Tempat di mana kau tak perlu berpura-pura
Sebuah tempat untuk pulang
Kau bisa menyebutnya rumah
***
Sepuluh tahun kemudian ...
Di perempatan jalan menuju rumahnya, Joanna mendesah lelah melihat perkelahian di hadapannya. Setidaknya, ada empat orang yang kini berkelahi, atau lebih tepatnya mengeroyok, seorang pria yang sudah jatuh tersungkur di trotoar. Joanna mendecakkan lidah kesal seraya menghentikan mobil dan melangkah cepat ke arah perkelahian.
Tanpa mengatakan apa pun, Joanna menarik salah satu dari pengeroyok itu, mendaratkan pukulan keras di wajahnya. Berikutnya, sebuah tendangan keras didaratkannya di perut pria itu, membuat pria itu tersungkur di jalan beraspal. Ketiga temannya yang lain lantas menghentikan kesibukan mereka dan menatap Joanna.
"Tidakkah kalian mendengar dari teman-teman kalian untuk tidak membuat ribut di kawasanku?" sengit Joanna seraya menatap kesal ketiga pria lainnya.
Ketiga pria itu saling berpandangan, lalu menatap Joanna.
"Kau pikir kau siapa?" Salah satu dari mereka berbicara dengan menantang.
Joanna mendengus. Preman baru di sekitar sini. Baiklah. Joanna tak merasa perlu menjawab pertanyaan itu, tapi kemudian, ia menarik pria yang menantangnya tadi, lalu mendaratkan tinjunya tepat ke hidung pria itu, membuat pria itu berteriak kesakitan.
"Kau ..." geramnya ketika mendapati hidungnya berdarah.
Joanna mengedikkan bahu. Ia mundur, lalu dengan jarinya, ia menantang mereka.
Dua pria lain yang belum sempat merasakan tinju Joanna, maju bersamaan. Joanna menunduk untuk menghindari serangan pria pertama, lalu menyapukan kakinya untuk menjatuhkan pria kedua. Ia berbalik dan kembali menghindari serangan pria pertama, lalu melompat dan menendang dada pria itu, membuat pria itu terdorong mundur.
Ketika pria kedua sudah kembali berdiri, ia menerjang ke arah Joanna. Seketika, Joanna kembali menunduk, lalu mendaratkan tinju di perut penyerangnya. Ketika pria itu terdorong mundur, Joanna melakukan tendangan berputar, menghantam leher pria itu, membuatnya jatuh ke aspal, dan mungkin pingsan, karena kemudian ia tak bangun lagi.
Pria pertama yang kini menatap Joanna dengan ngeri, berusaha berdiri dengan susah payah, untuk kemudian melarikan diri begitu saja. Sementara pria yang hidungnya berdarah tadi, tampaknya punya harga diri yang cukup tinggi, karena kemudian ia maju dan memasang kuda-kuda.
Joanna berdehem. "Aku sudah biasa melihat para pria lari ketakutan ketika menghadapiku. Aku tidak akan menertawakanmu jika kau lari," katanya.
Pria itu tampak marah, lalu ia pun menerjang ke arah Joanna, membuatnya harus mundur menghindari serangan. Joanna lantas menghantamkan sikunya ke lengan pria itu, lalu dengan sikunya yang lain, dia menghajar wajah pria itu. Joanna menarik pria itu, untuk menendang kakinya, membuat pria itu langsung jatuh berlutut seraya mengerang kesakitan.
Joanna mengabaikan kata ampun dari pria itu dan mendaratkan tendangan berputar yang telak menghantam pipinya, sebelum pria itu jatuh tak sadarkan diri. Setelahnya, Joanna segera menghampiri pria yang menjadi korban pengeroyokan tadi. Joanna mengerutkan kening melihat rambut cokelat muda, pendek, kumal dan berantakan pria itu. Sepertinya anak jalanan, meski tampaknya juga bukan lagi anak kecil. Joanna terkesiap ketika pria itu mendongak, menunjukkan wajah babak belurnya pada Joanna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate Between (End)
ActionSetelah melihat kematian kakaknya, Light, di depan mata, Thunder berubah menjadi malaikat kematian. Bertahun-tahun ia tenggelam dalam nerakanya. Sampai ia melihat gadis itu, adik dari salah satu korbannya. Setelahnya, Thunder pun menghilang dari du...