Six

1.5K 39 1
                                    

  Setelah membersihkan tubuhnya- tepatnya para pelayan itu menyentuh seluruh bagian tubuhnya saat dibersihkan- sekarang Ana berada di satu lorong berukuran (lebar) sekitar 2 meter yang cukup panjang di rumah ini. Lantainya dilapisi oleh karpet tebal dan sepertinya sangat mahal, dindingnya terasa sangat tebal dan mewah. Patung-patung kecil disela dinding dan lentera dengan bentuk yang indah bergelantungan disepanjang lorong itu. Ana sempat berpikir untuk apa hal seperti itu dipajang? Bukankah sekarang sudah jamannya menggunakan lampu listrik?. Tapi dilain sisi, segala aksitektur ini memang luar biasa, Ana serasa berada di dalam film kerajaan yang biasa dia tonton. Lorong itu tidak menyeramkan sama sekali, di kedua sisinya terdapat lukisan-lukisan klasik, entah darimana. Ana tidak begitu mengerti dengan seni apalagi dengan lukisan, dia hanya tahu lukisan Monalisa dan lukisan itu juga ada disini. Dia memberanikan diri berjalan dan mengamati setiap lukisan itu, bahkan dia sampai lupa niat utamanya adalah melarikan diri dari psikopat gila itu. Selangkah-dualangkah, dia tersadar akan niat utamanya dan seorang pria dengan setelan jas khas pelayan yang cukup berumur muncul dihadapannya. Pria itu masih terlihat gagah meskipun keriput sudah hampir memenuhi wajahnya juga rambut yang mulai memutih.

Pria itu tersenyum dan sedikit membungkuk, meminta agar Ana mengikutinya.

Ana tidak bodoh, niat utamanya adalah melarikan diri. Mengikuti pelayan itu sama dengan masuk ke lobang neraka. Dia berbalik arah dan bersiap untuk kabur sebelum dia menabrak tubuh seseorang. Aroma ini, mengingatkannya akan si pembunuh berdarah dingin itu-

Tanpa sadar tangannya sudah ditarik dengan kuat, menjauh dari sang pelayan. Berjalan disepanjang lorong itu dengan Ana yang berusaha menyeimbangkan langkah dari pria itu. Dia hanya bisa diam dan meringis hingga tiba-tiba pria itu berhenti di depan suatu ruangan dan lebih tepatnya berada diujung lorong ini.

"Masuk"

Ana diam, berpikir untuk masuk ke ruangan yang mungkin saja akan menjadi tempat terakhirnya untuk bernapas atau melarikan diri. Mungkin saja dia bisa kabur saat ini. Lagipula, pria sialan ini sedang sendiri kan sekarang.

"Jangan membuatku untuk mengukang perintahku, nona"

Ana tersentak, tersadar dari dunianya sendiri. Dia mendongak, menatap pria itu dan tiba-tiba dia merasa oksigen yang dihirupnya dengan nyaman malah semakin berkurang, pria ini begitu menekan dirinya hanya melalui tatapannya. Dengan susah payah Ana membalikkan tubuhnya ke ujung lorong dan mendapati satu lukisan yang menarik di matanya. Di dalam lukisan itu terdapat 2 anak laki-laki beserta kedua orang tuanya. Ana mengamati wajah kedua anak lelaki di lukisan itu, seperti ada sesuatu yang sangat mengganjal di dalam hati dan pikirannya.

Tiba-tiba lukisan itu tertutupi oleh kain berwarna merah darah dan seseorang yang memiliki tangan yang terlihat sangat jantan dan kuat, ya siapa lagi jika bukan si pria brengsek yang sialannya membuat perut Ana seperti dihiasi kupu-kupu jika menatapnya.
Pria itu menatap Ana dengan raut wajah yang marah, rahang yang menegang dan mata yang siap untuk membunuh. Tidak membutuhkan waktu yang lama, Ana buru-buru masuk ke dalam ruangan yang di perintahkan. Pria besar itu membuat nyalinya menciut seketika. Damn it! Stupid Ana!

Gadis manis itu memejamkan mata ketika mendengar suara pintu yang dikunci dari luar. Dia merutuki kebodohannya yang dengan mudahnya menuruti perintah pria brengsek itu. Sekarang dia harus memutar otak untuk menemukan cara agar bisa melarikan diri dari sini. Ana mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan dan tidak mendapatkan sedikitpun celah untuk melarikan diri. Ini ruangan tertutup, tidak ada jendela, semuanya hanya dinding berwarna putih bersih. Terdapat kamar mandi dan sama, tidak ada celah sedikitpun.

