#8. Masih Berbekas

21 2 0
                                    

Sudah lewat dua hari sejak pembantaian itu terjadi. Sekolah diliburkan sementara dengan alasan penyelidikan.

Pembunuhan tiga gadis kep*rat itu menimbulkan banyak misteri dikarenakan tidak ada motif pasti tentang kejadian sebenarnya. Kebanyakan siswa disekolah malah mengarang cerita, mungkin hanya untuk bisa terkenal dan masuk tv.

Pelaku pembantaian itu masih dicari. Semua penyelidik bertampang gagah seolah-olah akan mempertaruhkan nyawa dan rela mencari ke ujung dunia untuk menemukan pelakunya.

Padahal selama ini, pelakunya ada di dekatku.

Keluargaku baru akan pulang satu minggu lagi. Mengetahui keadaan kakek yang makin kritis di rumah sakit. Ibuku langsung mengambil keputusan untuk tinggal lebih lama di rumah nenek. Sedangkan ayah baru pulang 3 bulan lagi. Mungkin hari-hariku akan jadi kacau.
Sepi rasanya tinggal seorang diri di rumah sebesar ini.
Tanpa kusadari,ternyata selama ini Robin tinggal di sebelah rumahku,di rumah nenek Alicia.
Itulah mengapa saat baru bertemu, dia sepertinya sudah lama mengenalku.

(17.15)
Udara dingin menyapa tubuhku,yang hanya berbalut kaus jersey bola yang kubeli beberapa bulan yang lalu. Tapi udara dingin disore hari mendung itu,masih tidak bisa mendinginkan hatiku yang panas oleh api ketakutan. Kejadian mengerikan,banjir darah,organ tubuh manusia berhamburan kemana-mana,tulang-belulang yang hancur bertebaran...

Pemandangan yang menyedihkan.

Sore itu aku sedang duduk seorang diri di gazebo yang berada di sudut halaman depan rumahku,memaknai apa yang telah terjadi.Yang masih menyisakan memori yang menyayat di pikiranku.Tiba-tiba.....

Sebuah tepukan mendarat lembut dibahuku.

Itu Robin.

Aku hanya mendehem sambil tersenyum. Senyum yang menunjukkan sifat lembutku padanya,meskipun di sisi lain,aku takut berhadapan dengannya.

"Masih teringat kejadian hari itu?''

Robin bertanya dengan wajah yang datar. Tapi masih terukir tampang penyesalan melalui pancaran matanya.

"Hmmm,iya. Aku sampai tidak bisa tidur belakangan ini. Nuansa yang berbeda daripada membaca atau menonton film horror...''

Jawabku dengan nada serak dan parau seperti baru bangun tidur.
Aku hanya mencoba menyesuaikan keadaan dengan menata ekspresi sebaik mungkin. Agar suasananya tidak terlalu garing juga.

"Layla...''

Sapa Robin pendek didekat telingaku,menciptakan suasana hangat didalam dan luar tubuhku.

"Ah,iya? Apa kau lapar?''

Tanyaku lagi agar suasana tidak terlalu tegang.

Robin menghela nafas dalam-dalam, menunjukkan bahwa dia sedang berusaha melepas beban yang berat dari tubuhnya.

"Robin...''

Aku membelai lengannya yang berotot. Tapi kau harus percaya...
Aku bukan tipe perempuan seperti itu。・°°・(>_<)・°°・。

"Layla, menurutmu lucu tidak,kalau aku menyerahkan diriku pada orang-orang itu?''

Satu pertanyaan dari Robin yang membuatku terlonjak kaget.

"A-apa katamu?! Orang-orang itu? Maksudmu polisi?!''

Tanyaku dengan sedikit menggebu-gebu. Aku terlalu panik.

"Hmmm...''

Hanya deheman dari mulut Robin yang diiringi dengan tiupan angin dingin yang kencang dan berakhir dengan hujan dari mataku.

In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang