Pada hari ulang tahunku 6 Juli, aku menyebarkan undangan secara broadcast kepada hampir seluruh orang yang ada di kontak ponselku. Keluarga besarku ramai berkumpul disini meski tidak terlalu lengkap. Aku bersyukur sudah dapat hidup hingga berumur tujuh belas untuk tahun ini.
Dimalam harinya setelah pukul setengah tujuh malam, keadaan rumahku yang dulu biasanya sepi kini menjadi ramai, tamu undangan dari teman-temanku sudah banyak yang datang, keluargaku juga menemani malam ini. Hanya saja Iqbaal belum datang.
Acaranya tidak mewah, hanya sekedar kumpul dan makan-makan untuk syukuran serta di tambah acara bakar-bakar sebagai tambahan. Selebihnya mungkin akan dihabiskan untuk berbincang, bernyanyi bersama di halaman belakang rumahku. Keluargaku mempersilahkan untuk siapa saja yang ingin menginap di rumahku untuk malam itu. Dengan ketentuan pasti, tempat untuk cowok dan cewek dipisahkan.
Saat itu aku masih menunggu seseorang, namun hingga acara inti selesai ia tak kunjung datang. Ya, Iqbaal. Entah kenapa aku menantikannya. Tadi Iqbaal berkata jika ia akan datang. Aku mulai menundukkan kepalaku mulai ragu.
Namun seketika hal itu ku hilangkan sambil menggeleng-gelengkan kepalaku lalu mendongak ke langit. Yang lainnya sedang menikmati hidangan yang tersedia, ada beberapa yang sudah mulai membakar jagung maupun ikan yang tersedia. Kue ulang tahun yang tadi ku tiup lilinnya juga sudah dibagikan namun masih tersisa.
Tiba-tiba sebuah sebuah kembang api jenis sparkles muncul di sampingku, hal itu langsung menyita perhatianku. Seseorang menyodorkannya dari belakang. Aku menoleh perlahan kebelakang.
“Menungguku?” ucap Iqbaal yang memegang benda itu. Aku terkejut dan memiringkan kepalu ke kanan sambil tersenyum heran.
“Tidak bisakah tingkahmu normal sedikit?” ucapku sambil tersenyum dan menyilangkan tangan.
“Mana yang tidak normal? Itu surprise.” ucap Iqbaal lalu menarik kembali tangannya yang memegang sebuah kawat yang tadi memercikkan kembang api.
Aku mengangguk kemudian. Ucapannya ada benarnya. Namun tindakannya tadi itu yang tiba-tiba menyodorkan kembang api di sebelahku itu menurutku gila. Untung aku tidak punya penyakit jantung.
Sedetik kemudian Iqbaal melemparkan kawat tadi ke tempat sampah terdekat, lalu mengambil satu lagi kembang api itu dan menghidupkannya, yang dilakukan saat aku menanyakan kenapa Iqbaal terlambat. Kembang apinya memercikkan cahaya indah, lalu Iqbaal menyodorkan satu kotak yang berisi beberapa buah kembang api lagi. Aku mengambilnya satu lalu menempelkannya ke kembang api Iqbaal hingga punyaku juga menyala.
“Nyari kaya gini kalau gak pas tahun baru atau imlek itu susah (Namakamu).” ujarnya, “Lagian tadi ujan di jalan, aku ke daerah barat buat nyari ini.” ujar Iqbaal.
Aku lalu memegang jaket Iqbaal, memang basah tapi tidak kuyup. Mungkin sudah sedikit kering karena terkena angin. Rumahku berada di Bandung bagian selatan, maklum jika berbeda tempat dan di tempatku tidak turun hujan sama sekali dari tadi.
“Lagian buat apa ini?” tanyaku.
“Surprise,” jawabnya bangga, “Dan…” belum selesai ia melanjutkan kalimatnya Iqbaal terbatuk-batuk, kali ini bukan batuk kecil menurutku.
Iqbaal berbalik, sambil menutupi mulutnya dengan punggung tangan kirinya. Kembang api kami sama-sama habis dan membuangnya ke tanah. Aku memegang pundaknya, tangan kananya memberi kode jika Iqbaal baik-baik saja.
Aku membawanya menuju tempat minuman, dan memberikannya minum. Iqbaal mulai membaik, aku sedikit lega. Lalu aku membawanya ke tempat kue ulang tahunku tadi, lalu memberikannya sepotong padanya. Aku mempersilahkan makan padanya setelah aku mengambil alih sekotak kembang api yang dari tadi dipegangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Panjang • IDR [COMPLETED]
Fanfiction(Namakamu)'s Point of View. "Maaf, Baal. Aku masih menangis saat mengingatmu. Aku akan belajar lebih tegar lagi." ucapku dalam hati.