"Tamatlah riwayatku-"

Gadis manis itu mengusap wajahnya frustasi. Jalan satu-satunya untuk kabur dari sini hanya melalui pintu tadi, dan itu di kunci.

Apa yang diinginkan pria brengsek itu sebenarnya? Dia bahkan bukan putri kaya raya, selebriti atau orang berkelas lainnya. Dia hanya tidak sengaja menyaksikan pembunuhan dan dia bahkan tidak akan menceritakan apapun jika pria itu ingin melepaskannya.

"Sial!"

Tanpa sadar, gadis itu meninju cermin yang berada di dalam kamar mandi hingga retak dan menodainya dengan darah.

"Ouch sialan!"

Dia tersadar dan tidak berhentinuntuk mengumpatkan betapa sialnya hidupnya. Ketika dia benar-benar merasa kesal dan marah, hal ini akan selalu terjadi. Fuckin' stupid Anastasia.

Dia memeriksa luka di tangan kanannya, tidak dalam, hanya tergoser di beberapa bagian tapi mengeluarkan cukup banyak darah. Sial. Lagi dan lagi dia mengumpati dirinya dan kehidupannya yang benar benar buruk, sampai suara pintu kembali terbuka. Dengan mengabaikan luka dan darah yang masih mengalir di tangannya, gadis itu bergegas keluar dari kamar mandi dan terkejut mendapati si pria sexy yang brengsek itu beserta beberapa pengawal dan pelayannya.

Pria itu menurunkan pandangannya, fokus pada tangan putih mungil yang terbodai oleh merahnya darah. Matanya menajam, lebih dari sebelumnya. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal kuat seakan siap untuk membunuh seseorang. Sayangnya, Ana tidak memperhatikan itu semua. Gadis itu larut dalam pikirannya, apakah dia akan dibunuh saat ini juga atau apa.

"Please, let me go! Aku tidak akan mengatakan apapun ke dunia luar masalah ini"

Ana memohon, mencoba peruntungan tentunya. Dia berdoa agar malaikat baiks edang mampir dan merasuki pria ini. Sayangnya Ana gagal, lagi dan lagi. Pria ini malah pergi dengan bawahannya tanpa mengucapkan satu kata pun yang membuat Ana bingung.

"Sekurang kerjaan itukah? Dasar sinting! Ah setidaknya aku tidak dibunuh" Pikirnya.

Pintu yang tadinya ditutup kembali dibuka dan mengejutkan gadis itu lagi. "Apa aku dibunuhnya sekarang?!". Dia membulatkan matanya melangkah mundur ketika beberapa pelayan wanita muncul membawa sekota peralatan obat.

"Silahkan duduk nona, kami akan mengobati luka anda"

Ana diam, masih tidak mengerti apa yang terjadi. Jika dia memang akan dibunuh, tidak seharusnya pelayan ini repot-repot untuk mengobati lukanya. Seharusnya dibiarkan saja bukan?

"Maaf nona, tapi ini perintah dari tuan. Jika nona tidak menurut, kami yang akan dibunuh oleh tuan. Tolong selamatkan kami"

Seketika Ana duduk dan membiarkan para pelayan itu mengobati lukanya. Dia tida meringis sedikitpun ketika lukanya dibaluri dengan alkohol dan antiseptik yang lain yang dia tidak mengerti apa itu. Dia hanya terus berlarut pada pikirannya, hingga para pelayan pamit dan pintu kembali dikunci pun dia hanya diam.
Apa motif dari pria itu? Apa yang dia inginkan? Siapa dia sebenarnya? Kenapa tujuannya untuk refreshing malah berujung sial seperti ini.

Gadis itu merebahkan diri, menatap langit-langit kamar dengan cat putih polos. Memikirkan nasibnya besok, atau beberapa jam lagi seperti apa.
Apakah dia akan mati? Di jual? Atau dijadikan budak. Entah bagaimana dia mulai merasa lelah dengan usahanya, terasa sia sia upayanya untuk kabur dari sini. Seakan lantai, dinding dan langit-langit ruangan bisa menjadi mata dan telinga pria itu.

Ana hanya bisa berdoa untuk kelangsungan hidupnya.

-------------------

[TAMAT]



HE HE HE BERCANDA😀👌

Your Destiny Belong To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang