9.

23.5K 4.4K 675
                                    

"Alcohol may be man's worst enemy, but the bible says love your enemy."

- Frank Sinatra

Alih-alih naik kendaraannya sendiri, atau transportasi publik, Kak Danuja ikut masuk ke dalam mobilku karena sedari tadi dia menekankan keinginan besarnya – yang entah muncul dari mana – untuk mengikutiku mulai hari ini. Awalnya aku mencoba untuk nggak peduli dan fokus untuk menjemput Pinkan yang bilang dia sedang sendirian di PIM. (red: Pondok Indah Mall). Lama-lama gerah juga karena Kak Danuja kerap bernyanyi mengikuti playlist yang terpasang otomatis di mobil. Kupingku kan panas banget setiap dengan suaranya.

"Lo tuh bisa mingkem nggak? Mending kalau suara lo bagus. Ngerusak lagu aja," ujarku bersungut-sungut lantaran jalanan Jakarta juga tidak mendukung untuk membuatku sedikit saja jadi bahagia.

"Kayaknya lo satu-satunya orang yang komentar suara gue jelek. Mungkin telinga lo yang harus diperiksa ke dokter THT," dengan begitu lemasnya mulut itu membalas perkataanku.

Kutarik napas dalam-dalam. "Terserah lo aja!"

Kak Danuja mengangguk setuju dengan begitu gembira. "Emangnya lo mau ke mana, El Mira? Teman lo minta dijemput? Tadi katanya lo mau belajar ke perpus kampus."

"Kok lo baru nanya sekarang? Harusnya nanya dari tadi sebelum masuk ke mobil gue. Kayaknya yang otaknya kosong tuh bukan gue tapi elo," aku berdecak melihat jalanan tidak juga semakin membaik, "lagian, ngapain sih lo ada di sini? Sumpah demi Konoha gue masih nggak ngerti faedah keberadaan lo dalam mobil gue untuk kedua kalinya."

"Buat dekat sama lo. Kan tadi gue udah bilang."

Semesta, berikan aku sedikit saja kesabaran lebih menghadapi makhluk seperti Danuja ini. "Kenapa lo harus dekat gue gitu loh, kakak Wakil Ketua BPM yang terhormat?!"

"Oh, itu..."

Aku menantikan kelanjutan kalimatnya, namun tidak ada. "Gitu doang? Udah?"

"Gue penasaran kapan lo bakal jatuh cinta sama gue."

"WHAT?"

Kak Danuja seperti tersadar telah salah bicara langsung mengoreksi kalimatnya, "Maksudnya, gue penasaran apakah kita bakal saling suka. Daripada lo memendam benci yang nggak baik kelamaan terus berubah jadi suka yang nggak jelas, mendingan kita getting to know each other. Gue tahu gue galak, tapi kayaknya baru kali ini ada yang galakin gue balik. Mungkin sama halnya dengan yang lo rasakan setelah ketemu gue."

"Kak Danuja, lo abis minum apa sih pagi tadi? Kayaknya dari pas ngajar di kelas gue, lo udah aneh banget. Atau jangan-jangan lo lagi sakaw?"

"Sakaw as in sakit karena engkau? Kayaknya sih gitu."

Jawaban yang terdengar sangat serius itu membuatku benar-benar langsung menoleh pada si biang keladi satu ini. Wajahnya masih sama, tidak berubah. Hanya saja aura lain dari cahaya di atas kepala kami bisa kurasakan. Kini cahaya itu lebih menakutkan dari sebelumnya, sinarnya begitu terang hingga membuatku meremang. Semua perasaan aneh itu membuatku memutuskan untuk mengambil headset portable dari jok belakang, memasangnya, dan melarikan diri dari keberadaan Kak Danuja di satu dimensi yang sama denganku.

***

Aku menemukan Pinkan tengah menangis sendirian di depan sebuah restoran di dalam PIM. Rambut hingga sepatunya masih on point, tapi tidak dengan wajahnya. Telapak tangan kirinya menutupi pipi dan sebagian bibir yang tertutup rapat. Pundaknya naik turun membuatku yakin dia masih menangis. Kupercepat langkahku untuk menghampirinya.

[SUDAH TERBIT] Teka-Teki Jatuh Cinta #3 (serial CI/BI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang