap, Jungkook menahan Aisyah untuk bangkit, walaupun tak menyentuhnya. Ia masih ingin hidup setelah ini.
Aisyah duduk kembali pada posisinya masih dengan wajah yang memerah, walaupun tak semerah tadi. "Mau apa lagi?" Tanyanya ketus.
Jungkook terkekeh. Ia sungguh menyukai ekspresi Aisyah yang seperti ini. "Temani aku sebentar lagi. Aku ingin berdua denganmu."
Aisyah mengerutkan keningnya. Detik berikutnya, mata Aisyah melebar. Ia baru menyadari hanya ada ia dan Jungkook berdua. Berdua. Bayangkan bagaimana wajah Aisyah. Ia lupa dengan keadaan.
"Astagfirullah. Bagaimana bisa aku lupa?" Ia menepuk keningnya, membuat pria di hadapannya terheran. "Begini, dalam Islam, tidak boleh seorang gadis berdua dengan lawan jenis yang bukan mahram, kau ingat? Dan di sini hanya ada kau dan aku. Berdua."
"Jika begitu, aku keluar saja. Sebentar lagi pasti ada yang menemanimu." Aisyah bangkit dari kursinya, seutuhnya bangkit tanpa penahanan dari Jungkook.
"Tapi Aisyah, mungkin tidak ap-,"
Perkataan Jungkook terpotong saat suara pintu terbuka. Aisyah dan Jungkook sama-sama menoleh pada sumber suara. Di sana, berdiri wanita paruh baya yang sangat Jungkook kenal. Namun berbeda dengan Aisyah, ia sama sekali tak mengenalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamuaikum
FanfictionAisyah Choi, gadis muslimah yatim piatu. Ceria, baik, dan cantik dapat mendjadi deskripsi tentang dirinya. Selalu dijauhi oleh teman sekolahnya. Namun, ia memiliki teman. Jeon Jungkook, murid baru dari busan. Jungkook membuatnya tahu arti sebuah pe...