8.

24.3K 4K 636
                                    

I don't know how to play to make you want to stay. I'm too scared to say.

- Pizza, Oohyo

Pizza selalu menjadi makanan favoritku sejak dulu dan di tengah perasaan yang buruk karena ulah Kak Danuja, aku memutuskan untuk menaikkan mood dengan makan pizza di mall dekat kampus. Pinkan yang masih belum mendapat kabar hingga siang ini membuatku tidak punya pilihan lain kecuali makan sendirian. Seporsi pizza untuk porsi personal sudah kupesan dan sedang dibuat di dapur. Sambil menunggu, kupasang earphone untuk memutar playlist andalanku di Spotify.

Tengah asyik mendengarkan lagu, aku terlonjak begitu kurasa seseorang duduk di hadapanku. Dia memandangiku dengan kedua matanya sementara rambutnya yang gondrong itu kini diikat jadi satu dengan rapih ke belakang. "Lo makan siang sendirian? Fancy banget makan pizza di mall," belum-belum dia sudah berkomentar dengan suaranya yang membuatku cepat naik darah.

"Lo ngintilin gue?"

"Bisa dibilang begitu."

"Kak Danuja..." aku menarik napas panjang, "lo tuh beneran suka sama gue? Atau lo sebenarnya pengin gue cepat mati karena berantem terus sama lo?"

Mulut Kak Danuja terbuka dan bicara dengan nada yang membuat seluruh bulu kudukku meremang. "Gue nggak suka sama lo dan gue nggak berniat berantem sama lo. Urusan kematian, bukannya lo nggak takut sama kematian? Toh semua orang akan meninggal pada waktunya."

Kami berdua saling tatap untuk beberapa detik. Tidak bisa aku jelaskan bagaimana ketakutan itu menyelimutiku tiba-tiba. Sebuah perasaan yang membelenggu pikiranku dan menguasai indraku. Suaraku bergetar menjawabnya, "Terus... buat apa... elo ada di... di sini?"

"Apa sekarang lo ketakutan, El Mira?" matanya tidak teduh melainkan gelap. Seolah pintu neraka terbuka dan semua garis cahaya yang selama ini kulihat ditelan olehnya. Sungguh mengerikan. Tidak pernah aku mengalami hal seperti ini sebelumnya. Dia benar, aku ketakutan untuk suatu hal yang tak jelas.

"Cahaya di atas kepala lo jauh lebih menakutkan," kubalas pertanyaannya dengan dusta. Mana mungkin aku rela terlihat lemah di hadapan Kak Danuja yang pasti akan bahagia menyaksikanku menderita?

Kini dia tersenyum. "Interesting. Cahaya apa yang lo maksud?"

"Apa lo percaya jodoh? Gue baru bisa menjelaskan maksud gue kalau kita punya kepercayaan untuk hal yang sama."

Anggukkan kepala Kak Danuja membuat hatiku bergejolak karena takut, tekankan hal ini, karena takut! Kak Danuja tertawa ringan. "Dasar cewek, selalu begitu. Oke, anggap aja gue nggak tertarik mendengarkan penjelasan lo tentang cahaya-cahaya itu. Abis ini lo masih ada kelas?"

Sungguh sebuah pergantian topik yang random. "Kenapa emang kalau gue ada kelas?"

"El Mira, kenapa lo selalu defensif sama orang lain?"

Ya ampun! Ini ada satu gelar lagi yang kudapatkan akibat resting bitch face milikku yang menurut Andre sudah default dari sananya! Defensif katanya, ugh. "Gue bukan defensif tapi emang begini. Gue senyum selebar jalanan depan kampus pun nggak akan memuaskan orang lain, jadi gue harus apa?"

"Mungkin lo harus nonton sama gue abis makan pizza. Jadi gue bisa tahu lo emang defensif atau hanya udah terlahir begini," dengan tangannya dia menunjukk kepala hingga bagian tubuhku yang tidak tertutup meja makan.

Sialan juga mulutnya senior yang satu ini. "Kak Danuja, kenapa lo selalu sinis sama gue?"

"Karena lo membuat gue harus bekerja lebih keras dari sebelumnya. Sumpah setiap ngeliat lo, gue tuh bawaannya kesal banget. Kalau bisa gue pengin lo nggak ada di kampus kita. Sayang aja gue bukan rektor atau seenggaknya bagian akademik yang bisa menghapus nama lo tiba-tiba dari sistem kampus," jawaban santai Kak Danuja sungguh membuatku kehilangan selera makan untuk makanan yang kesukaanku. Terlalu.

[SUDAH TERBIT] Teka-Teki Jatuh Cinta #3 (serial CI/BI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang