Seven

227 11 3
                                    

Entah sudah berapa lama gadis itu mendekap di dalam ruangan ini. Dia bahkan tidak tahu di luar siang atau malam. Di ruangan ini benar-benar tidak ada fentilasi atau apapun yang bisa membuka akses ke dunia luar.
Di ruangan ini hanya ada tempat tidur, lemari pakaian, pendingin ruangan, rak yang diisi beberapa buku juga fasilitas lainnya. Aneh, pikir Ana.
Pelayan beberapa kali akan masuk mengantarkan makanan lalu kembali mengambil peralatan bekas makan itu, atau ya membawakan pakaian yang akan dikenakannya. Munafik jika Ana tidak ingin memakan makanannya juga, dia bahkan memakan setiap hidangan dengan lahap, dia tidak ingin mati kelaparan tentu saja, sungguh amat tidak keren baginya. Yang membuatnya semakin terheran adalah, pakaian yang selalu dibawakan oleh pelayan adalah pakaian yang serba putih. Mulai dari dalaman hingga luaran, dan putih adalah warna yang sebenarnya tidak begitu disukai oleh gadis ini, itu ya g membuatnya sedikit kesal.

Dia sudah sangat tidak tahan, ini benar-benar mengganggunya, berdiam diri diruangan ini membuat kepalanya seakan ingin meledak. Ana benar-benar merasa kesal, dia berjalan kearah satu-satunya akses untuk keluar dari ruangan ini, dia memutar kenop pintu yang terlihat menyebalkan itu.

*ceklek*

Ana terdiam, benar-benar sedang mencerna segala sesuatu yang terjadi disini.
What the hell, selama ini pintunya ternyata tidak dikunci! Dia benar-benar merutuki kebodohannya karena begitu putus asa akan hidupnya. Pria itu, pria brengsek yang merusak hidupnya yang indah, dia harus diberi pelajaran.
Mata gadis itu benar benar sudah kehilangan rasa takutnya, dia berjalan keluar dari ruangan ini, melewati lorong demi lorong, dia berjalan sesuai dengan kemauannya. Tujuan utamanya adalah menemukan si pria tua jahannam berhati iblis yang merusak hidupnya dan merusak liburannya yang seharusnya menyenangkan.

"Keluar kau pria tua brengsek! Aku benar-benar akan membuat wajah tampanmu itu babak belur!"

Gadis itu berteriak seperti orang kesetanan. Herannya, para penjaga dan pelayan disana tidak menangkapnya seperti yang terjadi sebelumnya, mereka hanya diam seolah gadis itu hanyalah sesosok orang sinting.

"Aku benar-benar muak padamu pria tua brengsek, pedofil dan gila!"

Ana kembali berjalan melewati satu ruangan dimana ia melihat sebuah cermin dengan ukuran besar, seukuran dengan pintu appartement lusuhnya. Sudah lama rasanya ia tidak melihat cermin setelah insiden ia merusak cermin yang berada di kamar itu.

Gadis ini menatap pantulan dirinya, mengamati setiap jengkal yang ada di tubuhnya. Tiba-tiba dia berteriak sangat keras, bergerak panik hingga menjatuhkan beberapa keramik hingga pecah dan menghasilkan suara nyaring, itu yang membuat seluruh penghuni di rumah itu terkejut termasuk sang pemilik yang sejak tadi sudah mengetahui bahwa 'gadisnya' mencoba untuk melawannya. Bayangkan betapa nyaring suara yang dimiliki gadis bar-bar ini.

Si pemilik kuasa segera menghampiri si gadis pengamuk ini. Dia sungguh khawatir hal yang buruk menimpanya, dia tahu kalau gadis itu sungguhlah nekat. Si dominan berdiri beberapa meter dari sosok yang membuat semua orang terkejut, dia segera menyembunyikan kepanikannya-sungguh akting yang luar biasa- setelah melihat keadaan 'gadisnya' memang baik-baik saja.

"Ada apa ini?"

Suaranya yang berat dan tajam seakan memecahkan keheningan. Gadis itu, Ana diam menatap kearah cermin lalu menunjuknya. Dia menoleh kearah pria menyebalkan yang menyebabkan hidupnya seakan benar-benar telah hancur.

"Kau.. kau yang menyebabkan semua ini!"

Pria itu mengangkat sebelah alisnya, diliriknya cermin itu dan tidak melihat ada kejanggalan kecuali pantulan indah dari Ana.
Oh ya, Ana kini menoleh menatap tajam kearah pria tua brengsek itu, menatapnya dengan penuh kebencian dan keputusasaan.

"Kau yang mengurungku, memberiku makanan yang enak dan membuat tubuhku menjadi jelek seperti ini! Dasar pria tua keparat! Kau menghancurkan hidupku yang indah!" Gadis yang sedetik yang lalu terlihat menyeramkan itu kini tengah menangis, terisak seperti anak kecil yang kehilangan permennya.

