-4-

2K 146 11
                                    

Penampilan bisa menipu

Namun, seorang iblis

Takakan bisa menjadi malaikat

***


"Apa kau tahu siapa namamu?" tanya Joanna kemudian.

Pria itu mendongak dan menatap Joanna. "Arzen. Orang-orang memanggilku Zen."

Joanna mengangguk. Setidaknya pria ini tahu namanya, meski tanpa nama keluarga. "Umurmu ..."

Pria itu menggeleng, membuat Joanna mendesah pelan.

Baiklah, ada beberapa pilihan tentang dugaan sementara Joanna. Pria ini bisa saja pria idiot karena tekanan bertahun-tahun di rumah majikannya. Atau, bisa juga dia hanya pria bodoh yang polos karena tak pernah tahu dunia luar. Atau yang sedikit lebih ekstrim, pria ini gila, meski untuk orang gila, ia tampak terlalu tenang.

"Baiklah." Joanna mengambil keputusan cepat untuk menentukan pria ini termasuk golongan yang mana. "Maaf jika pertanyaanku ini lancang, tapi apa kau pernah bersekolah sebelumnya?"

Pria itu mengangguk. "Hanya sampai elementary school," beritahunya.

"Kau masih mengingat pelajaran Matematika, atau pelajaran apa pun semasa sekolah?" selidik Joanna.

Pria itu kembali mengangguk. "Aku cukup andal dengan Matematika. Orang-orang menyebutku jenius Matematika. Aku juga masih ingat pelajaran Aljabar, dan juga ..."

"Oke," sela Joanna. Itu berarti dia bukan pria idiot.

"Aku bukan idiot," ucap pria itu tiba-tiba, membuat wajah Joanna memerah karena pemikirannya beberapa saat lalu.

"Maaf, aku hanya menduga. Setidaknya aku perlu melakukan beberapa tindakan jika situasinya seperti itu," terang Joanna.

"Aku bukan orang gila, dan bukan idiot," kata pria itu lagi.

Joanna meringis. Apakah pria ini bisa mendengar pikiran Joanna?

"Aku hanya sudah lama tidak melihat dunia luar," lanjut pria itu.

Joanna menarik napas dalam, lalu mengangguk, menyadari dirinya bersalah untuk tuduhan kejamnya tadi. "Sudah berapa lama tepatnya kau tidak melihat dunia luar?"

"Sejak aku tiga belas tahun. Aku tidak tahu lagi hidup macam apa yang kujalani," ucap pria itu seraya menunduk.

Joanna menatap pria itu, tak bisa mencegah dirinya untuk merasa iba. Hidup dengan cara seperti itu, itu bahkan tak bisa disebut dengan hidup.

"Aku memang belum bisa percaya sepenuhnya padamu. Tapi, untuk saat ini, aku akan membiarkanmu tinggal di sini. Kau bisa belajar beradaptasi dengan dunia luar selama kau tinggal di sini. Tapi, kuingatkan padamu, aku bisa menghajar dan mengalahkanmu dengan mudah. Jadi, jangan macam-macam padaku," kata Joanna kemudian.

Pria itu tampak senang dan lega sekaligus. Ia mengangguk cepat, berkali-kali, menanggapi keputusan Joanna.

"Aku akan memperkenalkan kau pada kelima anak di depan. Tadi kau sudah berbicara dengan George. Dia yang paling tua, usianya tujuh belas tahun. Dean dan Peter enam belas tahun, sementara Brad dan Ronald lima belas tahun. Aku menemukan mereka pertama kali sekitar tiga tahun lalu. Dalam keadaan kurang lebih sama sepertimu. George yang pertama datang ke rumah ini. Beberapa bulan kemudian, aku membawa Ronald. Lalu menyusul Dean, Brad dan Peter.

"Mereka juga tidak punya rumah untuk pulang. Tapi, aku tahu mereka tidak akan berbuat jahat. Karena itu, aku membawa mereka kemari, memberi mereka tempat untuk pulang. Setiap pagi mereka sekolah, dan malamnya mereka bekerja paruh waktu di restoran salah satu kenalanku. Sejauh ini, mereka lebih menikmati kehidupan kedua mereka di sini. Kuharap, kau juga bisa segera memulai kehidupan barumu, dan menikmatinya." Joanna tersenyum pada pria yang kini menatapnya bingung.

Fate Between (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang