Cahaya matahari pagi yang menembus cela gorden ruangan itu membuat seseorang diatas tempat tidur menarik selimut untuk menutupi wajahnya. Dia mengerutkan dahinya, rasanya aneh- ini berbeda. Aroma selimut itupun berbeda, pikirnya.
Perlahan dia membuka matanya, gelap. Dia langsung menyibak selimut yang menutupinya dan menyesuaikan diri dengan cahaya yang langsung menusuk retina indah itu. Ruangan ini luas, lebih dari kamar tidurnya dan lebih mewah dari kamar hotel yang dipesan oleh sahabatnya. Tunggu- bukan waktunya untuk memikirkan betapa bagusnya kamar ini. Tapi ini waktunya untuk memikirkan dia dimana sekarang.
"Pembunuh-"
Gadis itu membulatkan matanya.
"Apa aku sudah mati?!"
Entah dia bertanya kepada siapa.
Segera ia turun dari tempat tidur itu dan berlari ke arah satu pintu ya g diyakininya adalah pintu keluar.*Dug*
Gadis itu, Anastassia terjatuh. Rasanya sakit,berarti inj bukan mimpi. Dia menoleh ke sumber ya g membuatnya jatuh dan yang benar saja, kakinya terlilit oleh rantai!. Seketika mata yang memiliki retina biru kehijauan itu membulat sempurnya.
"Apa-apaan ini- aww!"
Ana memegangi bagian lehernya. Rasanya seperti tersengat, seperti bekas suntikan. Dia mengerjap, mengingat kejadian malam itu. Seoramg pembunuh dengan senjata api. Tapi bukan itu! Ada seseorang lagi, yang menyuntik lehernya. Seorang pria yang tampan. Ya Ana mengingat wajahnya dengan jelas dan dia tahu pasti kalau pembunuh itu bekerjasama dengan orang yang membuatnya seperti ini. Oh sial! Apa dia sedang menjadi sandera psikopat gila? Ini tidak benar! Ini tidak bisa menjadi liburan yang berujung maut!
Setelah memperhatikan sekelilingnya, Ana tahu dengan pasti kalau berteriak pun percuma. Itu hanya akan mengundang sesuatu yang lebih buruk lagi. Dia tidak akan begitu panik meskipun rasanya dia benar benar ingin menangis meminta pertolongan. Oh c'mon Ana menyukai film bergenre horror,action, misteri dan sejenisnya. Dia tidak terlalu bodoh-pikirnya.
Gadis itu memperhatikan rantai yang membelit kakinya, mencoba mencari cara agar kakinya terlepas dari rantai itu. Dan sial untuknya karena rantai itu benar benar sulit untuk dilepas. Ditarikpun tidak ada gunanya hingga dia menghempaskan rantai itu tanda untuk menyerah. Menghela napasnya, kepalanya mulai terasa sakit memikirkan cara untuk melarikan diri."Ah kau sudah bangun rupanya"
Ana terdiam, bukan karena dia takut dengan pembunuh yang kemarin itu, tapi suara ini benar benar membuatnya merinding. Dia tidak ingin menoleh, dia hanya akan tetap terdiam diposisinya membelakangi orang itu- pria yang memiliki aura yang sangat mengintimidasi meskipun kau hanya mendengarkan suaranya.
Pria itu melangkah, tiap langkahnya membuat jantung Anastassia bertedak dua-tiga-empat kali lipat dan rasanya ia ingin sekali melarikan diri sekarang juga.
"Mendongaklah"
Pria itu memberi perintah pada Ana, dan gadis itu tidak bergeming sedikitpun dari posisinya yang menunduk sambil menggenggam erat rantai yang membelit pergelangan kakinya. Sampai pria itu tiba-tiba menarik rambut bagian belakangnya dan membuat gadis itu merintih kesakitan tapi tetap memejamkan matanya.
"Jangan membuatku mengulang apa yang sudah kukatakan"
Ana masih tetap memejamkan matanya, ia dapat merasakan aroma maskulin dan mint dari pria itu. Napasnya bahkan mengenai wajahnya, sedekat itukah? Pikirnya.
Gadis itu memberanikan diri untuk membuka matanya, kelopak itu bergerak perlahan dan seketika membulat sempurna saat pandangannya dan pria itu bertemu. "Isn't a dream right?" Tanya nya dalam hati. Sial! Pria ini sangat tampan, lebih dari pria malam itu. Matanya berwarna abu-abu kelam, seakan menarik siapapun yang menatapnya untuk tenggelam ke dalamnya. Sangat tajam dan mengintimidasi. Tapi tidak, Ana tidak akan bisa tenggelam semudah itu, matanya kemudian berubah- kembali menatap tajam tepat kearah mata pria itu. Meskipun rasa takut itu ada jauh dilubuk hatinya-Pria itu menyeringai saat memperhatikan perubahan mimik gadis di depannya kemudian menghempaskan gadis itu ke lantai.
"Tsk!"
Ana melirik tidak suka kearah pria itu, persetan dengan ketampanannya.
"Apa yang kau inginkan sialan?!"
Emosi gadis cantik itu mulai meletup, dia benci seseorang yang memperlakukan orang lain dengan kasar. Dan ini pertama kalinya dia diperlakukan dengan sangat rendah, itu melukai harga dirinya.
"Tenagamu ternyata masih sangat banyak setelah tertidur selama tiga hari"
Lagi-lagi mata Ana membulat sempurna dan tidak kalah pria itu berdiri tegap kemudian menyeringai, lebih dari sebelumnya.
"Kau-" Gadis itu berdiri dihadapan pria itu dengan sangat berani. Pria itu tinggi, membuat Ana harus merasakan sakit dilehernya karena menahan amarah dan harus mendongak menatap pria itu. "Apa yang kau lakukan padaku, pembunuh?!". Gadis ini benar benar akan mengamuk sebentar lagi.
Rahang pria itu mengeras dan sangat terlihat jika dia sedang kesal. Ini pertama kalinya ada yang berani membentaknya dan itu adalah gadis rendahan.
"Key? Urus bocah sialan ini"
Pria itu pergi dan seseorang muncul dari pintu dan kembali membuat Ana terkejut. Pria itu, pria tampan yang menyuntik lehernya! Apa yang akan diperbuatnya kali ini?. Ana mengambil posisi siaga, berjaga jaga jika pria yang dipanggil Key itu akan melakukan sesuatu yang gila.
"Patuhlah jika tidak ingin merasakan sakit terus menerus nona"
Pria itu tersenyum ramah sambil mengambil beberapa alat yang benar-benar membuat Anastassia panik. Itu jarum suntik! Dan Ana phobia jarum suntik!
"Hentikan! Apa yang akan kau lakukan?! Jangan mendekat!"
Dua orang bertubuh besar dan menyeramkan masuk kemudian menahan tubuh Ana agar tidak bergerak.
"Don't you do dare to do that jerk! Don't touch me!"
"Tenanglah nona"
Key tersenyum sambil menusukkan jarum itu ke lengan kiri Anastassia. Sesaat kemudian gadis itu kembali tidak sadarkan diri.
~~~~~~~~~~~~
[TBC]
00.01am dan besok aku kerja masuk pagi:'))
Segini dulu ya❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Destiny Belong To Me
Romance[Mature content] Segala apa yang ditulis disini hanyalah karangan, fiksi/khayalan. Tidak diperuntunkan untuk ditiru di kehidupan nyata. Karena yang happy ending dan banyak keberuntungan hanyalah di cerita fiksi. So I warning you! Albert Dominic - 31...