Albert, nama si pria tua yang Ana sebutkan itu sedang tertawa terbahak, membuat seisi ruangan sangat terkejut. Tidak pernah mereka melihat tuannya tertawa sangat lepas seperti ini. Tersenyum pun bahkan tidak, terkecuali senyum iblis yang ditunjukkannya. Semua penghuni sangat dibuat takjub oleh gadis lusuh itu yang membuat tuan besar mereka tertawa lepas. Tawa itu membuat Ana menghentikan tangisannya kemudian menatap pria tua itu aneh. Rasa kesal kembali muncul dibenaknya, dia berinisiatif untuk menghampiri pria tua itu untuk memukuli wajah tampannya sebelum pria itu menghentikan tawanya dan menghampirinya dengan sangat cepat yang bahkan gadis itu tidak bisa menyadarinya.

Albert kembali dengan tatapan dinginnya yang menyebalkan dimata Ana, menatap lurus ke mata sembab gadis yang sejak tadi mood nya berubah-ubah itu.

"Jika melangkah lagi, kau akan terluka"

Ana terkejut, benar-benar terkejut. Dia sempat berpikir kalimat yang diucapkan pria itu padanya adalah sebuah ancaman untuk membunuhnya karena berani melakukan hal yang kurangajar, sebelum pria itu mengangkatnya dengan mudah dan memindahkannya ke sisi lain. Ana menatap tempatnya berdiri sebelumnya. Ternyata disana dipenuhi dengan pecahan keramik yang tidak sengaja ia jatuhkan beberapa menit yang lalu.

Pria itu, Albert. Tersenyum kepada Ana, senyuman tipis yang membuat sekujur tubuh gadis dewasa itu memanas.

"Sekarang kembalilah ke kamarmu"

Perintah, yang terdengar mutlak tak terbantahkan. Namun entah apa yang dirasuki gadis itu, ia menggeleng dengan cepat, "Aku tidak mau. Kamar itu seperti penjara". Albert mengangkat alis kirinya, menatap Ana yang bagaikan lelucon. Ana yang tersadar akan ucapannya segera bungkam. Bukankah dia memang sedang ditahan disini? Seharusnya dia kabur bukan? Bodoh sekali!

"Well, jika kau tidak suka. You can stay at my room then"

Terkejut, tentu saja. Tapi jika dipikir pikir, kamar itu pasti memiliki lebih banyak akses untuk bisa kabur dari neraka dunia ini. Ana mengangguk dengan cepat, tanda menyetujui saran yang diberikan si pria tua tampan yang ada didepannya.

Bagaimana dengan Albert? Tentu saja dia terkejut, amat sangat terkejut. Beruntungnya pria berdarah dingin ini sangat pandai menyembunyikan ekspresi terkejutnya tapi tidak untuk Ana. Dia sungguh bisa melihat wajah yang menurutnya lucu itu walaupun hanya sekejap. Jika tidak takut mati, pasti ia sudah meledakkan tawanya dengan puas.

"Permisi tuan Albert, nona Grace ingin berbicara dengan anda"

Tiba-tiba seorang pelayan datang memanggil pria yang baru diketahui Ana bernama Albert ini. Bagus juga namanya, tapi tidak sebagus kelakuannya, pikir Ana.
Dan lagi pelayan itu menyebutkan nama Grace, apa dia kekasihnya? saudara atau anak mungkin? Ah persetan dengan kehidupan pria bernama Albert ini. Yang jelas dia hanya harus terbebas dari pria brengsek pembawa sial pada kehidupannya ini.

"Bersihkan tubuh kotornya lalu bawa ke kamarku"

"Baik tuan"

Perintahnya selalu mutlak. Dia menatap Ana dengan tajam, berbeda dengan sebelumnya. Memang apa yang salah, bukankah yang menawari Ana tempat adalah dia sendiri. Sinting!

"Mari nona ikut saya"

Seorang pelayan wanita yang usinya sudah terbilang bisa Ana sebut sebagai 'nenek' dengan senyum yang ramah meminta gadis itu untuk mengikutinya. Sungguh membuat tenang, setidaknya ada yang memiliki senyum yang menenangkan disini.



-TBC-


----------------------------

Hai halo swadikap skidipapap.
Maaf banget baru update. I guess that you're guys gettin' bored of my story.
Iyalah update nya kelamaan.

Curhat dikit kalau ngumpulin mood buat ngisi cerita ini lagi itu bagaikan berenang renang di segitiga bermuda tanpa pelampung ehe xD

Dah ya next nya diusahain minggu depan.
Makasih udah setia nunggu buat kalian yg masih nunggu meskipun tanpa kepastian.
Lafyu~

Your Destiny Belong To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang