Pada akhirnya, aku menjadi akrab dengan Iqbaal setelah acara ulang tahun sekolah. Aku dimasukkan di Seksi Acara dan Iqbaal di Seksi Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi. Posisiku di Seksi Acara yang dibagikan padaku membuatku harus sering berkoordinasi dengannya terutama dalam masalah dekorasi. Kami menjadi akrab setelahnya.
Suatu hari, aku mendapatinya sedang duduk dan menggambar sesuatu disebuah bangku taman di bawah pohon rindang yang ada di taman hijau kecil di sekolahku. Aku jalan perlahan dari belakangnya. Mencoba mengintip apa yang Iqbaal gambar.
Tak lama kemudian, seolah Iqbaal menyadari keberadaanku, Iqbaal menggeser duduknya lalu menoleh ke arahku dan langsung mempersilahkanku duduk. Iqbaal menutup sketchbooknya dan menaruhnya kedalam tasnya beserta pensilnya.
Seperti biasa kami mengobrol banyak hal. Entah bagaimana bisa aku bisa senang mengobrol dengannya. Iqbaal bukan termasuk dengan orang berwawasan luas, tapi selalu menyenangkan mengobrol bersamanya. Selalu ada hal yang membuatku tertawa. Terkadang tingkahnya juga bisa dibilang konyol, seperti anak kecil, terkadang juga bijak.
Kemudian, entah kenapa aku menceritakan keinginanku untuk mencari sebuah lampu tidur saat itu. Mungkin aku sudah terlalu nyaman mengobrol dengannya tanpa mempedulikan tema yang dapat berubah sewaktu-waktu.
"Mau nyari? Aku ada tempat bagus buat benda kayak gitu." ucap Iqbaal. Aku masih diam. Kemudian Iqbaal bilang jika ia akan menjamin dengan tempat yang dia maksud. Aku mengangguk menyetujuinya. Dan kami berjanji untuk berangkat pada hari Sabtu.
• • •
Aku menunggunya di tempat turun angkot waktu itu. Ya, kami sepakat untuk menggunakan angkot sebagai kendaraan. Kemudian setelah beberapa lama menunggu, sebuah angkot datang. Lima orang dari dalam angkot keluar, kemudian melewatiku.
Setelah itu aku melihat sosok Iqbaal dari jendela angkot. Ia memberiku kode untuk masuk, spontan aku melangkah kedalam angkot tersebut dan menempati kursi kosong disalah satu deretan bersama Iqbaal di sampingku.
Sekitar dua puluh menit perjalanan telah di lewati, kami keluar dari angkot dan menyusuri sebuah jalanan kecil beraspal sekitar lima belas menit dan memasuki sebuah gang beberapa langkah, kami sudah berada di depan sebuah bangunan dengan sebuah papan di atas salah satu pintu di sebelah kiri dengan tulisan 'Lumiere' dengan model sangat klasik.
Aku menatap bangunan tersebut, dan dengan kaca yang tembus pandang dari luar aku bisa melihat beberapa isi didalamnya. Memang banyak berbagai lampu dengan macam bentuk.
"(Namakamu), ayo masuk." ajaknya, lalu kami menuju pintu masuk diletakkan di sebelah kiri.
Lonceng berdering seiring pintu terbuka dan tertutup. Iqbaal langsung menyapa salah satu orang yang duduk disalah satu kursi. Mungkin Iqbaal mengenalnya, pikirku. Namun kemudian aku melihatnya sangat akrab dengan bincangan mereka, aku memastikan mereka sudah saling kenal.
Kemudian Iqbaal mengenalkanku padanya, ternayata ia adalah anak dari pemilik toko tersebut bernama Aldi, usianya terpaut dua tahun diatas kami. Meski begitu ia menolak keras untuk memberi embel-embel 'Kak' saat memanggilnya. Lalu Iqbaal menjelaskan niat kami datang kesini, dan Aldi mempersilahkan kami untuk berkeliling
tempatnya.Segera kami melangkah menyusuri bangunan tersebut melihat-lihat lampu-lampu yang terpajang maupun tergantung di sana. Aku mencari hal yang bisa menarik bagiku. Namun setelah berkililng di sana aku masih belum begitu tertarik dengan benda disana. Memang ada beberapa, hanya saja harganya bisa dibilang keluar dari target budget yang kumiliki.
"Gimana?" tanya Iqbaal.
"Hm, ada sih tadi beberapa yang menarik. Tapi, masalahnya sama harganya." ucapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Panjang • IDR [COMPLETED]
Fiksi Penggemar(Namakamu)'s Point of View. "Maaf, Baal. Aku masih menangis saat mengingatmu. Aku akan belajar lebih tegar lagi." ucapku dalam hati.